Lihat ke Halaman Asli

Reno Dwiheryana

TERVERIFIKASI

Blogger/Content Creator

Kesunyian Tabuh Genderang Perang Melawan Narkoba

Diperbarui: 22 Maret 2017   13:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pepatah mengatakan "sedia payung sebelum hujan" atau "mencegah lebih baik ketimbang mengobati", kedua kalimat berisikan nasehat tersebut kerap kita dengar manakala mewanti-wanti kemungkinan akan timbulnya sesuatu hal yang tidak terduga-duga. Pertanyaannya bermanfaatkah bagi kehidupan? Jelas ya. Dalam hidup prihal masa depan tidak seorang pun manusia yang tahu akan seperti bagaimananya, oleh karena itu persiapan yang matang menjadi bekal berguna untuk menghadapi segala kemungkinan.

Akan tetapi sangat disayangkan bahwa kedua kalimat tersebut sama sekali tidak punya arti manakala menghadapi masalah "narkoba". Barang haram yang jelas-jelas melanggar hukum ini walau celah-celah peredarannya dicoba untuk dihalau oleh penegak hukum namun keberadaannya masih terendus. Seolah tak mengenal rasa takut, narkoba tetap masuk ke Indonesia dengan beragam bentuk dan modus operandi. Besarnya nilai nominal keuntungan yang didapatkan dari menjual barang haram ini seperti jauh lebih tinggi ketimbang resiko sanksi maksimal hukum yang diterima, hukuman penjara seumur hidup maupun eksekusi mati.

Jeruji besi penjara tidak menjadi penghalang, bahkan deretan eksekutor hukuman mati dengan larasnya sama sekali tidak membuat gentar. Keran narkoba tetap mengalir ke tanah air hingga ke tangan para warga binaan, jumlahnya pun kian fantastis yang membuat hati bertambah miris. Kerugian sudah tak terhitung lagi besarannya manakala barang haram ini terus beredar di masyarakat, merusak segala kalangan sampai ke penerus generasi bangsa.

Masalah narkoba di Indonesia di ibaratkan negeri ini sudah dalam keadaan basah kuyup atau pesakitan terhadap narkoba. Sedia payung sia-sia dan tak mampu berkutik karena sudah jatuh sakit, narkoba seolah tidak bisa lagi dibendung. Status darurat narkoba memang sudah diberlakukan dan genderang perang melawan narkoba telah ditabuh serta hukuman maksimal pun telah diterapkan, jadi apalagi yang kurang?

Dibalik usaha berkelanjutan yang telah dilakukan negeri ini untuk memberanguskan narkoba, tak pelak dari hambatan dari internal maupun eksternal. Sisi internal, adanya keterlibatan oknum aparat hingga petugas lapas bukan sekedar isapan jempol semata, hukum bisa dibeli menjadi tabir gelap begitu sulit tegaknya hukum di Indonesia, faktor lapas yang kelebihan kapasitas warga binaan hingga kini belum menemukan titik terang, dan panas dinginnya iklim politik tanah air menjadikan masalah narkoba di anaktirikan. Sedangkan dari sisi eksternal, penolakan sanksi hukum maksimal (hukuman mati) terhadap bandar narkoba terus bergaung serta ikut campurnya negara-negara asing terhadap kedaulatan bangsa membuat Indonesia memutar otak menangani masalah narkoba ini.

Begitulah kiranya sekilas gambaran problematika narkoba di Indonesia, bisa dikatakan sikap gamang yang kini negeri ini alami dimanfaatkan sebagai bentuk peluang untuk terus menerus merusak bangsa. Peredaran narkoba tetap merajalela, penanggulangan narkoba selalu molor dimana sisi moralitas HAM selalu dibenturkan manakala HAM dari para korban barang haram ini justru dikesampingkan.

Lalu sampai kapan keadaan ini akan terus berlangsung? Disaat keadaan genting seperti ini mengapa seperti tidak sedikitpun ada perhatian pemerintah maupun wakil rakyat menanggapinya? Mengapa tidak terdengar suara aktivis yang lantang untuk memberanguskan narkoba? Mengapa rakyat seolah diam dan hanya asyik menanti? Seolah-olah negeri ini mati langkah dan dibuat patah arang menghadapi narkoba, kondisi ini menjadi pertanyaan akan keseriusan Indonesia dalam berperang melawan narkoba. Demikian Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline