Minyak Diesel merupakan bahan bakar ekonomi, karena hampir semua sektor menggunakannya baik untuk pembangkit listrik, Industri, transportasi, pertanian, dan heating terutama untuk negara yang memiliki empat musim seperti US, dan negara negara di Eropa bergantung pada Diesel. Ketergantungan pada diesel sering dilihat sebagai barometer aktivitas ekonomi suatu negara. Sehingga dapat dikatakan Diesel sebagai sumber energi yang sangat penting.
Kondisi di US -- Sebagai barometer ekonomi global
Saat ini beberapa negara bagian seperti Alabama, Georgia dan North carolina [3,4] melaporkan adanya kelangkaan yang menyebabkan kenaikan harga, diperkirakan saat ini AS hanya memiliki cadangan bahan bakar minyak diesel yang tersisa untuk sekitar 25 hari kedepan, dengan catatan jika kilang berhenti memproduksi minyak, dan jika AS berhenti mengimpor minyak dari negara lain, dimana diperkirakan harga akan terus melambung sampai permintaan pasar turun yang memberikan kesempatan kilang untuk meningkatkan kapasitas produksi [3].
Berikut ini adalah beberapa faktor yang ditenggarai sebagai penyebab kelangkaan minyak diesel:
Pandemi covid -- 19 membuat permintaan akan bahan bakar minyak yang sangat rendah, menyebabkan beberapa perusahaan kilang minyak mengurangi kapasitas refinery atau pengolahan minyak sekitar 1 million barrels per hari selama pandemi, sehingga mengurangi kemampuan dalam memproduksi bahan bakar disaat permintaan meningkat, ditambah stok persediaan yang ada sangat rendah (historically low diesel inventories) [1,4].
Invasi Rusia ke Ukraina,mendorong negara negara untuk memberikan sanksi dengan menghindari minyak dari Rusia dan beralih ke AS untuk suplai bahan bakar [1]. Seperti ketika Eropa mencoba untuk meninggalkan minyak Rusia, negara negara Amerika Utara telah mengirimkan bahan bakar minyak meningkat lebih dari jutaan barrels untuk minyak diesel menjelang musim dingin [2,4]. Hal ini sangat menarik para pelaku usaha karena untuk mendapat profit sebesar besarnya [4,5]. Faktor lainnya adalah minyak yang diproduksi tidak memenuhi standard di AS. Tahun 2006 EPA (Environmental Protection Agency) menerapkan peraturan untuk menurunkan kandungan sulfur 15 ppm, yang mana hal ini membutuhkan investasi yang besar pada saat pengolahan, sehingga mereka tetap memproduksi minyak diesel dengan kandungan sulfur tinggi untuk kebutuhan ekspor ke negara negara dengan aturan lebih longgar.
Terjadinya ledakan yang memicu kebakaran di salah satu kilang minyak di Texas yang merupakan terminal ekspor LNG terbesar di AS, dan akan ditutup setidaknya selama tiga minggu setelah kejadian [10] dan juga beberapa kilang lain sedang dalam masa maintenance besar juga mempengaruhi produksi minyak dalam negeri dan impor dari luar negeri [1]. Hal ini menyebabkan harga gas melonjak diatas 100% di Eropa [11].
Sejumlah tindakan akan dilakukan pemerintah ketika musim dingin datang, AS memiliki cadangan darurat jutaan barel bahan bakar (bensin & solar) di Northeast yang akan digunakan dalam keadaan sangat darurat (jika stok hampir habis dan cuaca semakin memburuk), langkah selanjutnya memperluas cadangan, membatasi ekspor yang lebih lanjut menaikkan harga global (namun larangan ekspor juga bisa menjadi boomerang untuk beberapa wilayah yang tergantung pada minyak impor yang akan menaikkan harga minyak berkali kali lipat) [1].
Kondisi di Kanada
Persediaan minyak Diesel atau Solar di AS yang berada pada level terendah dalam beberapa tahun terakhir, menyebabkan kenaikan harga minyak diesel yang signifikan di Kanada. Ditambah permintaan bahan bakar yang meningkat drastis yang belum pernah terjadi sebelumnya ketika dunia mulai bangkit dari pandemi, ditambah disrupsi perang Rusia -- Ukraina yang membuat permintaan minyak banyak ke Eropa [2], sehingga cadangan minyak diesel di Kanada juga mengalami penurunan, dengan permintaan yang tinggi tanpa dibarengi dengan penambahan kapasitas produksi memberikan tekanan tersendiri. Kanada merupakan produser terbesar dan net exporter minyak diesel bersama dengan AS yang memiliki integrated energy market[2].
Kondisi di UK dan Eropa
Beberapa negara Eropa telah menimbun sumber daya dan jatah energi (termasuk minyak diesel dan heating oil) selama musim panas untuk memastikan pasokan bahan bakar selama periode musim dingin [2]. Pemerintah UK telah memperingatkan warganya jika kemungkinan akan mengalami pemadaman listrik selama tiga jam pada hari kerja diantara bulan Januari dan Februari jika negara negara Eropa mengurangi ekspor gas ke Inggris, bahkan National Grid (Perusahaan yang mengelola sistem ketenagalistrikan Inggris) menyiapkan skenario bahwa rumah tangga dan bisnis mungkin akan menghadapi pemadaman selama tiga jam untuk memastikan jaringan tenaga listrik yang ada dapat memenuhi permintaan, BEIS (Business, Energy & Industrial Strategy) otoritas yang menangani bidang energi Inggris mengatakan bahwa kemungkinan beberapa pelanggan domestik akan mengalami pemadaman untuk beberapa jam selama lima hari pada musim dingin. Sementara itu untuk mengamankan pasokan, energi regulator meluncurkan layanan sukarela untuk memberi reward kepada pengguna yang mengurangi permintaan listriknya pada saat beban puncak [14]. Saat ini Eropa mengandalkan AS untuk meringankan beban bahan bakar minyak untuk musim dingin nanti [5], karena Rusia mengurangi suplai gas ke Eropa padahal Natural Gas sangatlah penting saat musim dingin [6], Jalur pipa utama Nord Stream yang membawa gas dari Rusia ke Jerman ditutup pada 11 Juli selama sepuluh hari pemeliharaan, dan ada kekhawatiran yang berkembang bahwa Rusia mungkin tidak membukanya kembali, tetapi stok yang ada saat ini masih sekitar 93% dari kebutuhan. Sejumlah produsen gas di AS meningkatkan ekspor LNG ke Eropa [10], namun karena buruknya jalur ekonomi saat ini sejumlah LNG vessels menunggu untuk bongkar muat atau unloading di sejumlah pelabuhan karena infrastruktur yang ada tidak mampu menangani peningkatan LNG Shipments [7], karena tidak adanya antisipasi dari kejadian ini. Sebagai Solusi European Council atau Dewan negara-negara Eropa akan mengidentifikasi 10 persen kebutuhan energi pada jam sibuk mereka selama periode 1 Desember 2022 dan 31 Maret 2023 di mana mereka akan mengurangi permintaan, dengan mengurangi jam kantor dan mendorong kerja jarak jauh [15].
Kondisi di sejumlah negara di Asia (Lebanon, Srilanka, Bangladesh)
Dua pembangkit listrik di Lebanon terpaksa dilakukan shut down setelah tidak ada cadangan bahan bakar minyak karena ketergantungan Lebanon pada minyak impor, ditambah dengan ketergantungan pada operator swasta yang juga mengalami kesulitan untuk mengamankan pasokan ditengah jatuhnya mata uang negara tersebut yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kekurangan bahan bakar minyak diesel, ditambah dengan infrastruktur yang telah usang memperburuk kontinuitas suplai listrik dan pemadaman listrik tidak bisa dihindari yang membuat seluruh wilayah tidak teraliri listrik lebih dari dua jam sehari. Pemadaman terpaksa dilakukan untuk mengurangi total pasokan listrik sekitar 270 MW, yang berarti penurunan besar dalam stabilitas jaringan. Untuk membantu meringankan krisis, Lebanon telah menerima pengiriman bahan bakar dari Iran melalui Suriah, dan Irak juga telah membuat kesepakatan dengan pemerintah untuk membantu perusahaan listrik negara Lebanon tetap beroperasi [8].
Sri Lanka mungkin kehabisan stok minyak diesel dalam 30 hari kedepan dengan kredit sebesar USD 500 juta yang diberikan oleh India untuk pembelian bahan bakar yang cepat habis ini di tengah kekurangan cadangan devisa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Minyak Diesel banyak digunakan untuk transportasi umum dan pembangkit listrik termal. Akibatnya terjadi penutupan beberapa pembangkit listrik termal karena kurangnya bahan bakar minyak sehingga menyebabkan pemadaman listrik berlangsung lebih dari 10 jam setiap hari. Satu-satunya kilang di negara itu harus ditutup dua kali pada November 2021, karena tidak mampu membayar minyak mentah impor. Kekurangan bahan bakar dan pasokan listrik menyebabkan penutupan banyak usaha skala kecil [9].
Sementara itu, pemerintah Bangladesh telah memutuskan untuk menghentikan semua pembangkit listrik tenaga diesel yang berkontribusi terhadap 2,7% pasokan listrik dinegara tersebut sampai pemberitahuan lebih lanjut. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pasokan listrik sebesar 1000-1500 MW. Akibatnya akan dilakukan pelepasan beban atau pemadaman berdasarkan area selama 1-2 jam setiap hari. Pemerintah juga memutuskan untuk menutup stasiun bahan bakar selama satu hari setiap minggu dalam upaya untuk mengatasi krisis energi yang sedang berlangsung. Kemudian pertokoan juga harus tutup pada jam 8 malam, tempat ibadah telah diminta tidak menggunakan AC kecuali selama waktu sholat, Jam pemerintah akan dipersingkat dan pertemuan akan diadakan secara online. Pasokan listrik yang menjadi prioritas adalah untuk Industri dan bisnis, dan akan memenuhi semua permintaan ketika harga bahan bakar turun di pasar global [12].
Kondisi di Australia
Institut Australia menyampaikan temuan bahwa 91% dari bahan bakar Australia pada tahun 2021 berasal dari impor (termasuk 68% diimpor sebagai minyak mentah olahan, serta 71% bahan bakar yang telah diolah). Pemasok terbesar Australia adalah Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan China. Solusi yang ditempuh oleh pemerintah Australia adalah dengan membawa masuk ke Australia ratusan barel bahan bakar cair yang saat ini dalam perjalanan atau dikapal yang saat ini berlabuh dipelabuhan luar negeri. Pemicu kondisi ini salah satunya adalah penurunan kapasitas produksi dalam negeri. Dalam satu dekade, terjadi penurunan kapasitas pengolahan minyak mentah dari 20 kilang minyak yang beroperasi menjadi dua. Namun tidak cukup banyak pekerjaan yang bisa dilakukan untuk mengurangi permintaan bahan bakar, karena hampir semua armada kendaraan angkutan penumpang saat ini merupakan kendaraan listrik, sehingga 33% dari ketergantungan minyak impor dapat diganti dengan sumber listrik domestik; dan bahkan jika hanya seperempatnya saja yang menggunakan listrik, maka 8% dari total impor tidak akan lagi dibutuhkan. Meskipun penggunaan kendaraan listrik di Australia terbilang tertinggal dibanding negara negara anggota OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) karena aturan terkait bahan bakar yang lemah dan tidak adanya kebijakan kendaraan listrik nasional. Satu-satunya solusi jangka panjang adalah menghilangkan minyak dengan peningkatan efisiensi bahan bakar dan transisi ke kendaraan listrik. Serta menerbitkan strategi kendaraan listrik, strategi ketahanan energi nasional, menetapkan target pelarangan kendaraan BBM untuk penumpang pada tahun 2030 [13].
Sebagai kesimpulan, hampir semua negara mengalami masalah kelangkaan minyak diesel dan solusi yang dilakukan negara negara tersebut dalam mengatasi stok bahan bakar minyak Diesel/yang menipis dan tidak memiliki cukup cadangan yaitu dengan melakukan pengaturan pada sisi permintaan (demand side management). Seperti melakukan efisiensi disemua sektor misalnya untuk sektor transportasi dengan transisi kendaraan umum berbahan bakar minyak menjadi kendaraan listrik seperti yang dilakukan di Australia, kemudian dengan mengurangi konsumsi listrik dengan melakukan pemadaman pada saat jam jam yang tidak produktif, mendorong kerja jarak jauh seperti yang dilakukan di Eropa. Membatasi jam operasional pertokoan serta pusat perbelanjaan seperti yang dilakukan di Bangladesh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H