Lihat ke Halaman Asli

Pemilu di Kaki Sinabung

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan anak manusia, ada satu sikap yang bisa disebut sebagai racun kehidupan. Seperti racun yang mematikan, sikap ini efeknya mematikan. Jika seseorang dirasuki sikap ini, Habislah ia, tamatlah kehidupannya, itulah putus asa.

Putus asa hadir bersama masalah. Setiap manusia yang memiliki masalah, ia berpotensi dirasuki sikap ini. Semakin besar masalah, semakin terbuka peluang berputus asa.

Di sisi lain, ada satu sikap yang berkebalikan dengan sikap putus asa. Itulah harapan. Jika putus asa mematikan kehidupan seseorang, harapan justru bisa menghidupkan kapal kehidupan yang telah karam. Harapan ibarat nyawa cadangan dalam permainan Play Station dan semacamnya. Jika kita kalah di tengah permainan, nyawa cadangan membuat kita hidup lagi dan melanjutkan permainan.

Seperti putus asa, harapan juga hadir saat kita memiliki masalah. Jauh di dasar hati kita, harapan dan putus asa bertarung memperebutkan kekuasaan di singgasana hati, siapa yang menang, dialah penguasanya, yang kalah harus menyingkir. Tak ada kompromi, apalagi koalisi, mungkin karena kedua sikap ini tak terlalu paham politik.

Harapan dan putus asa memang tak bisa secara bersama sama ada dalam satu hati. Saat seseorang masih memiliki harapan, artinya ia tak berputus asa. Sebaliknya jika ia berputus asa, itu artinya ia tak lagi memiliki harapan. Sampai disini putus asa juga sering disebut dengan putus harapan atau hilang harapan. Kisahantara harapan dan putus asa bertarung memperebutkan kekuasaan di hati kita persis seumpama kita berpemilu. Putus asa dengan wajah culasnya berkampanye  di alam pikiran kita, mengangkat fakta fakta keterpurukan kita lengkap dengan analisa analisa menyesatkan yang intinya adalah : “sudahlah, semua sudah berakhir disini”, atau dengan kalimat lain yang semakna. Sementara harapan hadir dalam pikiran kita dengan senyumnya yang khas, kepercayaan diri memancar kuat diraut wajahnya. Melihat senyumnya saja hati dah terasa tentram. Ia tak banyak bicara, tak banyak janji janji politik yang kosong. Intinya ia hanya berkata “ bro, selama masih ada hari esok, saya selalu ada untukmu”.

Jika tanggal 9 april nanti adalah penentuan pemenang pemilu dalam pesta demokrasi kita, maka momentum yang paling menentukan dalam kisah pemilu antara harapan dan putus asa ini adalah saat kita terpuruk di titik nadir kehidupan kita, Saat badai masalah menghantamkaramkan kapal kehidupan kita, saat musibah merampas segalanya dari kita. Saat itulah, mereka berpemilu. Jika putus asa pemenangnya, maka selesailah seluruh cerita kehidupan kita, tamat dengan ending yang buruk. Jika harapan adalah pemenangnya, maka seumpama permainan play station, tiba-tiba kita hidup lagi melanjutkan permainan walaupun harus mulai dari level 1 lagi.

Saat ini, sedang ada pemilu di kaki sinabung, di Jakarta, di sebagian Jawa, di Manado dan di tempat tempat lain yang sedang dilanda musibah. Para korban bencana sedang memilih antara berputus asa atau menyemai harapan. Saya berharap, seperti yang sudah sudah, pemenangnya adalah harapan. Sebab pemilihnya bukan siapa siapa, pemilihnya adalah kita para korban bencana. Kitalah yang menentukan sikap mana yang akan bertahta di hati kita dan kita selalu cerdas memilih tuk memeluk harapan. Semoga.

Sekian.

Salam kompasiana.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline