Pagi ini, rasa yang selama ini mengganggu kembali menohok. Ulu hati seperti baru saja ditinju pukulan telak. Apa penyebabnya? Sebenarnya kalimat yang sudah sangat biasa saya dengar, keluar dari bibir, atau dari hasil pemikiran seorang anak, yang alhamdulillah adalah anak saya sendiri. Kalimat yang mungkin ringan dan tanpa pretensi, bagi si anak, tetapi tentu tidak bagi saya. Karena buat saya, kalimatnya bukannya menyakitkan, tetapi lebih mengingatkan.
Anak seberapa besarpun ia mewarisi DNA orang tuanya, mewarisi sifat orang tuanya, tetap adalah pribadi yang berbeda dari orang tuanya. Anak sama sekali tidak mewakili kepribadian atau sifat personal ayah maupun ibunya. Anak adalah anak, hasil reproduksi genetika kedua orang tuanya, tetapi jelas memiliki kromosom yang sama sekali berbeda secara spesifik. Dan jelas sekali anak memiliki sifat dan kepribadian yang sama sekali berbeda dari kedua orang tuanya. Kemiripan minat dan selera mungkin saja ada. Tetapi perlu diingat bahwa pertumbuhan pribadi seseorang dipengaruhi langsung oleh bakat dan minat yang spesifik dimiliki seseorang, pendidikan dan lingkungannya.
Pendidikan adalah hal mendasar yang merupakan kebutuhan anak yang patut dipenuhi orangtua, bukan mainan atau busana mahal bermerek. Pendidikan dimulai dari pendidikan rohani, pendidikan agama yang baik. Mengapa agama? Karena keyakinan akan Ketuhanan Yang Maha Esa akan membentuk anak menjadi pribadi yang tidak sombong. Sebab dengan keyakinan akan keimanan kepada Tuhan, akan membentuk pola pikir pada anak, bahwa selalu ada yang lebih berkuasa dari dirinya. Keimanan pada agama juga akan membentuk pribadi anak yang tidak kenal kata putus asa, karena selama kita meyakini adanya Tuhan, Allah Yang Maha Kuasa, maka akan selalu ada harapan.
Banyak orangtua atau guru/pendidik yang menemukan kesulitan saat berkomunikasi dengan anak-anaknya / anak didiknya. Pola asuh yang diterapkan pun tentunya mengalami proses pembentukan pribadi sehingga anak kelak dewasa. Dan kunci dari pendidikan efektif adalah terbangunnya komunikasi yang baik antara anak dengan orang tua / pendidik.
Sebenarnya ada beberapa cara agar orang tua / guru/ pendidik dapat berkomunikasi secara efektif dengan anak. Tujuannya tentu saja untuk membantu membangun tumbuh kembang kepribadian anak yang baik dan hubungan anak dengan orang tua / pendidik menuju ke arah yang lebih baik lagi.
Dengan memberikan anak-anak energi positif lewat cara memuji, atau bahkan memberikan kritikan dalam konteks yang tepat dan cara penyampaian yang mendidik mudah-mudahan akan mendorong dan mengarahkan anak untuk melakukan hal yang benar , mungkin adalah salah satu cara .
Supaya anak lebih mau mendengarkan, baiknya sering menggunakan kalimat yang membuat komunikasi lebih hangat dalam menghindari kesalah-pahaman dalam memaknai inti dari subyek pembicaraan. Hal mana bisa kita adaptasi, misalnya dari cara guru Taman Kanak-kanak dalam menyampaikan sesuatu pada anak didiknya yang minim pengetahuan kosa kata. Karena pada masa kini, sebagai orang tua kita harus lebih berhati-hati dengan pemakaian kata-kata, juga pemakaian multi media . Karena anak-anak kita di masa kini, jauh lebih sensitif, lebih sulit menerima pola pikir orang tuanya. Anak-anak cenderung merasa dimata-matai, merasa tidak dipercaya, dan selalu mencari jati diri lewat berbagai pengembaraan.
Hidup dalam gaya hidup serba cepat dalam suasana perkotaan saat ini, menuntut orang tua untuk dapat meluangkan waktu khusus untuk anak-anak secara rutin. Misalnya saja anda bisa mengatur dan mengadakan makan malam bersama , tidak perlu di restoran , tetapi mungkin di rumah saja dengan menu spesial , dengan sesi dialog. Ingat, dialog, bukan monolog. Yang artinya ada waktu untuk mendengarkan dan didengarkan. Sehingga anak dapat belajar dari mendengar dan didengar.
Dengan cara tersebut di atas, diharapkan dapat membangun lingkungan yang baik bagi anak-anak, di mana mereka merasa mendengarkan dan didengarkan.
Selain komunikasi , hal penting lainnya dari pendidikan adalah proses pengasuhan. Orangtua pada umumnya memiliki pemikiran bahwa kebahagiaan anak merupakan tanggungjawab orangtua. Hal yang tidak ada salahnya dan memang benar adanya, tetapi apakah saat anak ingin mencapai cita-citanya, lalu orangtua juga yang harus menciptakannya?
Pola "anak meminta orangtua memenuhi" pun menjadi komunikasi rutin bahkan sampai usia anak dewasa. Pengalaman saya dalam hal ini, saat membesarkan anak-anak, dengan cara asuh dan mendidik yang salah sesungguhnya bisa membahayakan anak.