Lihat ke Halaman Asli

Santiswari

Blogger | Pemerhati Transportasi Kereta

Kekuatan Hukum Grondkaart sebagai Alas Hak

Diperbarui: 19 September 2019   09:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu contoh Plang Aset milik PT KAI yang berada di Wonogiri dan sudah banyak pemukiman. (Source: menggapaiangkasa.com)


Baru-baru ini seorang warga bernama Harry Sutanto mengatakan kepada media bahwa ia sangat menyesalkan sikap PT KAI yang tetap mengklaim lahan miliknya bersertifikat HGB (Hak Guna Bangunan). Lahan seluas 1.838 meter persegi itu terletak di Jalan Jati Baru No.57-59, Kelurahan Kampung Bali, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

"Saya tidak habis pikir masa PT KAI dengan modal peta grondkaart yang dikeluarkan tahun 1940 oleh Belanda, bisa mengklaim lahan saya yang bersertifikat HGB yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Pusat, tahun 1999," ucapnya. Ia menilai hal ini tidak masuk akal karena peta bukanlah sebagai hak bukti tanah, sedangkan PT KAI beranggapan peta itu adalah Sertifikat Tanah buatan Belanda.

Perihal keabsahan grondkaart dimata hukum Indonesia sebenarnya sudah sering kali dibahas. PT KAI (Persero) pun kerap mengadakan Focus Grup Disscusion (FGD) terkait Grondkaart dengan mengundang beberapa pakar dibidang hukum maupun agraria.

Ketidakpahaman terhadap posisi grondkaart sebagai alas hak tentu akan menimbulkan permasalahan yang berkepanjangan dan berujung pada meja hijau. PT KAI (Persero) sering kali mendapat tuntutan dari masyarakat atas polemik ini, namun perusahaan pelat merah itu selalu dimenangkan dalam pengadilan karena memiliki bukti yang kuat yakni grondkaart.

Grondkaart tidak hanya sekedar peta tanah seperti yang dikatakan masyarakat pada umumnya. Didalamnya terdapat bentang lahan yang dipetakan berdasarkan hasil pengukuran tanah oleh lembaga yang berwenang pada saat penerbitannya. Perlu dipahami bersama, definisi grondkaart jauh lebih luas daripada hanya sebagai panampang, dan memiliki definisi konseptual (bukan definisi terbatas atau padan kata). Oleh karena itu dalam sistem hukum atau administrasi dari struktur pemerintahan dan peradilan di Indonesia, grondkaart tetap disebut begitu dan tidak bisa diterjemahkan.

Pemahaman tentang grondkaart hanya bisa diperoleh ketika ditempatkan dalam konteksnya yakni secara kontekstual dan struktural. Secara kontekstual, untuk memahami grondkaart diperlukan pemahaman tentang era pembuatan grondkaart yakni zaman kolonial. Maka kajian dan pendekatan historis sangat penting untuk diterapkan. Tanpa menggunakan pendekatan historis dan memahami masa lalu, akan terjadi dua resiko yang sangat besar yakni Penarikan kesimpulan yang salah terhadap grondkaart serta Anakronisme, yaitu memandang suatu peristiwa dari kacamata zaman yang berbeda.

Hal ini jarang diketahui dan diterapkan oleh ilmuwan maupun masyarakat sehingga mereka dengan mudahnya menarik kesimpulan bahwa grondkaart hanya penampang peta biasa.

Grondkaart sendiri memiliki fungsi sebagai bukti yang menunjukkan bidang tanah/lahan yang telah dibebaskan oleh pemerintah Hindia Belanda baik dengan pembayaran ganti rugi atau tanah komunal yang kemudian semuanya dinyatakan sebagai tanah pemerintah. Dasar dari perubahan status ini dimuat dalam surat keputusan pemerintah  (gouvernement besluit) tanggal 19 Januari 1864 nomor 8. 

Dalam surat keputusan tersebut dinyatakan bahwa pemerintah bisa melakukan pembebasan lahan apapun bila diperlukan dan memberikan status menjadi tanah pemerintah serta menyerahkannya kepada pihak lain yang memiliki hubungan hukum yang sah dengan pemerintah. 

Tanah yang dibebaskan tersebut diukur oleh lembaga pertanahan pemerintah (kadaster) dan hasilnya akan tertuang dalam bentuk surat ukur tanah kemudian diberi nomor urut kadaster. Sejak itu tanah-tanah tersebut dinyatakan resmi sebagai milik pemerintah (eigendom van gouvernement) dan saat akan digunakan untuk fungsi tertentu maka dibuatlah grondkaart dari surat ukur tersebut.

Grondkaart juga memiliki dua dasar hukum yakni hukum administrasi dan hukum material. Hukum administrasi sendiri terdiri atas dua berkas, yaitu surat keputusan pemerintah (gouvernement besluit) tanggal 21 April 1890 nomor 3. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline