Jakarta (24/01/2019). Acara Refleksi Awal Tahun PIKI (Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia). Sejumlah tokoh menjadi nara sumber dalam kegiatan ini, yaitu Diaz Hendropriyono, Prof. Komaruddin Hidayat, Ali Maskyur Musa, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA, Prof.Ir. Armein ZR Langi, M.Sc., Ph.D, dan Dr. Ir. William Sabandar dan penanggap yang berasal dari beberapa unsur cendekiawan termasuk dari Ikatan Sarjana Katolik. Pada kegiatan ini, Profesor Baltasar menyampaiakan makalah yang berjudul : HAM dan Keadilan Sosial bagi Orang Asli Papua.
Dalam kajian Lemhannas, Indeks Ketahanan Nasional Propinsi Papua berada pada posisi kurang tangguh. Hal ini ditunjukan oleh berbagai aspek terutama aspek sosial budaya dan ekonomi.
Secara geografi Papua dan wilayah Timur Indonesia lebih tertinggal dibandingkan wilayah barat. Rasio demografi per wilayah yang lebih rendah dibandingkan dengan wilayah bagian barat Indonesia mengakibatkan roda perputaran ekonomi berjalan lambat.
Namun, ada beberapa wilayah Indonesia Timur yang memiliki pertumbuhan cepat. Seperti Gorontalo, Timika, Sorong, Ambon, Jayapura, Nabire. Percepatan pertumbuhan ini terjadi akibat adanya kebijakan pemerintah serta tumbuhnya sektor bisnis baru.
Selain itu fokus program pemerintah melalui pembangunan daerah terpencil dan terdepan yang fokus pada infrastruktur turut memberi dampak positif.
Saya mengawali tanggapan saya terhadap Paparan Prof. Kambuaya dengan menyampaikan pertanyaan kepada forum. Siapakah di ruangan ini yang cinta terhadap tanah Papua ? Ayo angkat tangan apabila kita semua cinta terhadap Papua.
Saya bersyukur seluruh peserta mengangkat tangan mereka. Ada 5 hal yang saya bahas dalam menangapi makalah Profesor Baltasar Kambuaya.
Pertama, Menjaga Papua Damai.
Misi utama pemerintah dan masyarakat seeta kita semua adalah menjaga kondusifitas Papua. Menjaga Papua sebagai tanah yang damai, apapun situasinya, bagaimanapun keadaannya.
Untuk menjaga tanah papua agar selalu damai diperlukan peran seluruh stakeholder. TNI dan Polri menjaga keamanan, Gereja dan Tokoh-tokoh tokoh Papua membatu pemerintah agar program-program pembangunan dapat berjalan dengan baik serta menangkal isu-isu politis yang mengganggu.
Kedua, Jejak Sejarah Indonesia.
Proses panjang Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi salah satu aspek penting dalam memandang permasalahan Papua. Dimulai dari 350 tahun masa penjajahan belanda, 73 tahun kemerdekaan, 20 tahun reformasi, 16 tahun otsus, 4 tahun pemerintahan Jokowo-JK.
Dari proses panjang perjalanan sejarah ini ada peristiwa momentum Keindonesiaan yang muncul melalui berbagai peristiwa antara lain Budi Utomo, Sumpah Pemuda dan Perjuangan-perjuangan melawan penjajahan. Termasuk peristiwa tanggal 15 Agustus 1962 di New York dan tanggal 14 Juli 1969.
Dari serangakaian peristiwa ini, kita bandingkan dengan peristiwa pembahasan Ideologi negara. Sila pertama dalam Pancasila mengalami perubahan dari sebelumnya menjadi apa yang ada saat ini.