Ibrahim,Nabi yang menjadi Bapak para Nabi. Bukan saja peristiwa idul qurban yang mengingatkan kita kepada teladan dan pengorbanan, tetapi juga perjalanan panjang dalam pencarian kebenaran.Ibrahim sekaligus menjadi peletak dasar bagi agama-agama samawi.Ini bukan cerita dongeng akan keberanian seseorang kesatria, tetapi ini cerita nyata yang diabadikan dalam kitab suci Qur’an. Bagaimana kegelisahan saat melihat kezaliman, keganjilan akan siapa yang sesungguhnya patut disembah.
Alam menjadi tanda dan sumber belajar. Ibrahim mencari Tuhan yang patut disembah tentu bukan patung yang dibuat manusia, bukan sepotong roti yang menjadi tuhan yang manakala lapar kita bisa memakannya. Meski kebanyakan orang saat itu menyembah patung, bukan berarti yang banyak dilakukan orang adalah kebenaran.Logika berpikir tidak akan melompat dalam sebuah kebenaran. Hal yang tidak logis tidak akan berdampingan dengan kebenaran, meski kadang ada saat yang tidak logis keyakinanlah yang menuntun.
Melihat fenomena masyarakat sekitar tidak ada jawab yang memenuhi kepenasarandan hasrattentang Tuhan.Ibrahim pun menggunkan tanda-tanda alam sebagai jawab, saat melihat bintang Ia berpikir bintang ini adalah Tuhan yang patut disembah, namun kala siang bintang tidak lagi bersinar, Ia pun ragu dan tentu bukan Tuhan jika meredup. Melihat bulan pun demikian, bersinar terang namun meredup saat siang hari. Saat melihat matahari Ia menduga mungkin ini Tuhan yang patut di sembah, matahari lebih besar dan sinarnya terang dan kuat. Namun kala senja datang matahari mulai menghilang. Tuhan tentu tidak timbul dan tenggelam.Tidak ada kata putus asa dalam benak Ibrahim untuk mencari kebenaran.
Kebergantungandan keyakinan akan yang Maha Kuasa hadir. Sesungguhnyabintang, bulan dan matahari yang bersinar tentu ada yang menciptkan, begitu pula manusia. Siapa yang sesungguhnya yang menciptkan. Tentu Allah yang Maha Kuasa.Dia yang menghidupkan dan mematikan setiap yang bernyawa. Saat wahyu menuntun keyakinan itu, terdapat pula proses pembuktian akan kebenaran bahwa kuasa Allah menghidupkan dan mematikan. Burung yang terpotong-potong diletakkan di atas batu sebuah bukit, dapat terbang ke bukit yang lain. Tentu Ibrahim bukan tidak percaya Allah yang Maha Kuasa, namun peristiwatersebut menjadi penguat dan penambah keyakinannya.
Peristiwa Allah memberikan wahyu kepada para Nabi, dari sekian banyak Nabi yang diketahui, terhenti pada Nabi Muhammad saw. Artinya manusia saat ini tidak perlu bersusah payah mencari siapa Tuhan dan kebenaran. Karena Nabi penutup para Nabi itu telah memberikan wasiatkepada umatnya berupa Qur’an dan Hadits. Namun sungguh demikian, kita kadang masih bersusah payah untuk bisa menjalankan pesan yang ada dalam Qur’an dan Hadits. Tantangan hidup kita saat ini secara nyata berbeda dengan zaman para Nabi. Namun demikian ini bukan menjadi dalih dalam mengabaikan pesan. Setiap kita memiliki peran, agar tidak mengalami kerugian tertelan zaman yaitu untuk saling mengingatkan. Mengingatkan dalam kebaikan dan kebenaran.
Menjadi orang yang lurus dan benar memang tidak mudah, bukan saja dimusuhi orang tetapi juga kadang terancam jiwa. Apakah jika kita berbuat bengkok-bengkok disenangi orang banyak dan tidak akan mati? Tentu saja tanpa diancam jiwanya manusia bakal mati dengan sendirinya. Sebenarnya manusia yang hidup sedang berjalan menuju lubang kematian masing-masing.Kita tidak pernah tahu sapaan terakhir dari sahabat, senyuman terakhir orang-orang yang kita sayangi, dan matahari pagi terakhir yang kita lihat. Tidak ada yang tahu, dan itu pasti datang. Namun kebaikan dan jalan lurus tidak pernah terjadi jika kita tidak melakukan dan berusaha untuk tetap melakukannya.
So, Think and do Good everything.
I Like Sunday, Selamat beraktivitas. Semoga ini bukan sapaan terakhir.. Hee...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H