Lihat ke Halaman Asli

Diversifikas Pangan: Belajar dari Pola Kelembagaan di Desa Giyombong, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa Giyombong merupakan salah satu desa di Kabupaten Purworejo yang secara administratif berada di Provinsi Jawa Tengah. Desa ini terletak di dataran tinggi yang dikelilingi lereng pegunungan dengan ketinggian sekitar 800 – 1.300 meter diatas permukaan air laut. Letak Desa Giyombong yang berada di ujung Kecamatan Bruno yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo masuk dalam lingkup letak astronomis Kecamatan Bruno yang berada pada 1090 57’ 11” BT dan 070 36’ 11” LS. Secara topografis Desa Giyombong merupakan daerah iklim tropis basah rata-rata suhu keseharian dengan suhu antara 19 0C – 25 0C dengan rata-rata tingkat kelembaban 73%. Luas wilayah Desa Giyombong sekitar 1.133.000 m2 (113,3 ha), yang terdiri dari 4 wilayah (komunal) yaitu Giyombong Lor, Giyombong Kidul, Kaligede dan Mentasari.Desa Giyombong terdiri dari 4 RW dan 12 RT dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 323 keluarga.

Desa Giyomnong yang terletak di dataran tinggi tidak memungkinkan untuk ditanami padi, oleh karena itu karena kesadaran masyarakat akan kebutuhan pangan sehari-hari mereka mengonsumsi singkong yang biasanya di buat leye. Leye berbentuk butiran kecil seperti beras dengan warna cokelat bening tanpa berbau dan mampu bertahan hingga lama. Komoditas paling utama di Desa Giyombong adalah Singkong dengan luas lahan adalah 161 ha dan rata-rata sekali panen mencapai 9,5 kuintal/ha atau total keseluruhan 1.545,6 kuintal dalam sekali panen, dengan sifat panen satu tahun sekali, tepatnya 9 bulan sekali panen. Jumlah rumah tangga di Desa Giyombong adalah 323 rumah tangga, dengan rata-rata 4,78 kuintal/panen setiap rumah tangga mampu untuk mencukupi pangan secara keseluruhan dan keberlanjutan. Jenis singkong yang di tanam di kebun ada empat jenis yaitu singkong jawa randu, singkong ketan, singkong jawa putih dan singkong jawa ireng. Masing-masing jenis singkong tersebut tidak semuanya bisa dibuat menjadi leye dan kualitasnya berbeda-beda. Seperti singkong jawa randu adalah jenis singkong yang sangat cocok untuk diolah menjadi leye dengan warna khas agak kekuningan bersih. Singkong ketan tidak dapat diolah menjadi leye melainkan diolah menjadi makanan tradisional gethuk lindri, sedangkan hasil leye yang terbuat dari singkong jawa putih dan jawa ireng hasilnya berwarna putih bersih tapi rasanya kurang enak dari pada leye yang terbuat dari singkong jawa randu.

Sebagian besar masyarakat yang mengonsumsi leye adalah mereka yang sudah remaja dan juga para lansia, sedangkan anak-anak terkadang juga mengonsumsi leye. Akan tetapi karena rasa kasih sayang orang tua kepada anaknya, mereka sebisa mungkin mengusahakan anak-anaknya makan nasi seperti layaknya anak-anak lainnya. Hal ini di dukung dalam pemahaman untuk memenuhi energi sehari-hari, manusia membutuhkan 2 gram karbohidrat per kilogram berat badannya, sedangkan leye dalam 100 gram mengandung 80 gram karbohidrat. Sedangkan konsumsi sehari-hari masyarakat desa Giyombong adalah leye yang disajikan dalam satu piring dengan rata-rata mencapai berat 200 – 300 gram. Kandungan gizi yang terkandung dalam leye dapat dilihat dari tabel berikut.

Kandungan Gizi Leye per 100 gram

No.

Jenis Kandungan

Jumlah

1.

Karbohidrat

80 gram

2.

Protein

1,5 gram

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline