Lihat ke Halaman Asli

Opini Terkait dengan Judicial Restraint

Diperbarui: 1 Juli 2024   08:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judicial Restraint adalah doktrin dalam sistem hukum yang menganjurkan agar pengadilan tinggi seperti Mahkama Agumg, tidak terlalu sering atau agar tidak rerlalu jauh untuk mengintervensi keputusan atau kebijakan publik yang dibuat oleh badan legislatif dan eksekutif, kecuali keputusannya secara jelas melanggar sebuah konstitisi.

Dalam kondisi tertentu, pendeketan Judicial Restraint memang sangat diperlukan untuk bentuk keaktifan hakim dalam menggunakan metode penemuan hukum interpretasi hukum untuk menjawab sebuah isu-isu hukum yang konkrit yang dalam hukum positif belum juga diatur atau yang telah diatur tetapi tidak sesuai.

konsep pembatasan atau penegakan pengadilan Judicial Restraint pertama kali diperkenalkan oleh James B. Thayer dalam tulisannya " The Origini and Scope of the American Doctrine of Constitutional Law. Yang menggunakan konsep pendekatan dengan menetapkan hakim agar membatasi atau menahan diri dalam membuat kebijakan yang menjadi ranah kewenangan legislator, eksekutif fan perundang-undangan lainnya. 

Beberapa karakteristik dari judicial restraint adalah:

  1. Deferensi pada Legislasi: Pengadilan cenderung memberikan penghormatan atau deferensi terhadap kebijakan yang dibuat oleh badan legislatif, menganggap bahwa badan legislatif lebih dekat dengan rakyat dan lebih memahami kebutuhan serta kehendak masyarakat.
  2. Pembatasan Interpretasi: Pengadilan dengan judicial restraint biasanya menghindari interpretasi konstitusi yang terlalu luas atau kreatif. Mereka cenderung berpegang pada makna asli atau literal dari teks hukum atau konstitusi.
  3. Prinsip Stare Decisis: Judicial restraint mendukung prinsip stare decisis, yaitu menghormati dan mengikuti preseden atau keputusan sebelumnya dari kasus-kasus yang serupa. Hal ini bertujuan untuk menjaga konsistensi dan stabilitas dalam hukum.
  4. Keengganan Membatalkan Undang-Undang: Pengadilan yang menerapkan judicial restraint cenderung enggan untuk membatalkan undang-undang kecuali jika undang-undang tersebut jelas-jelas melanggar konstitusi.

Manfaat Judicial Restraint

Judicial restraint memungkinkan lembaga legislatif dan eksekutif yang dipilih secara demokratis untuk menjalankan tugasnya tanpa gangguan berlebihan dari pengadilan. Sebagai contoh, dalam kasus UU Cipta Kerja, Mahkamah Konstitusi (MK) memilih untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah dan DPR untuk memperbaiki prosedur pembentukan undang-undang tersebut alih-alih membatalkannya secara keseluruhan. Menghindari interpretasi yang terlalu luas atau kreatif, pengadilan membantu menciptakan stabilitas hukum. Keputusan MK yang menegaskan pentingnya prinsip legalitas




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline