Kolom Pro Kontra Kompasiana kali ini bisa dibilang menarik, Penulis yang sempat kosong mau menuliskan apa dalam sekedap mendapatkan ide. Seperti apa ditayangkan di Kompasiana menyangkut kolom Pro Kontra membahas "Lulusan Harvard Masuk Istana" yang berisikan materi "Masuknya lulusan Harvard ke istana sebagai staf di Kantor Staf Kepresidenan mengundang pro-kontra terutama di kalangan pejabat. Anggota DPR bahkan merasa gusar dan menyindir lulusan Harvard yang masuk istana lewat surat terbuka. Dipilihnya lulusan Harvard dianggap merendahkan kualitas pendidikan dalam negeri dan muncul anggapan pintar secara akademis bukan lantas bisa memahami kepemimpinan. Sementara ada yang berpendapat, langkah ini merupakan cara pemerintah memanggil pulang lulusan universitas terbaik di dunia yang berkelas dunia demi membentuk "dream team" terbaik. Setujukah Anda dengan langkah Staf Kepresidenan ini? "
Siapa yang tidak mengenal Harvard University? Universitas yang berlokasi di Cambridge Massachusset Amerika Serikat ini sudah tidak diragukan lagi kualitasnya baik segi pendidikan maupun tokoh-tokoh kenamaan yang dihasilkan. Beberapa tokoh tersebut umumnya adalah mereka yang berkecimpung dalam dunia politik hingga sukses menjadi figur negarawan seperti Barrack Obama, George W. Bush Jr, Albert Arnold Gore, dan sebagainya. Beberapa tokoh lainnya berkecimpung dalam dunia bisnis hingga selebritis seperti Bill Gates, Mark Zuckerberg, Tommy Lee Jones, Matt Damon, dan Natalie Portman. (sumber : DISINI)
Apa pandangan Penulis terhadap polemik "Lulusan Harvard Masuk Istana" adalah "isu murahan" yang sengaja dibesar-besarkan, mengapa demikian? Pertanyaan diawal sebenarnya adalah mengapa dipermasalahkan, dibesar-besarkan, sampai harus dipeributkan. Entah ada maksud apa dibalik polemik ini akan tetapi sudah terendus rasa kecemasan dan ketakutan berlebihan mengawalinya prihal lulusan Harvard ini. Mari bersama kita kaji ulang kembali permasalahan ini, menurut Penulis apakah salah memanggil para lulusan Harvard dimana mereka merupakan "anak-anak bangsa?" Perlu diketahui bahwa untuk masuk ke universitas Harvard tidaklah mudah maupun sembarang orang, untuk dapat terpilih menjadi mahasiswa perguruan tinggi luar negeri ini selain ada persyaratan dokumen-dokumen yang wajib dipenuhi juga melalui proses seleksi yang ketat sebagaimana universitas Harvard didaulat sebagai institusi pendidikan elite di dunia. (sumber : SATU DUA)
Kemudian pertanyaan berikutnya, "apakah lulusan perguruan tinggi dalam negeri meragukan?" sebagaimana muncul cibiran menganggap pandangan merekrut para "lulusan Harvard" ini dianggap sebagai penghinaan terhadap rendahnya kualitas pendidikan dalam negeri dan tidak menjaminnya lulusan tersebut paham mengenai kepemimpinan. Pernyataan ini sebenarnya dapat berbalik menjadi koreksi "seperti apa kualitas pendidikan dalam negeri?" dan "apakah lulusan dalam negeri menjamin mengerti akan kepemimpinan?". Ini yang Penulis kira harus dikaji ulang dimana pernyataan tersebut tidak mendasar dan berat sebelah tanpa disertakan data pendukung yang bisa menguatkannya.
Menurut pandangan Penulis, apakah seseorang tersebut lulusan dalam negeri ataupun luar negeri sebenarnya tidaklah menjadi masalah berarti kiranya siapapun bisa menjadi Staff Kepresidenan. Manusia yang memiliki intelegensi tinggi di Indonesia ini sangat banyak, namun permasalahan vokal bangsa Indonesia adalah minimnya sosok-sosok yang memiliki intelegensi tinggi yang perduli kepada nasib bangsa nasib para rakyatnya dimana apa gambaran yang sering kita lihat yaitu mereka yang berintelegensi tinggi menggunakan kecerdasan intelektual mereka hanya untuk berebut kekuasaan, sibuk memperkaya diri, dan ribut dengan ragam macam argumen yang membuat Indonesia kian terpuruk. Mari kita renungkan bersama-sama hampir 70 tahun bangsa Indonesia ini merdeka, pernahkah kita melihat kedewasaan pola pikir para pemimpin-pemimpin negara ini untuk berusaha memajukan bangsa ini? Apakah dari sikap dan sifat mereka memperlihatkan sebagai sosok terpelajar dan terdidik yang dihasilkan dari universitas kenamaan maupun berkualitas?
Menurut Penulis isu murahan ini lebih dikarenakan faktor "dekat dengan penguasa" sehingga muncul respon miring menanggapinya dari kalangan yang berseberangan, namun disisi lain apakah ada manfaatnya dimana rakyat yang mendengarkannya hanya membuat muak dengan melihat apa-apa yang terjadi di bangsa ini segalanya dipeributkan macam tidak ada lagi yang lebih penting untuk dikerjakan. Sadar maupun tidak disadari bangsa Indonesia terpuruk disebabkan oleh prilakunya sendiri, sebagaimana pola pikir sempit, tidak memiliki keingingan, maupun berupaya bagaimana membuat bangsa Indonesia ini maju. Tanyakan kepada diri kita masing-masing, sampai kapan kita akan seperti ini? Akan seperti apa nasib bangsa Indonesia ini kedepannya? Bagaimana nasib generasi-generasi bangsa Indonesia selanjutnya? Semoga Indonesia lebih baik kedepannya. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Semoga bermanfaat dan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H