Lihat ke Halaman Asli

Edukasi Experience Belajar dari Kecelakaan Pasca ke Gunung Bromo

Diperbarui: 14 November 2024   14:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

EDUKASI EXPERIENCE: PELAJARAN DARI KECELAKAAN SETELAH  PENDAKIAN GUNUNG BROMO

Pendakian gunung merupakan aktivitas yang semakin diminati oleh banyak orang, baik untuk menikmati keindahan alam maupun sebagai momen untuk menantang adrenalin. Dahulu pendakian gunung dilakukan oleh golongan tertentu dengan tujuan meneliti kondisi ekosistem yang ada pada alam yang masih asli. 

Seiring berjalanya waktu pendakian gunung menjadi suatu aktivitas yang menjadi sebuah kesenangan bagi khalayak umum, bahkan tidak hanya orang dengan usia dewasa, anak-anak dengan usia dibawah umur pun banyak yang dengan nekat melakukan suatu pendakian tanpa memperhatikan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pendakian.

 Tren mendaki gunung yang ada saat ini, di ikuti muncul fenomena baru yang disebut FOMO (Fear of missing out)  yaitu Perasaan cemas atau khawatir akan ketinggalan pengalaman terhadap suatu tren. Menurut Psikologi FOMO yaitu respon emosional terhadap tren sosial .

 FOMO seringkali berkaitan erat dengan tren atau kebiasaan sosial yang sedang popular. FOMO dipicu oleh unggahan media sosial yang sering dilihat, seperti postingan foto atau video seseorang yang sedang melakukan suatu aktivitas yang  kemudian mendorong seseorang yang melihatnya untuk mengikuti aktivitas tersebut.

Namun jika tidak disertai dengan persiapan yang matang, FOMO dalam konteks mendaki Gunung dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak di inginkan. Maka dari itu melakukan pendakian gunung bukan hanya sebatas mengikuti sebuah tren  sehingga melalaikan pelakunya untuk melakukan persiapan dan berangkat dengan istilah “BONDO NEKAT” yang mana itu sangat berbahaya sekali baik untuk diri sendiri terlebih bagi orang-orang terdekat kita.

Dalam tulisan ini penulis berupaya membagikan pengalamanya melakukan pendakian di sebuah gunung di Kawasan Taman Nasional Bromo Semeru Tengger melewati Jalur Probolinggo, sebagai bentuk edukasi kepada siapapun yang hendak melakukan pendakian agar lebih hati-hati dan mempertimbangkan apakah sudah siap untuk melakukan pendakian, sehingga tidak terjadi hal yang penulis alami, yaitu patah tulang pasca melakukan pendakian. 

Akibatnya penulis harus melakukan operasi pemasangan pen dikaki kari.

Pada kamis 22 Februari 2024, awal perjalanan menuju Gunung Bromo dimulai pada Pukul 21.00 berangkat dari kab. Bojonegoro menggunakan sepeda motor. Penulis tidak sendirian, melainkan Bersama seorang temanya. Dengan bekal seadanya, tidak memiliki surat izin mengemudi, dan kesalahan terbesar adalah orang tua penulis tidak mengetahui jika hendak pergi menuju bromo, dengan alasan takut jika tidak diberi izin.  

Penulis berangkat menuju kabupaten Probolinggo menggunakan Google Maps sebagai penunjuk jalan, perjalan melewati lima kabupaten yaitu lamongan, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Malang memakan waktu sekitar 6 jam perjalanan tanpa beristirahat.

Sampai di lokasi tujuan pada Pukul 02.30 pagi di Pos 1 rest area diketinggian lebih dari 1000 mdpl (meter di atas permukaan air laut) dengan suhu udara mencapai dibawah 4 derajat. Yang mana penulis hanya memakai jaket seadanya(tipis) dan tidak membawa perlengkapan yang digunakan ketika suhu rendah sehingga membuat penulis kedinginan,  yang mana Ketika itu seharusnya waktu digunakan untuk istirahat, terhalang karena udara dingin yang menusuk. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline