"Perih hati membaur dalam haru, menyaksi seorang wanita tegar, namun rapuh, sesungguhnya... mampu menyembunyikan tangis dihadapan anak perempuan kesayangan karena ditinggal lelaki penanggungjawab hidupnya..." Ini kisah nyata yang membuat batin saya sungguh bagai tersilet-silet mendengarnya. Dia seorang wanita beranak satu penjual makanan ringan yang berada tepat disamping kantor saya, sehari-hari saya menyaksikan betapa uletnya dia bekerja, ada saja hal yang dikerjakannya di sela waktu senggang jika tidak ada yang berbelanja di warung yang hanya sepetak milik bosnya, entah menyulam baju, memberi manik-manik pada tas dan mengerjakan hal-hal lain yang dapat dikerjakan untuk menambah penghasilannya. Kemarin di sela-sela jam istirahat kerja saya iseng duduk di warungnya untuk sekedar mengobrol dan membeli makanan ringan sebagai camilan, kami bercerita banyak tentang berbagai hal yang "nongol" di otak kami sebgai bahan cerita siang itu, lalu tidak sengaja tangan saya memegang kotak makannya dan saya pun bertanya "Ibu...masak apa hari ini?" pertanyaan saya ternyata mengundang curhatan ibu ini, dia bercerita dengan genangan air mata yang sesekali menetes , bahwa dia sedang bingung mau makan apa, uang sudah habis, karena gajinya berjualan makanan ringan dalam sebulan hanya 300 ribu rupiah, belum lagi dia harus menyisihkan untuk membayar uang kost yang ternyata hanya terbuat dari tripleks dan bocor dimana-mana, benar-benar tidak layak huni dan belum juga membayar biaya sekolah anak, lalu saya beranikan diri untuk bertanya "memang suami ibu kemana, kenapa ibu sepertinya sendiri menanggung semua ini?" dia menjelaskan bahwa suaminya sudah 6 bulan ini menghilang tanpa kabar atau apapun, bahkan suaminya mengganti nomor ponselnya, sehingga ibu ini tidak dapat menghubunginya sama sekali dan yang lebih parahnya lagi saat ibu ini bertanya dan meminta bantuan kepada keluarga suaminya untuk dibantu mencari suaminya, mereka tidak merespon dan selalu menghindar. Hmmmhhh.....benar-benar suami dan ayah yang tidak bertanggungjawab, saya sedih melihat fenomena ini, hati saya tergerak membantu semampu saya saat itu, karena saya benar-benar merasa iba, apalagi setelah mendengar anaknya berkata "Cindy sayang bapak, bapak Cindy itu pekerja keras, ini aja lagi ngumpulin uang buat cindy beli buku makanya nggak pulang, tante...." Huffff....tanpa sadar air mata saya pun menggenang, dan mengalir, seperti mengalirnya cerita saya yang mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi pasangan suami istri agar patuh pada komitmen pernikahan, saling setia dan bertanggungjawab walau dalam keadaan apapun, berat beban harus dipikul bersama dan samudera bahagia harus diarungi bersama....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H