Lihat ke Halaman Asli

Santosa Sandy

Hiduplah Indonesia Raya

Banjir Lahar Gunung Agung Tidak Perlu Ditakuti, Jika Kita Lakukan 4 Langkah Ini

Diperbarui: 14 Desember 2017   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jembatan Tukad Yeh Sah, 7 Desember 2017 (SSP)

Letusan Gunung Agung pada akhir bulan November 2017 lalu telah menjadi isu nasional yang juga diliput secara mendalam oleh beberapa media internasional. Rangkaian peristiwa yang dimulai dari peningkatan aktivitas vulkanik pada bulan September 2017, letusan freatik pada 21 November 2017, hingga letusan magmatik pada 25 dan 26 November 2017 ini telah menyebabkan lebih dari 55.733 jiwa harus menggungsi ke 211 titik pengungsian yang aman (sumber: Pusat Pengendali Operasi (Pusdalops) BPBD Provinsi Bali, hingga 1 Desember 2017, pukul 18.00 WITA). 

Hal lain yang perlu menjadi perhatian paska letusan magmatik Gunung Agung adalah terkait upaya pengurangan risiko banjir lahar sebagai bencana sekunder dari suatu aktivitas letusan gunung api. Walau belum ada aliran lahar yang secara resmi dilaporkan oleh Pusdalops BPBD Bali, masyarakat telah mengamati beberapa kejadian aliran banjir lumpur vulkanis yang telah terjadi. 

Salah satu peristiwa yang sempat viral di media sosial antara lain peristiwa aliran lumpur vulkanis pada 27 November 2017, yang terekam oleh warga di Jembatan Tukad Yeh Sah, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem. Lalu langkah darurat apakah yang harus dipersiapkan untuk menghadapi risiko banjir lahar yang mungkin terjadi? Siapa sajakah yang dapat mengambil peran dalam upaya pengurangan risiko tersebut sebelum banjir lahar mungkin terjadi?

Upaya pengurangan risiko bencana banjir akibat aliran lahar pasca erupsi Gunung Agung bukanlah suatu hal yang tidak mungkin untuk dilakukan. Namun demikian, kesuksesan upaya pengurangan risiko ini tidak semata berada di tangan pemerintah saja. Kerja sama yang sinergi antara masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Agung dan pihak swasta dalam kerangka koordinasi dari pemerintah menjadi kunci kesuksesan upaya pengurangan risiko bencana banjir lahar. 

Tulisan ini berupaya memaparkan langkah-langkah nyata yang mendesak untuk dilakukan oleh masyarakat, swasta, dan pemerintah untuk mewujudkan rasa aman bagi semua pihak. Rasa aman sangat penting untuk mempertahankan, bahkan mengangkat citra Pulau Dewata sebagai objek wisata Internasional yang minim terhadap risiko bencana.

Sebelum fokus kepada rencana aksi nyata pengurangan risiko bencana, perlu dipahami bersama mengenai perbedaan konsep antara bahaya bencana dan risiko bencana. Badan Pengurangan Risiko Bencana PBB (United Nations International Strategy for Disaster Reduction) pada tahun 2009 mendefinisikan bahaya bencana sebagai suatu fenomena yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa, dampak kesehatan, gangguan sosial ekonomi, ataupun kerusakan lingkungan. Pengertian ini sangat kontras apabila dibandingkan dengan pengertian dari risiko bencana.

Menurut UNISDR, risiko bencana adalah dampak yang berpeluang dirasakan apabila bahaya bencana tidak diantisipasi dengan baik. Oleh sebab itu, perlu ditekankan pada tulisan ini bahwa bahaya bencana tidak dapat kita dihindari. Akan tetapi, risiko bencana dapat diantisipasi seminimal mungkin dengan aksi nyata sebelum terlambat.

Sebagai upaya memetakan rencana aksi nyata yang mungkin ditempuh dalam masa tanggap darurat bencana letusan Gunung Agung, penulis telah melakukan survei lapangan pada 23 - 30 November 2017. Daerah bahaya banjir lahar yang dikunjungi selama periode tersebut adalah Karangasem, Klungkung, Bangli, dan Gianyar. 

Selama survei, penulis melakukan investigasi lapangan langsung ke desa-desa yang dilintasi oleh sungai-sungai laharan. Sembilan sungai utama (dalam Bahasa Bali disebut dengan tukad) yang berpotensi untuk mengalirkan debit banjir lahar adalah Tukad Unda, Tukad Buhu, Tukad Jangga, Tukad Batuniti, Tukad Nusu, Tukad Sringin/Daya, Tukad Ringuang, Tukad Peninggungan, dan Tukad Abu. Selain upaya tersebut, penulis juga melakukan wawancara dengan warga setempat untuk menggali lebih dalam pendapat dan harapan yang mereka miliki terhadap risiko bencana banjir lahar yang ada. Penulis juga mengamati dan mengalami kendala yang dialami oleh para turis, baik turis internasional maupun turis nusantara, selama berada di Bali Pada saat terjadinya letusan Gunung Agung.

Berdasarkan strategi investigasi dan pengamatan lapangan terkait penanggulangan risiko banjir lahar Gunung Agung, maka dapat disampaikan beberapa rekomendasi tindakan sinergis yang dapat dilakukan pada masa tanggap bencana Gunung Agung dalam beberapa minggu ke depan. Jika boleh mengambil istilah yang sudah populer bagi Masyarakat Bali, maka penulis meringkas empat langkah sinergis mitigasi bencana banjir lahar dalam Catur Jagabaya, yang meliputi:

  • Revitalisasi fungsi sungai lahar

Survei lapangan menunjukkan bahwa beberapa dam penahan lahar (sabodam) telah tertutupi oleh semak dan pepohonan. Kondisi pepohonan keras yang tumbuh di lokasi sabodam mengindikasikan bahwa tidak pernah ada banjir lahar yang melintas pada lokasi tersebut pada kurun waktu usia pertumbuhan pepohonan tersebut. Kondisi ini menjadi faktor penyebab banyaknya masyarakat membangun bangunan semi permanen maupun bangunan permanen di dataran banjir sungai lahar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline