17 April kemarin kita sudah menyelenggarakan Pemilu yang merupakan pesta demokrasi rakyat. Semua orang sudah berpartisipan menyalurkan suaranya itu merupakan kedewasa rakyat yang harus di apresiasi.
Tak perlu rasanya saling bully, tak perlu rasanya saling menghina menang kalah itu hal yang biasa dalam kompetisi. Namun, yang sangat miris kita saling caci saling maki dengan saudara kita uang bertumpah darah Indonesia hanya karena beda pendapat.
Taukah kita adalah korban para elit politik yang memainkan isu sara. Ya kedua belah kubu memainkan para ulama ulamanya yang polos dan masih suci. Sebagai orang yang tinggal di Indonesia ulama adalah hal yang paling sensitif hingga rasional kita terjamah.
Rasanya kita sudah lebih dari 60 tahun merdeka kawan. Fanatisme Indonesia dengan isu Sara sangat luar biasa mengalahkan rasionalitas. Kita semua menginginkan yang terbaik untuk bangsa kita.
Namun miris ketika para elit politik menggunakan senjata isu sara yang membuat kita terbelah dan mencaci maki satu sama lain. NKRI adalah harga mati! Tak perlu rasanya kita mengorbankan NKRI.
Kenapa kita? Ada apa kita sekarang? Meskipun agama merupakan sebuah benteng tapi tak perlu kita membunuh karakter kita, mengotori diri kita hanya karena sesuatuyang belum benar kebenarannya atas nama Isu Agama.
Itu isu terjahat yang pernah ada yang membuat orang berakal dan beragama terpancing membuat keonaran hanya karena isu sara.
Seakan agama yang mengajak kita kepada kebenaran ini di panggung politik membuat para pengguna peci seperti setan yang kerasukan karena saking sensitifnya itu.
Ini adalah persoalan bangsa yang pling hebat yang ditemui. Ini adalah panggung politik yang paling gila yang membuat kita pecah antar satu sama lain. Padahal dulu kita disatukan oleh gajah mada yang sanpai puasa putih hanya untuk sebuah nama Nusantara.
Namun apa yang terjadi hari ini perjuangan darah dari pahlawan kita yang menggunakan bambu runcing di hadang oleh para elit politik dengan tidak bertanggungjawab.
Kemana akal sehat ini ketika sudah diumpani oleh hal yang saklar oleh para aktor panggung politik ini? Apakahkita rela mengorbankan hal yang belum tentu jelas kebenarannya.