Terdakwa penyiraman air keras kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan yaitu RKM dan RB dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan ancaman sanksi hukuman satu tahun penjara. Namun tuntutan tersebut mengundang polemik kalangan umum karena dinilai sangat ringan dan tidak mencerminkan keadilan.
Kedua terdakwa melalui tim kuasa hukumnya menyampaikan pledoi di hadapan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat bahwa keduanya tak memiliki maksud untuk mencelakai atau menimbulkan luka berat terhadap Novel Baswedan. Tindakan kedua terdakwa dilandasi benci lantaran Novel dianggap pribadi yang lupa pada institusi Polri, sebagai institusi yang membesarkan nama Novel.
Sontak babak baru dari lanjutan kasus yang dialami Novel Baswedan ini berubah menjadi bola panas bagi Istana. Tak sedikit pihak meminta Presiden Jokowi menindaklanjuti proses hukum kasus Novel Baswedan dengan serius karena dinilai janggal.
Pihak Istana pun angkat bicara bahwa Jokowi selaku Presiden tidak dapat menginterfensi kasus Novel Baswedan dan meminta agar setiap pihak menghormati mekanisme proses hukum yang berlaku serta berharap Hakim nantinya dapat memutuskan kasus Novel Baswedan dengan seadil-adilnya.
Menanggapi proses peradilan terhadap kasus Novel Baswedan menurut Penulis memang tidak lepas dari unsur tanda tanya, bahkan untuk orang awam akan ilmu hukum sekalipun.
Bagaimana tidak, suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai tindakan kriminal dan direncanakan serta mengakibatkan korban yaitu Novel Baswedan mengalami cacat seumur hidup dimana sebelah matanya sampai buta hanya dituntut hukuman sanksi penjara satu tahun?
Tentu gambaran di atas sungguh tidak masuk di akal. Dalam konteks sanksi hukum satu tahun penjara bagi kedua terdakwa sama saja dengan mencederai sistem peradilan di Indonesia.
Wajar bilamana Novel Baswedan pun menyatakan, "orang itu mau dihukum 100 tahun pun saya tidak untung, orang itu mau dibiarkan saja saya tidak rugi".
Pada poin pokoknya bahwa betul proses hukum yang janggal tersebut perlu dilawan karena hal itu merupakan kepentingan masyarakat banyak. Jika sampai hukum negara tidak lagi bisa diharapkan, lalu apakah masyarakat perlu menerapkan hukum rimba untuk mendapatkan keadilan.
Dibalik proses hukum kasus Novel Baswedan yang tendensius ini, pertanyaan terbesarnya ialah apa sih untungnya bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?
Dalam cakupannya begini. Media dan publik kini ramai-ramai menyoroti proses hukum yang berlangsung, namun bilamana proses hukum itu selesai dan sanksi hukum sudah dipandang memenuhi asas keadilan maka apa selanjutnya bagi lembaga anti rasuah ini kedepannya dan apa langkah konkrit pemerintah terhadap kasus pidana korupsi?