Lihat ke Halaman Asli

Santiswari

Blogger | Pemerhati Transportasi Kereta

Gara-gara Gagal Paham Grondkaart, Andi Surya Berpotensi Timbulkan Petaka

Diperbarui: 22 Oktober 2018   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Sosok Andi Surya tentu tidak asing lagi bagi kita, bahkan ada sebagian orang yang menjadikannya sosok inpirator. Selain dikenal sebagai Senator Lampung, Andi Surya juga vokal dalam membela rakyat terutama rakyat Lampung yang sedang bersengketa dengan PT KAI (Persero). Warga penghuni bantaran rel KA sepanjang Bandarlampung hingga Way Kanan merasa bahwa mereka berhak atas tanah PT KAI (Persero) yang sudah puluhan tahun mereka tinggali. 

Sayangnya pembelaan tersebut tidak berimbang, Andi Surya membela rakyat secara membabi-buta tanpa melihat fakta dan aturan hukum yang berlaku. Akibatnya berujung pada tindakan yang tidak adil serta merugikan pihak lain yakni PT KAI (Persero).

Pernah suatu ketika Andi Surya mengatakan kepada wartawan media online bahwa PT KAI (Persero) adalah penjajah negara sendiri. Ia juga melakukan berbagai provokasi kepada masyarakat serta berusaha membelokkan sejarah sesuai dengan alur keinginannya. Semua itu ia lakukan semata-mata untuk membuktikan bahwa bukti kepemilikan lahan PT KAI (Persero) yakni Grondkaart tidak kuat dimata hukum Indonesia. 

Ia menjelaskan bahwa Grondkaart adalah produk zaman Belanda yang dibuat pada tahun 1913 silam sedangkan kini Indonesia telah merdeka dan menganggap bahwa Grondkaart sudah tidak berlaku. Ia juga tidak segan-segan melibatkan pakar hukum atau jajaran akademisi untuk menguatkan pendapatnya, namun sayangnya mereka juga belum memahami sejarah Grondkaart.

Adalah Dr Kurnia Warman, Wakil Dekan FH Universitas Andalas yang dengan mantapnya mengatakan bahwa tanah-tanah yang diklaim PT KAI (Persero) apabila ada pihak yang mendaftarkannya maka BPN tidak bisa menolaknya. Hal itu dikarenakan Grondkaart tidak bisa otomatis menjadi dasar penguasaan atas lahan. Pendapat tersebut langsung disanggah oleh Dr Erniwati, M. Hum., dimana ia mengatakan bahwa Andi Surya telah salah dalam memahami Grondkaart. 

Ia menambahkan secara struktural Grondkaart adalah bagian dari sistem hukum khususnya sistem hukum agraria atau perdata kolonial, bukan hukum nasional Republik Indonesia. Sehingga jika Andi Surya ingin mengkaji Grondkaart harusnya ditempatkan dalam kedua konteks diatas, bukan pada konteks sistem hukum Indonesia saat ini. 

Namun pada dasarnya jika ia ingin mengetahui fungsi dan kekuatan Grondkaart dalam sistem Hukum RI, ia dapat mempelajari sejarah, mulai dari proses hingga perkembangan sistem hukum dari zaman kolonial sehingga ia dapat menemukan fakta bahwa Grondkaart masih memiliki kekuatan hukum dan nilai legitimasi sebagai bukti kepemilikan.

Perkembangan terbaru, Andi Surya sempat mengikuti rapat koordinasi masalah Grondkaart di Bina Graha Kantor Staf Presiden (KSP) yang berlangsung tanggal 17 Oktober lalu. Rapat tersebut juga dihadiri oleh jajaran Kadaop dan Kadivre serta staf ahli sejarah PT KAI (Persero). Meskipun Andi Surya telah mendapat penjelasan sejarah Grondkaart namun ia tetap menyangkal Grondkaart dengan mengatakan bahwa PT KAI (Persero) tidak memiliki Grondkaart asli. Ia mengatakan telah meminta Grondkaart asli kepada PT KAI, namun hingga rapat tersebut selesai bukti kepemilikan tersebut tak juga diperlihatkan kepadanya.

Perlu dipahami bersama, Grondkaart PT KAI tidak bisa sembarangan diminta dan dilihat. Grondkaart hanya dimunculkan saat pihak pengadilan memintanya sebagai alat bukti sehingga jika Andi Surya ingin melihat wujud aslinya maka silahkan mengajukan gugatan di pengadilan. Pihak PT KAI tentu dengan senang hati akan menunjukan dan menjelaskan isi dari Grondkaart tersebut. 

Selain itu, dengan membawa kasus ini ke meja hijau maka akan diputuskan secara adil siapa yang sebenarnya berhak atas tanah tersebut sehingga permasalahan segera terselesaikan. Namun entah mengapa Andi Surya lebih memilih melakukan provokasi melalui media massa dengan membelokkan fakta sejarah yang justru membuat petaka bagi negara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline