Lihat ke Halaman Asli

Reno Dwiheryana

TERVERIFIKASI

Blogger/Content Creator

Liga Super Eropa, Pembangkangan Klub Kaya Raya

Diperbarui: 26 April 2021   11:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Liga Super Eropa (Bola)

Diiringi oleh kecaman dan ditinggalkan oleh 10 klub pesertanya membuat agenda European Super League terancam gagal terealisasi. Walau demikian 2 klub tersisa yaitu Juventus dan Real Madrid tetap kukuh agar kompetisi tandingan Liga Champion itu terwujud dan menyatakan tidak takut terhadap konsekuensi sanksi yang akan diterima dari UEFA.

Dan nampaknya hal itu benar adanya, sebagaimana kisruh yang diakibatkan oleh agenda Liga Super Eropa para fans Juventus dan Real Madrid bisa bernafas lega karena UEFA masih mengikutsertakan kedua klub pada kompetisi Liga Champion musim 2021/2022 dilatarbelakangi oleh ikatan kontrak berjalan antara UEFA dengan stasiun televisi dan sponsor.

Menarik disimak bahwa ide gila agenda Liga Super Eropa ini bergulir berbarengan dengan dikemukakannya format baru "The Swiss Model" Liga Champion yang menurut rencana akan diterapkan pada musim 2024/2025 mendatang.

Namun UEFA bertindak cepat dan cermat. Sebelum agenda Liga Super Eropa matang terbentuk, UEFA dengan melibatkan federasi dari 12 klub penggagas Liga Super Eropa memberikan peringatan keras baik kepada klub maupun pemain yang terlibat didalamnya agar tidak berkhianat dan terbukti bahwa gertakan UEFA itu ampuh.

Merujuk pada agenda Liga Super Eropa cukup membuat penasaran Penulis. Bukan saja pada maksud tujuan dibelakangnya, melainkan mengapa 12 klub penggagasnya sampai nekat begitu melakukannya?

Penulis melihat upaya perlawanan klub-klub yang menginisiasi kompetisi tandingan Liga Champion itu merupakan sebuah bentuk pembangkangan terhadap sejarah sepakbola.

Seperti Anda-anda ketahui, UEFA merupakan induk sepakbola benua Eropa. Dengan kata lain, mengapa sepakbola Eropa sampai berkembang dan sebesar seperti sekarang ialah berkat profesionalisme yang organisasi tersebut upayakan selama hampir 67 tahun sejak didirikan.

Bukankah hal yang sangat konyol jika ada klub di benua Eropa yang bercita-cita membuat kompetisi tandingan Liga Champion. Apakah karena mereka klub besar dengan basis fans di seluruh penjuru dunia lantas mereka bisa dengan mudahnya mengancam UEFA?

Sangat jelas disini bahwasanya ada masalah komunikasi antara UEFA dan klub penggagas Liga Super Eropa. Ada ketidakpuasan dari kepemimpinan yang sejatinya tidak dikemukakan ke publik pecinta sepakbola menyangkut kisruh yang terjadi.

Mengacu pada format baru The Swiss Model Liga Champion dimana menambah 4 dari total 36 klub peserta jadi biang keladi awal kisruh Liga Super Eropa ini terjadi.

Tak sedikit klub mengeluhkan bahwa format baru Liga Champion ini bisa mengganggu baik jadwal liga maupun kompetisi domestik yang dapat berakibat buruk bagi tim.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline