Saya baru belajar cara mengendarai sepeda motor saat duduk di kelas 2 SMK. Telat ya? Hehe.. soalnya kebanyakan teman saya sudah bisa motoran bahkan sejak SMP. Tapi tidak kurang dari 2 bulan untuk saya akhirnya bisa benar benar dilepas dan mengendarai sepeda motor sendiri. Jadi semester ke 2 di kelas 11 itu saya sudah pulang pergi naik motor, asyique, karena ndak perlu lama nunggu angkot wkwkwk.
AND THE TIME BEGIN.... pada hari Rabu tanggal 1 April 2015, sepulang ekstra kulikuler renang, saat perjalanan mengantarkan teman saya pulang ke rumahnya. Di tengah perjalanan mengantar pulang ternyata hujan turun. Saya berniat untuk mencari tempat berteduh tapi, ketika saya melaju dengan kecepatan kurang lebih 40-60KM/Jam, jalan saya dipotong oleh mobil dari arah depan yang hendak belok kanan tanpa menyalakan lampu sein.
Dengan cepat dan rasa kaget, motor saya rem dan kami terpental. Tahu tahu, saya mencoba berdiri tapi tidak bisa melihat apa-apa. Saya hanya mendengar tangisan teman saya meneriaki nama saya dan seolah histeris menanyakan bagaimana keadaan saya.
Kami ditolong oleh warga sekitar lokasi, awalnya saya masih kekeuh ingin pulang sendiri (saya sudah bisa melihat wkwk, mungkin awal tadi itu dikarenakan saraf mata saya masih kaget) namun ketika akan mengambil tas, tangan kiri saya terasa berat sekali dan sakit untuk digerakkan. S
aya bingung dan menangis, ketika saya ingin meraba bahu kiri saya, ternyata tulang selangka saya sudah menyundul dari kulit dan patah sampai bisa saya rasakan. Selanjutnya, saya menjalani operasi pemasangan pen agar tulang saya bisa bersatu kembali. Dan selama setahun lebih saya tidak boleh motoran serta tangan saya harus disangga oleh hand holder.
Setelah kejadian tersebut, saya merasa ngilu tiap melihat orang yang mengendarai motor dengan kecepatan sedang sampai cepat. Saya juga akan langsung menolak dan menjadi panas dingin ketika kondisi hujan dan posisi berada di jalanan. Saat dibonceng pun, saya juga merasa keringat dingin. Keadaan seperti itu saya alami cukup lama. Kira - kira mulai akhir 2016 sampai pertengahan 2017 banyak sekali fase yang saya alami untuk bisa mengalahkan trauma saya.
Saya selalu didampingi oleh kakak kakak saya dan mereka memberikan support untuk bisa mengalahkan trauma dan ketakutan saya saat itu. Mereka selalu menanamkan pikiran positif untuk saya seperti, memang tidak mudah untuk melupakan, tapi setidaknya saya tidak boleh untuk terus terusan memikirkan kecelakaan tersebut.
Hujan yang datang merupakan berkah dari Tuhan, jadi saya tidak boleh memikirkan akan ada kejadian buruk saat hujan turun. Mereka juga memberi tahu saya bahwa bisa jadi kecelakaan yang saya alami adalah sebagai pengingat untuk tidak ngebut saat bermotor, jadi ada hikmah dibalik kejadian tersebut.
Nah, karena adanya perlakuan seperti yang dilakukan oleh kakak kakak saya bisa dikatakan sebagai bentuk stimulus untuk membantu menyelesaikan masalah traumatik yang saya alami pada saat berkendara. Oleh karena itu, teman teman.. jika kalian memiliki kejadian buruk hingga membuat kalian merasa takut atau menimbulkan trauma, coba saja diceritakan dan belajar untuk mengatasi agar tidak terlalu memikirkannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI