Lihat ke Halaman Asli

Khairunnisa Al Araf

Host-Writer Freelancer

Bisikan Gaib: Pandemi Tersembunyi pada Kasus Anak Bunuh Ayah dan Nenek di Lebak Bulus

Diperbarui: 2 Desember 2024   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Skizofrenia

Indonesia tengah dilanda krisis kesehatan mental yang tersembunyi, yang secara tragis terekam dalam kasus mengerikan yang terjadi di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Seorang remaja berusia 14 tahun, MAS, diduga tega menghabisi nyawa ayah dan neneknya, serta melukai sang ibu setelah mendengar "bisikan gaib". Kasus ini menggemparkan masyarakat, karena MAS dikenal sebagai anak yang pendiam dan sopan oleh tetangga sekitar. Namun, tindakan brutal ini membuka tabir gelap tentang faktor-faktor yang mendorong perilaku kekerasan, terutama di kalangan remaja.

Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita, fenomena ini bukanlah kejadian pertama. KPAI menyoroti pentingnya pola asuh keluarga dan lingkungan pendidikan dalam membentuk perilaku anak. "Perilaku anak yang melanggar hukum perlu dilihat dari berbagai faktor risiko, yang tidak hanya berasal dari anak itu sendiri, tetapi juga dari lingkungan keluarga dan sosial," ujar Dian dalam keterangan yang diterima Kompas.com.

Pola pengasuhan yang kurang baik dan pengaruh lingkungan yang penuh kekerasan, baik fisik maupun verbal, dapat mempengaruhi perkembangan psikologis anak. Kriminolog UI, Haniva Hasna, juga menekankan pentingnya melihat permasalahan keluarga yang sudah berlangsung lama. Seperti kekerasan verbal yang kerap kali dianggap remeh bisa menjadi salah satu pemicu kemarahan yang akhirnya meledak dalam tindakan kekerasan. "Kekerasan verbal sering diabaikan, padahal luka psikologis yang ditinggalkannya bisa sangat mendalam," jelas Hasna.

Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah dugaan gangguan mental yang mungkin dialami oleh MAS. Hasil pemeriksaan sementara menyebutkan bahwa MAS tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, namun ada kemungkinan gangguan mental seperti skizofrenia yang belum diketahui. Gangguan mental pada anak, yang sering tidak terdiagnosis atau terlambat mendapat penanganan, sering kali menjadi pemicu tindakan yang tidak rasional.

Skizofrenia dan Stigma yang Menghantui

Skizofrenia, salah satu gangguan jiwa yang sering disebutkan dalam kasus-kasus kekerasan seperti ini, menjadi masalah yang semakin mendesak di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, Indonesia menduduki peringkat tertinggi di dunia dalam hal prevalensi skizofrenia. Diperkirakan sekitar 450 ribu orang di Indonesia mengalami gangguan jiwa berat, dan sebagian besar penderita tinggal di daerah perdesaan. Namun, meskipun angka ini tinggi, masalah utama bukan hanya terletak pada tingginya prevalensi, tetapi juga pada stigma yang mengiringi penderita gangguan jiwa.

Di Indonesia, orang dengan gangguan jiwa sering kali diberi label buruk seperti "gila" atau "sakit jiwa," yang semakin memperburuk kondisi mental mereka. Hal ini diungkapkan oleh dr. Jiemi Ardian, Sp.KJ, yang mengatakan bahwa stigma ini memperburuk keadaan pasien, yang seringkali menjadi korban kekerasan baik secara fisik maupun verbal. "Pasien gangguan jiwa sering menjadi korban kekerasan dan trauma akibat stigma sosial," kata dr. Jiemi, sebagaimana dilansir dari Kompas.com.

Dampak dari diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa bukan hanya terlihat dalam cara mereka diperlakukan di masyarakat, tetapi juga dalam akses mereka terhadap layanan kesehatan yang layak. Banyak pasien yang terpaksa dibiarkan tanpa perawatan yang memadai, bahkan dalam beberapa kasus, mereka dipasung dan ditelantarkan. Padahal, pengobatan dan dukungan psikososial yang tepat dapat membantu mereka untuk hidup lebih baik.

 Mengatasi Krisis Kesehatan Mental di Indonesia 

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk yang religius, Indonesia sering kali gagal dalam memberikan ruang diskusi terbuka tentang kesehatan mental. Stigma yang melekat pada gangguan jiwa menghalangi banyak orang untuk mencari bantuan. Padahal, peran keluarga, komunitas, dan negara sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung kesadaran akan pentingnya kesehatan mental.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline