Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do'a anak yang sholeh" (HR. Muslim no. 1631)
Masih berkenaan dengan momentum bulan suci Ramadhan kali ini izinkan Penulis untuk membawakan berikut membahas materi keagamaan dalam tajuk keluarga.
Sebagaimana tertulis pada HR. Muslim no. 1631, bahwa salah satu dari tiga perkara yang tidak akan terputusnya amalan ketika manusia meninggal ialah doa dari anak yang saleh. Hal ini menurut Penulis sangatlah menarik dikarenakan bagaimana Allah menempatkan betapa istimewanya anak sebagai pendulang pahala bagi orangtua yang telah tiada dengan cara mendoakannya. Anak yang saleh diibaratkan sebagai investasi jangka panjang dimana ia akan manfaat bagi orangtuanya, keluarganya, maupun orang lain disekitarnya.
Namun tahukah bahwa dibalik doa dari anak yang saleh sebenarnya terkandung pertanyaan besar yaitu bagaimana membentuk pribadi anak yang saleh? Ini tentu akan menjadi persoalan karena tanpa kehendak Allah maka mustahil seorang anak ujuk-ujuk terlahir ke dunia dalam keadaan saleh. Mereka (anak) mengalami proses seiring pertumbuhannya menuju dewasa, mereka butuh pemandu dalam kerasnya realita kehidupan, mereka perlu dididik agar bermanfaat, mereka membutuhkan kasih sayang dan peran dari orangtuanya.
Lantas apa-apa saja yang perlu dilakukan untuk membentuk pribadi anak yang saleh?
1. Anak saleh dan salehah perlu dibina dengan pendidikan agama. Bukan les privat, les bahasa asing, macam kegiatan ekstrakulikuler, dan lain semacamnya.
Pendidikan agama secara meyakinkan dapat membentuk pribadi anak yang baik, patuh dan berbakti kepada orangtuanya, gemar beribadah, dekat dengan Allah Swt, taat kepada hukum dan peraturan, saling menghormati dan menghargai sesama, sikap peduli yang tinggi untuk saling tolong menolong, dan banyak lagi manfaat lainnya.
Sekarang pertanyaannya apa mungkin ada orangtua yang tidak menginginkan anaknya memiliki kepribadian seperti yang dijabarkan sebelumnya? Bukankah hal-hal tersebut (memiliki anak saleh dan salehah) menjadi sesuatu kebanggaan bagi orangtua dalam hidupnya, begitupun kebanggaan orangtua ketika kelak berhadapan dengan sang Khalik.
2. Anak saleh dan salehah terbentuk dari orangtua-nya yang saleh. Jadi enggak bisa tuh ujuk-ujuk si anak saleh dan salehah tanpa dibarengi orangtuanya saleh dan juga salehah. Orangtua baik Ayah dan Ibu harus turun gunung ikut berperan menjadi role model untuk membentuk karakter kepribadian anak dikarenakan pendidikan internal yaitu keluarga adalah pondasi dari ihwal keimanan anak.
Bagaimana orangtua yang saleh dan salehah memberikan contoh menjadi pribadi yang baik dan manfaat kepada anak. Bagaimana orangtua memberikan pendidikan agama kepada anak, bagaimana orangtua senantiasa memberikan kasih sayang kepada anak, bagaimana hubungan orangtua dengan Allah dan mencontohkannya kepada anak, serta langkah-langkah support lainnya yang menjadikan anak paham akan jasa-jasa yang orangtuanya lakukan ialah untuk membentuk dirinya menjadi anak yang saleh dan salehah.
3. Menjaga anak dalam hal pergaulan. Kerap kali faktor kesibukan orangtua sehari-hari menjadikan orangtua lalai dalam memantau seperti apa lingkup pergaulan anaknya. Dengan menganggap anak sudah besar, sudah beranjak dewasa, dan mampu menjaga dirinya, ataupun mempercayakan si mbok (pembantu) untuk menjaga anak, hingga menganggap nominal uang mampu menggantikan kasih sayang, membuat orangtua lupa untuk mengawasi pergaulan anak.
Mengacu pada permasalahan ini seharusnya orangtua membuat semacam perbandingan berapa lama quality time yang dihabiskan untuk anak dan berapa lama waktu yang dihabiskan untuk kesibukannya. Apabila lama quality time bagi anak minim ketimbang waktu yang dihabiskan orangtua dalam kesibukannya maka niscaya orangtua takkan mengenal karakter kepribadian yang ada pada diri anaknya.