Lihat ke Halaman Asli

Reno Dwiheryana

TERVERIFIKASI

Blogger/Content Creator

Artis Alay dan Buruknya Kualitas Pertelevisian

Diperbarui: 20 Maret 2018   14:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. (Sumber: kompas.com)

Ranah netizen kembali ramai manakala sesosok publik figur mengemukakan pandangannya prihal artis-artis "alay" yang menghiasi program tayangan televisi. Ia merasa geram dengan keberadaan artis-artis alay tersebut yang menjadikan tayangan televisi tidak mendidik khususnya bagi kalangan anak-anak.

Dari bentuk keprihatinan itu sontak ramai-ramai publik figur menyuarakan hal yang sama akan kekhawatiran mereka terhadap mutu kualitas tayangan pertelevisian di Indonesia yang dinilai sangat kurang. Barulah setelah kehebohan pemberitaan artis-artis alay ini mencuat, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) angkat bicara dan mengundang publik figur untuk bersuara di hadapan mereka. Lantas pertanyaannya, apakah heboh artis-artis alay ini akan menjadikan pertelevisian di Indonesia 180 derajat berubah?

Memandang bentuk keprihatinan dari sosok publik figur, mungkin bisa dikatakan telat bin terlambat. Mohon maaf ranah publik semisalkan di Kompasiana saja, lumayan banyak artikel-artikel lama yang menyuarakan hal yang sama akan begitu banyaknya program tayangan televisi tidak bermutu. Bahkan bisa dilihat pada website aduan KPI segudang keluh kesah masyarakat terhadap kualitas pertelevisian di Indonesia, akan tetapi apakah aduan tersebut diakomodir semua? Tidak.

Lalu siapa yang harus di kambing hitam-kan dari buruknya kualitas pertelevisian di Indonesia? Apakah artis-artis alay tersebut, KPI selaku pengawas pertelevisian yang kurang profesional, masyarakat sebagai pemirsa yang tak pandai memilah, atau stasiun televisi yang merekrut mereka (artis-artis alay) untuk mengisi program acara?

Jika diperhatikan stasiun-stasiun televisi yang ada saat ini beberapa sudah tutup mata dengan yang namanya kualitas, apalagi bermartabat dan mendidik. Kapasitas tayangan bermutu mungkin porsinya hanya kisaran 5 persen dan selebihnya diisi oleh program tayangan yang prioritas pada rating dan iklan.

Masyarakat yang peduli kepada kualitas pertelevisian pun seolah tak kuasa, alhasil opsi yang mereka dapati adalah menonton dengan rasa muak atau matikan televisi lakukan hal yang bermanfaat lainnya. 

Menjadikan pertelevisian di Indonesia berkualitas, bermartabat, dan mendidik boleh dibilang sebuah mimpi di siang bolong tatkala maraknya sinetron-sinetron yang mempertontonkan khayalan, keglamoran, dan hedonis, infotainment yang berisikan aib dan gosip, talkshow yang tidak bermutu, dan lain-lain sebagainya. Pertanyaannya apakah program-program tayangan tersebut akan dibiarkan dan bebas bergentayangan?

Penulis kira artis-artis alay tidak akan pernah ada bilamana tidak dikembangbiakan dengan hadirnya program tayangan berkualitas dan masyarakat yang pandai memilah serta pengawasan dan sanksi tegas oleh institusi berwenang. Namun sayangnya selama hal-hal tersebut minim perhatian dan dibiarkan maka jangan heran bilamana akan semakin banyaknarti-artis alay berseliweran dan kualitas pertelevisian tak akan melihat sisi terang. Demikian, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline