Lihat ke Halaman Asli

Reno Dwiheryana

TERVERIFIKASI

Blogger/Content Creator

Program JKN Perlu Diselamatkan

Diperbarui: 4 Agustus 2018   07:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ngopi Bareng JKN

4,5 tahun sudah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinikmati seluruh rakyat Indonesia. Program yang diinisiasi oleh pemerintah pada 1 Januari 2014 tercatat telah diikuti oleh  200.290.408 jiwa penduduk Indonesia (per 1 Agustus 2018) dan bekerja sama dengan 22.365 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 2.418 rumah sakit dan klinik utama, 1.579 apotik, dan 1.081 optik (per Juli 2018).

Pencapaian yang diraih program JKN-KIS menandakan keberhasilan dari program ini serta gambaran komitmen memberikan pelayanan dan kerja keras BPJS Kesehatan sebagai pengelola, namun disisi lain keberhasilan ini menjadi tantangan tersendiri bagi BPJS Kesehatan untuk terus meningkatkan mutu pelayanan serta mengontrol pembiayaan agar efektif dan efisien sebagaimana diatur dalam undang-undang. 

Diantara begitu banyak peserta yang merasakan manfaat dari program JKN-KIS, justru sekitar 13 juta peserta JKN-KIS non aktif atau tidak lagi membayar iuran bulanan, hal ini disampaikan dalam acara Ngopi Bareng JKN pada hari Kamis bertempat di Cerita Cafe (2/8/2018). 

Turut hadir sebagai narasumber Bpk. Nopi Hidayat Kepala Humas BPJS Kesehatan, Bpk. Agus Pambagio Pengamat Kebijakan Publik, Bpk. Chazali Situmorang Pengamat Asuransi Kesehatan, dan Bpk. Budi Mohammad Arief Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan. 

Ketidakdisiplinan peserta JKN-KIS non aktif kiranya dapat mengancam keberlangsungan program ini disebabkan defisitnya anggaran serta adanya selisih nominal dimana nilai premi iuran peserta saat ini tidak sesuai dengan nilai aktuaria. 

Ketidakpahaman peserta mengenai program JKN pun menambah beban pembiayaan dikarenakan tak sedikit peserta yang datang ke fasilitas kesehatan untuk meminta rujukan dimana gangguan kesehatan yang mereka alami belum dikategorikan perlu ditindaklanjuti penanganan medis.

Oleh karena itu BPJS Kesehatan membuat resolusi efisiensi keuangan guna mengatasi bengkaknya beban pembiayaan. Beberapa diantaranya :
1. Mendatangi perusahaan-perusahaan yang menunggak pembayaran untuk segera melunasi.
2. Menerapkan sistem auto debit pembayaran iuran dengan terlebih dahulu ada persetujuan dari peserta JKN-KIS.
3. Merekrut kader JKN untuk memberikan informasi akurat mengenai program ini.
4. Penagihan kepada peserta dengan cara sms blast.
5. Memberi kemudahan kepada peserta JKN untuk menyicil tagihan iuran.

Berdasarkan analisa BPJS kesehatan pada tahun 2017 mendapati beberapa penyakit dengan biaya medis tertinggi, seperti pelayanan jantung, kanker, cuci darah, berikut pelayanan bayi baru lahir yang mencapai 1,17 triliun, katarak 2,65 triliun, dan rehabilitasi medik sebesar 965 miliar.

Mengacu pada analisa tersebut maka BPJS Kesehatan mengeluarkan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan untuk mengatur penjaminan pelayanan operasi katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik. 

Implementasi 3 peraturan tersebut bukan berarti menghilangkan manfaat atau mengurangi mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JKN-KIS. Sebagaimana manfaat tetap diberikan tetapi disesuaikan dengan kondisi keuangan saat ini dan dalam peraturan tersebut masyarakat tidak perlu khawatir karena BPJS Kesehatan tetap menerapkan standar pelayanan yang diberikan kepada peserta JKN-KIS.

Kembali perlu diberitakan bahwa 3 peraturan tersebut adalah guna keberlangsungan program agar masyarakat Indonesia maupun para peserta dapat terus merasakan manfaat, BPJS Kesehatan tidak sama sekali mengatur ranah medis. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline