Lihat ke Halaman Asli

'Payudara Montok' Sebuah Doa?

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terbersit dan terucapkanniat dan keinginan untuk menjadikan diri lebih cantik dengan operasi payudara. Rencana nya nanti ketika umur empat puluh menjelang lima puluh tahun. Ketika sudah melahirkan, dan menyusui. Sudah pasti bentuk payudara menjadi tak beraturan.

Membesar ketika kehamilan hingga menyusui. Selesai menyusui, ukuran kembali menciut. Lalu membesar lagi ketika hamil anak kedua, begitu seterusnya, anak ketiga, ke empat….. pasti tak lagi kencang, tingkat kekenduran akan menurun beberapa derajat setiap kali urusan menyusui selesai setiap dua tahun, bayangkan jika itu total menyusui bayi kita enam hingga delapan tahun?

Ditambah jeda beberapa tahun dengan jarak kelahiran anak. Wah…benar-benar elastis dan memanjang serta menurun kondisinya. Ah…bayangan payudara yang kendur dan menurun membuatku ngeri, membuat kepercayaan diriku terhempas, aku merasa aku tak cantik lagi. Apalagi membayangkan jika nanti kekasih dan suamiku lebih menyukai keadaan payudaraku dulu.

Sejak gadis dan mulai mandiri secara finansial, selalu diniatkan dalam hati untuk membuat rekonstruksi payudara. Aku menyisihkan uangku dan menabung untuk itu. Ketika akhirnya bertemu dengan suamiku, aku menyampaikannya bahwa ada rencana masa gadisku yang aku ingin dia menghormatinya sebagai pilihanku, untuk melakukan itu.

Suami selalu meyakinkan bahwa cinta dia tak akan berubah dengan keadaan payudaraku. Hemmm….indah memang penerimaan dia terhadapku, tapi ini bukan perkara apa yang bagus menurut suamiku atau orang lain. Aku memang ingin melakukannya untuk diriku sendiri. Bertanggung jawab atas pemikiran dan membuat keputusan sendiri serta berani mengambil resiko atas tindakanku sendiri. Aku bangga menjadi wanita yang memiliki kebebasan berpikir dan bertindak sebagai wanita dewasa.

Begitu pula dengan keinginan untuk melahirkan secara ‘caesarian’. Supaya menghindarai kesakitanyang luar biasa dalam ketidak pastian menunggu kapan bayi kita akan keluar. Dengan operasi Caesar, waktu sudah jelas, sakit memang setelahnya, tapi ketika dilakukan kita tidak merasakan apa-apa. Yakin dengan kepastian bahwa paling tidak bayi kita akan diangkat keluar dari tubuh, dalam hitungan satu jam, kita sudah bisa melihat wajah bayi kita.

Bayangkan jika melahirkan secara normal, bisa berjam-jam prosesnya, menunggu rasa melilit yang mencabik otot-otot sekitar perut, membuat syaraf otak menjadi seperti terbakar, membuat pita suara menjerit karena kesakitan. Sangat menyakitkan bagai di sayat sembilu lalu di taburi garam dan jeruk nipis berjam-jam lamanya menunggu bukaan didaerah kemaluan, menahan siksaanpaling tidak selama tiga jam hingga dua puluh empat jam.

Huft….luar biasa, tak sanggup rasanya membayangkan untuk mengalami kesakitan itu. Tak punya nyali aku dan tak punya kesabaran itu. Kenapa harus memilih untuk sakit jika ada pilihan lain yang lebih pasti berapa lama rasa sakitnya dan berapa lama prosesnya agar bisa melihat wajah bayi kita. Bulat tekadku untuk melahirkan dengan operasi Caesar, jika aku hamil nanti. Itu rencanaku untuk kehamilan dan proses melahirkannya.

Sejak umur dua puluhan, ketika bisa mandiri secara fiansial dan merasa sudah cukup dewasa dengan keinginan dan berani menerima resiko dan tanggung jawab dari setiap perkataan dan perbuatan. Mulailah aku gencar berniat, berencana dan berkata tentang hal-hal yang aku anggap baik untukku dimasa datang.

Temanku seringkali memotivasi dan mengingatkan bahwa setiap perkataan yang baik adalah doa. Kita berdoa untuk setiap hal yang menjadi keinginan kita, berdoa agar dimudahkan. Berdoa agar dihindarkan dari kesulitan, berdoa untuk kebahagiaan orang lain, kesehatan dan keberkahan.

Apakah menginginkan suatu keburukan menimpa orang lain dalah juga suatu doa? Aku tak tahu……Doa bagiku adalah segala kebaikan yang menurut nalarku benar, untukku sendiri dan tidak merugikan orang lain.

Aku yakin Tuhan mendengar niat, perkataan dan segala usahaku. Aku berhasil melahirkan dengan cara caesarian, aku tak merasakan sakit berjam-jam ketika bayiku lahir. Ya…benar itu, aku hanya menunggu satu malam tanpa sakit dan tertidur pulas. Bayi pun keluar tanpa aku sadari. Kurasakan perih sedikit karena luka bekas jahitan, tapi dokter menyarankan aku berjalan setelah enam jam pasca operasi, dan hari ketiga aku sudah bisa berjalan lancar dan tak ada rasa sakit. Begitu juga dengan anak kedua, bayi sehat keluar dan dalam waktu seminggu aku sehat kembali.

Lalu kali ini mungkinkah Tuhan juga memberiku kesempatan untuk merekonstruksi payudaraku? Dengan dugaan kanker payudara?

Masihkan aku sanggup membayangkan bentuk payudaraku yang kencang dan indah? Akankah keadaan ini ku terima dengan kebahagiaan karena Tuhan sudah mengabulkan keinginanku? Sanggupkah terus berbaik sangka kepada Tuhan karena Dia menyayangiku? Dia mengabulkan setiap niat, perkataan dan usahaku?

Singapore, 6 October 2014, menunggu hasil biopsy dalam ketidakpastian.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline