Lihat ke Halaman Asli

Reno Dwiheryana

TERVERIFIKASI

Blogger/Content Creator

3 Bulan Mencari Sosok Pemimpin Bernyali

Diperbarui: 24 Oktober 2016   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jelang masa kampanye dimulai, nampak dari beragam sumber media cetak maupun elektronik yang meliputnya beberapa pasangan Cagub dan Cawagub dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 giat memperkenalkan diri mereka ke masyarakat (bukan kampanye). Salah satu destinasi tujuan favorit mereka umumnya lokasi pemukiman padat penduduk, mengapa demikian?

Secara politis pemukiman padat penduduk merupakan wilayah yang sangat strategis dan potensial. Selain disokong jumlah populasi besar yang memungkinkan lingkup interaksi lebih luas sehingga mempermudah calon agar dikenal, pemukiman padat penduduk sangatlah menjanjikan sebagai kantung-kantung guna mendulang suara saat pemilihan.

Bisa dikatakan para calon tidak berpikiran panjang dalam hal ini, sebagaimana mereka datang sesuai intruksi tim sukses dan fokus mempromosikan diri (disebarluaskan oleh media) dengan cara mengumbar janji terlepas apakah mereka akan terpilih atau tidak nantinya. Tetapi seperti apa yang dilakukan para calon, apakah warga Jakarta hanya bertajuk pada "pemukiman padat penduduk" saja?

Sebagai kota metropolitan, Jakarta dihuni oleh berbagai kalangan dari golongan tingkat bawah hingga atas dimana memiliki karakteristik masing-masingnya. Di lingkup masyarakat menengah bawah, pemukiman padat penduduk menjadi karakteristik yang tidak bisa dipisahkan selain dilatarbelakangi faktor pendidikan tidak terlalu tinggi, mudah digiring opini, sosialisasi antar warga masih terjaga, dan sikap personal tidak terlalu kritis.

Pada hakikatnya warga golongan menengah ke bawah akan menyambut dengan hangat siapa pun calon yang datang kepadanya, bagi mereka siapa pun pemimpinnya nanti tersisip harapan semoga akan ada perubahan. Konsen disini adalah warga golongan ini lebih menerima kondisi Jakarta apa adanya dikarenakan mereka selaku rakyat yang menyerahkan wajah Jakarta seutuhnya.

Di sisi lain tidak demikian dengan masyarakat Jakarta di golongan menengah ke atas, masyarakat ini cenderung individualis dengan latar pendidikan mayoritas tinggi, sukar digiring opini publik, serta pemikiran yang kritis. Pertanyaannya sekarang, mengapa golongan ini seakan dihindari oleh para calon? Tidak lain dan tidak bukan jawabannya adalah dikarenakan para calon tidak ingin smash-an (umbar janjinya) di-counter oleh golongan masyarakat ini.

Umbar-umbar janji suatu yang umum terjadi jelang Pilgub, alangkah memalukan bilamana janji-janji para calon dipertanyakan realisasinya (dapat terwujud atau tidak) dimana fakta di lapangan tidak mendukung hal tersebut. Semisal seorang calon menjanjikan tidak akan melakukan penggusuran, namun alangkah aneh bukan bilamana lokasi penduduk yang dijanjikan memang tidak masuk rencana penataan atau pembangunan daerah. Lalu ada pula yang menjanjikan akan membantu permodalan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) maka pertanyaan berantai muncul, dananya dari mana, apa sang calon akan menggunakan dana pribadinya, berapa banyak warga Jakarta yang bisa ia akomodir, dan lain-lain sebagainya.

Dapat disimpulkan bahwa buaian janji sang calon hanya sebuah konsep dalam sebuah kertas dimana lebih kepada trik-trik politik guna mendapatkan hati masyarakat semata. Konsen disini bahwa masyarakat golongan menengah keatas adalah masyarakat yang sensitif sekali akan adanya perubahan di Jakarta, mereka mampu membedakan (terkecuali mereka yang sudah berpihak) mana pemimpin yang benar-benar bekerja dan mana yang kerjanya hanya pencitraan.

Hemat Penulis kalau para calon pasangan memang bernyali maka cobalah datangilah penduduk Jakarta yang berkarakter kritis ini dimana jumlahnya pun tidak sedikit, apakah para calon pasangan mampu meyakinkan mereka dengan janji manis yang masih diawang-awang? Jangan hanya berani berdongeng ria guna melelapkan sejenak masyarakat, Jakarta bukan sembarang kota Bung. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline