Ada kalimat yang mengatakan "uang dapat membeli segalanya", benarkah demikian? Pada hakikatnya uang diciptakan manusia sebagai alat tukar guna menggantikan sistem barter yang telah dikenal oleh manusia pada zaman dulu.
Di era modern sekarang, dirangkum melalui Wikipedia uang secara umum didefinisikan sebagai alat tukar sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya berikut dapat juga dipergunakan untuk pembayaran hutang.
Uang sebagaimana wujud dan rupanya tetap memiliki "keterbatasan" mengikuti manusia sebagai mahluk yang menciptakannya, uang tidak dapat menggantikan nyawa, uang tidak sepadan dengan sehat, dan satu hal lagi uang tidak bisa membeli kebahagiaan.
Ketika anda kehilangan orang tercinta maka uang tak dapat menggantikan ketiadaan dari orang tersebut, pada saat anda menderita sakit maka uang tidak serta merta dapat membuat seketika anda kembali sehat, dan kebahagiaan tidak dapat dihitung dengan banyaknya uang.
Berkaitan dengan uang, acapkali terungkap pemikiran yang menyatakan bahwa hidup betaburkan uang, harta, ataupun materi maka menjamin kebahagiaan. Oleh karena itu tidak jarang banyak manusia yang menghabiskan waktu demi waktunya hanya untuk mencari dan mengumpulkan uang demi mencapai kebahagiaan semu yang pribadi harapkan.
Akan tetapi disitulah timbul antiklimaks dimana wujud kebahagiaan yang pribadi harapkan menjadi absurd, manusia cenderung menjadi budak dunia yang lupa akan segalanya.
Lantas apa makna kebahagiaan sebenarnya dan tepatnya dimanakah kebahagiaan itu berada?
Merujuk kepada makna kebahagiaan sebenarnya sangatlah sederhana yaitu suatu keadaan dimana pribadi merasakan senang disertai hati damai tanpa pengecualian. Kebahagiaan tidak serta merta hanya berkutit dengan uang, sebagai gambaran fenomena klakson telolet bus yang digemari anak-anak kala itu.
Tentu anda bertanya-tanya mengapa anak-anak dapat begitu riang gembira hanya menanti bus yang lewat dan membunyikan klaksonnya? Karena dunia anak-anak meliputi masa bersenang-senang dan bermain, hidup mereka tak sekompleks dunia orang dewasa yang disertai ujian-ujian kehidupan. Dengan begitu anak-anak mampu menyaring dan mentransformasikan makna dari kebahagiaan dengan leluasa.
Lalu apakah orang dewasa tidak mampu melakukan hal serupa? Pada kenyataannya bisa, menjawab pertanyaan sebelumnya dikarenakan kebahagiaan itu wujud letaknya dalam pikiran manusia.
Seiring umur bertambah diikuti dengan kompleksitas kehidupan pada hakikatnya manusia dewasa didukung dengan kemampuan menyelesaikan permasalahan (problem solve) yang sangat baik, tak terkecuali dalam memaknai arti dari kebahagiaan.