"Pelaksanaan kebiri kimia dilakukan setelah pelaku persetubuhan selesai menjalani pidana pokok berupa hukuman penjara."
Dikutip dari laman Kompas.com, Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Lantas siapa-siapa saja yang dikenakan sanksi hukum ini dan bagaimana teknis proseduralnya?
Dalam PP tersebut pada Pasal 2 ayat 1 dijabarkan bahwa pelaku "persetubuhan" terhadap anak yang telah memiliki kekuatan hukum tetap bisa dikenakan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi.
Sedangkan pada ayat 2-nya, pelaku "perbuatan cabul" terhadap anak hanya dikenakan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dan rehabilitasi.
Namun di Pasal 4 PP tersebut tidak mengenakan tindakan kebiri kimia maupun pemasangan alat pendeteksi elektronik kepada pelaku persetubuhan atau pencabulan yang masih berstatus anak-anak.
Pasal 6 dan 7 ayat 2 menjelaskan bagaimana teknis tindakan kebiri kimia dilakukan yaitu dengan diawali tahapan penilaian klinis berupa proses wawancara klinis oleh psikiatri, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Kemudian tindakan kebiri kimia dikenakan kepada pelaku persetubuhan paling lama dua tahun dan dilakukan di Rumah Sakit milik pemerintah atau Rumah Sakit daerah yang ditunjuk. Pelaksanaan kebiri kimia dilakukan setelah pelaku persetubuhan selesai menjalani pidana pokok berupa hukuman penjara.
Berdasarkan Pasal 10 ayat 3, pelaku persetubuhan terhadap anak bisa terbebas dari tindakan kebiri kimia bila analisis kesehatan dan psikiatri menyatakan tidak memungkinkan.
Lebih lanjut PP ini juga menjabarkan mengenai prosedural pengumuman identitas pelaku dimana dilakukan setelah pelaku selesai menjalani pidana pokok dan dipublikasi melalui papan pengumuman, laman resmi kejaksaan, media cetak, media elektronik, dan media sosial.