Ratapan jendela gemuruh resah
Langit begitu nampak dilapisi cahaya. Bersih dan tak berisik, alun gemuruh air mengalir di bawah jendela. Malam tenggelam dalam secara penuh, membuat alam tertidur atas keindahan dan kesunyian. Tapi penuh resah.? Apa gerangan seorang diri mengutip kata dekat jendela sepi, apa hendak dikata resah hati menepi sunyi. Tidak, sekeliling di balik jendela dua kawan duduk rapi berteman kopi. Lempar kata apa yang kau rasa.? Dalam sapa.!!
Tubuh tegak mulut tertutup rapat, kursi kuat, menopang rubuh untuk lekas jatuh. Menoleh pelan buang kata, tidaklah ada apa-apa. Hanya jiwa dan raga habis berkata-kata, buat seluruh diri bungkam menjawab. Meski demikian, mata kecil tak ada habis-habisnya menatap diluar jendela.
Tidak mungkin sepenuh tatapan kau habiskan untuk diluar sana, adakah ketenangan kau dapati mengganti resah mu dengan menikmati itu.?
Sama saja jika kau bertanya tentang itu. Tidak ada perbedaan sama sekali walau secuil, bingung ku membuat pikiran dan perasaan bergaduh hebat. Tidaklah aku mengerti apa hendak mereka pinta. Sehingga tubuh dan kursi tetap tegak. Tentulah semua ketenaran maslahat pikir dan rasa, sudah barang tentu yang tak bisa diganggu-gugat marahnya.
Ambillah secangkir kopi ini, katanya.
Terimakasih nanti saja, aku masih hendak diam mendengar mereka yang acap kali bertengkar. Bahasa-bahasa mereka amatlah lugas dan jelas, tentang hidup esok nanti, dan pandangan harus dimiliki. Banyak orang diluar sana, bahkan yang tak terlihat juga tak terhitung. Mereka besar dalam dua pernyataan itu, tapi hanya beberapa saja yang membumikannya. Sungguh jodoh yang salah.
Semakin malam semakin tenggelam. Hati perlahan tenang, raga pun perlahan redah. Semua jawaban tersulit dimuka bumi terjawab, sebab waktu dan tempat berpihak lalu memutuskan hal kepastian tanpa tertolak. Selagi alam masih jeenih, maka tuangkanlah keluh kesah dalam dada mu. Yang membuat dia merobek tulang-tulang tak bersalah. Apalagi yang tersisa, jika semua telah alam sediakan.
Tak lama kemudian seiringi tenggelamnya malam, Tiba-tiba suara seorang gadis hanyut terbawa angin ke jendela yang ku duduki. Betapa hati terkagum, hingga-hingga terkoyak parah dengan malam yang hampir hilang mengisahkan seorang gadis bersuara rindu.
Anehnya dia tidak bernyanyi lama, hanya beberapa saat. Sebetulnya aku ingin berterimakasih meski tak kenal mengenal, atau tak kulihat, cukup pula dengan suara jika itu boleh. Terimakasih.. Suara mu memberi jeda pikir dan rasaku yang bertengkar, tapi aku pula ingin kau bertanggungjawab sebab suara itu meninggalkan kerinduan dan ingin ku dengar lagi. Bisakah untuk sekali lagi.??