Lihat ke Halaman Asli

Reno Dwiheryana

TERVERIFIKASI

Blogger/Content Creator

Adab dalam Menyingkapi Takdir

Diperbarui: 26 April 2019   08:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Takdir (Qureta)

Sepekan lebih tepatnya tanggal 17 April 2019 lalu, Indonesia baru saja melaksanakan Pemilu serentak untuk memilih Presiden berikut Wakil Presiden serta anggota legislatif periode 2019 s.d 2024 mendatang. Walau tidak dapat dikatakan sempurna, bersyukur situasi kondisi pelaksanaan Pemilu berlangsung kondusif. Segala bentuk kekhawatiran masyarakat jelang Pemilu dapat diredam dan masyarakat dapat beraktivitas normal sesudahnya.

Namun demikian kabar duka menyelimuti pelaksanaan Pemilu kemarin, sebagaimana informasi melalui portal berita Kompas.com bahwa hingga kini tercatat 225 anggota KPPS meninggal dan 1.470 anggota KPPS sakit, diantara penyebabnya ialah faktor kelelahan serta mengalami kecelakaan. 

Dari pihak KPU berencana memberikan santunan bagi anggota KPPS yang tertimpa musibah, akan tetapi anggaran santunan belum ada kepastian berapa besarannya.

Di balik berakhirnya pelaksanaan Pemilu 2019 dan kabar duka yang dialami anggota KPPS, sedikit ada keresahan Penulis terhadap situasi kondisi mental dari pihak-pihak tertentu dalam menanggapi musibah ini. Entah apa yang ada dibenak maupun di lubuk hatinya, namun beberapa dari mereka seperti "memanfaatkan" musibah ini sebagai momentum mencari kambing hitam.

Mereka seolah tidak peduli terhadap kesusahan dan kesedihan yang dialami korban maupun anggota keluarga yang ditinggalkan. Disaat anggota keluarga mencoba berusaha untuk ikhlas, sedangkan bagi mereka Pemilu kemarin itu sebuah aib, petaka besar, dan harus ada pihak yang bertanggungjawab. Akan tetapi pertanyaan besarnya adalah apakah datangnya kematian seseorang dapat ditebak kapan waktunya?

Ini yang Penulis tidak habis pikir terhadap nalar mereka yang mohon maaf tidak memiliki adab dalam menyingkapi "takdir", salah satunya yaitu kematian. Kematian itu adalah suatu hal yang pasti. Pasti karena setiap manusia akan mengalaminya dan pasti tidak seorangpun manusia tahu kapan dimana waktunya kematian menghampirinya terkecuali Allah.

Sebagaimana dikutip dari hadist riwayat Al Bukhari dan Muslim mengenai penciptaan manusia dalam kandungan dan ditetapkannya takdir manusia bahwa : 

Dari Abdullah bin Mas'ud Radhiallahu 'Anhu, dia berkata: telah berkata kepada kami Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan dia adalah orang yang  jujur lagi dipercaya. "Sesungguhnya tiap kalian dikumpulkan ciptaannya dalam rahim ibunya, selama 40 hari berupa nutfah (air mani yang kental), kemudian menjadi 'alaqah (segumpal darah) selama itu juga, lalu menjadi mudghah (segumpal daging) selama itu, kemudian diutus kepadanya malaikat untuk meniupkannya ruh, dan dia diperintahkan mencatat empat  kata yang telah ditentukan: rezekinya, ajalnya, amalnya, kesulitan atau kebahagiannya..."

Hadist diatas turut menyebutkan bahwa takdir Allah bagi setiap hamba-hambanya meliputi rezeki, ajal, amal, dan bahagia serta kesulitannya. Secara jelas bahwa setiap manusia tidak lepas dari rencana atau kepastian Allah. Untuk lebih memperdalam prihal hadist tersebut maka Penulis sarankan konsultasikan dengan mereka yang berilmu dan beramal saleh.

Sebagai umat beragama seharusnya kita-kita ini memiliki adab dalam menyingkapi takdir. Menyingkapi takdir bukan sekadar sebagai diri pribadi (yang akan mengalaminya) tetapi juga menyingkapi takdir orang lain, bukan malah asyik mempeributkannya seakan tebak-tebakan buah Manggis atau malah menjadikannya momentum untuk menjatuhkan pihak lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline