Dalam perdagangan internasional, persaingan merupakan hal yang wajar bahkan dapat disebut sebagai suatu yang essensial. Para pelaku bisnis pasti akan berlomba untuk melakukan inovasi-inovasi baru demi menunjang meningkatnya pangsa pasar dunia, akan tetapi hal ini tidak jarang menimbulkan suatu tindakan yang kurang baik yang lazim disebut dengan persaingan yang tidak sehat. Merujuk pada Pasal 1 angka 6 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, persaingan yang tidak sehat atau unfair trade practice merupakan persaingan antar pelaku bisnis untuk menjalakan kegiatan produksi atau pemasaran barang ataupun jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau bahkan melawan hukum untuk menghambat persaingan bisnis yang berdampak negatif pula terhadap dunia perdagangan .
Salah satu tindakan yang kerap kali disebut sebagai unfair trade practice di dunia bisnis internasional adalah dumping. Dalam perspektif General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) bentuk umum unfair trade practice yang dipersoalkan adalah masalah dumping (Ida Bagus Wyasa Putra,2008 :11). Hal ini dikarenakan dumping dapat mengakibatkan kerugian yang luas terhadap produsen yaitu menyempitnya pangsa pasar produsen dalam hal ini yang dimaksud adalah negara tuan rumah. Dumping juga memberikan dampak negatif bagi usaha-usaha mikro di negara importir terlebih bagi negara-negara importir yang masih termasuk dalam kualifikasi negara berkembang (Idqan Fahmi,2010 :5)
Dumping merupakan sistem penjualan barang di pasaran luar negeri dalam jumlah banyak dengan harga yang rendah sekali dengan tujuan agar harga pembelian di dalam negeri tidak diturunkan sehingga akhirnya dapat menguasaipasaran luar negeri dan dapat menguasai harga kembali.
Pada kurun waktu 1995- 2008 tuduhan dumping yang dituduhkan oleh negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) sudah mencapai 3.427 kasus, meliputi 100 negara yang dituduh dan 43 negara penuduh. Sementara itu 5 (lima) negara WTO yang paling banyak dituduh dumping selama periode 1995-2008, yaitu China dengan 677 kasus, diikuti dengan Republik Korea 252 kasus, Amerika Serikat di tempat ketiga dengan 189 kasus, Taiwan dengan 187 kasus dan Indonesia berada di tempat kelima dengan 145 kasus.
Berdasarkan data tersebut praktek dumping merupakan praktek yang sangat sering dilakukan oleh berbagai negara, baik negara berkembang maupun negara maju, bahkan negara Indonesia sendiri menduduki peringkat tinggi atas tuduhan dumping.
Menurut aturan The General Aggrement on Tariff and Trade (GATT), dumping diartikan sebagai keadaan suatu produk dimasukkan ke dalam pasar negara lain dengan harga lebih rendah dari harga normal. Hal ini dapat berarti harga yang lebih rendah dari harga jual di dalam negara pengekspor, dalam hal tidak adanya penjual di negara pengekspor untuk produk tersebut harga yang lebih rendah dari harga jual di negara pengimpor lain atau setelah dikoreksi dengan biaya pengangkutan dan biaya-biaya lain yang lazim dalam perdagangan kamus istilah perdagangan internasional, dumping merupakan praktek penjualan produk di negara tujuan ekspor dengan harga di bawah harga normal atau harga produsennya yang bertujuan untuk menguasai pasar di luar negeri. Sesuai peraturan GATT,
Para ahli ekonomi pada umumnya mengklasifikasikan dumping dalam tiga kategori yaitu; dumping yang bersifat sporadis (sporadic dumping), dumping yang menetap (presistent dumping), dan dumping yang bersifat merusak (Predatory dumping).
Dumping dikatakan sebagai tindakan yang membuat kerugian pada industri dalam negeri negara importir karena ketidaksesuaian nilai produk dari negara eksportir yaitu harga yang terlalu sehingga masalah dumping dianggap sebagai masalah yang serius dalam perdagangan internasional dan perlu diatur dalam GATT sebagai suatu legal instrumen yang umum digunakan dalam perdagangan internasional.
Sedangkan antidumping merupakan kebijakan yang dibuat untuk menghindari tindakan dumping yaitu dengan melakukan tindakan pembalasan berupa pembebanan kewajiban antidumping yang seimbang. Pengaturan mengenai antidumping juga terdapat dalam Pasal VI GATT.. Akan tetapi pengaturan mengenai antidumping pada ketentuan inimenimbulkan penafsiran yang berbeda sehingga menyebabkan disalahgunakannya pasal tersebut. Akibatnya, tindakan antidumping bukan digunakan sebagai penanggulangan tindakan dumping tetapi digunakan sebagai tindakan curang dalam bisnis internasional. Karena hal itu maka dibentuklah Antidumping Code untuk membatasi kemungkinan penyimpangan penerapan
Berdasarkan kriteria umum tersebut, tindakan Anti-dumping boleh dijatuhkan sebagaimana dalam pasal VI GATT ayat (1) menurut ketentuan ini bahwa setiap negara anggota GATT yang terbukti terkena dumping berhak melakukan tindakan antisipasi yang berupa pembebanan Anti-dumping yang seimbang seperti yang dinyatakan dalam Pasal VI 1994: The contracting parties recognize that dumping, by which product of one country are introduced into the commerce of another country at less than the normal value of the products. Kewajiban tersebut adalah pembebanan bea khusus yang tidak boleh melampaui jumlah subsidi yang diberikan, atau dalam Anti-Dumping Duties harus setara dengan harga ekspor dengan nilai wajar yang berlaku pada negara pengekspor.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :