Lihat ke Halaman Asli

Menimbang Pasangan Pejuang vis a vis Irau

Diperbarui: 19 September 2015   15:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari 9 provinsi yang akan memilih gubernur dan wakil gubernur (Pilgub) pada 9 Desember 2015, adalah Kalimantan Utara yang paling istimewa. Kaltara sangat istimewa karena ia menyimpan sebuah cerita yang berbeda dari 8 provinsi lainnya. Keistimewaannya baru bisa terlihat jika ceritanya tersaji utuh. Terlihat hitam-putih kekuatan yang bertarung di dalamnya, teridentifikasi siapa tokoh-tokoh jagoan (protagonis) dan siapa bajingannya (antagonis), terungkap nilai-nilai yang diperjuangankan oleh para protagonis dan antagonis, dan terlihat pula bagaimana si jagoan atau si bajingan berusaha mencapai tujuannya.

Cerita Pilkada Kaltara tidak bisa disamakan dengan cerita Pilkada manapun di Indonesia. Ia bukan semata-mata pertarungan kepentingan dalam satu wilayah administratif di provinsi Kaltara semata. Tokoh-tokoh yang bertarung di dalamnya pun bukan melulu representasi kepentingan masyarakat Kaltara, melainkan ada kekuatan di luar Kaltara yang sangat besar yang ikut ‘bermain.’ Boleh jadi ini sebagai gejala umum pada setiap Pilkada, mengingat sifat sentralistik sistem kepartaian di Indonesia. Calon-calon kepala daerah kerap menjadi permainan elite-elite politik Jakarta dalam proses pencalonannya. Hasilnya, yang maju bertarung dalam Pilkada tidak selalu merupakan tokoh yang dikehendaki oleh aspirasi besar masyarakat provinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan, melainkan yang mewakili kepentingan elite-elite politik di Jakarta. Mahar untuk rekomendasi pencalonan misalnya, sudah menjadi hantu: ada tapi tiada, tiada tapi selalu jadi bahan cerita. Istimewanya Pilkada Kaltara, ada kepentingan lain lagi selain kepentingan elite politik Jakarta itu.

Untuk bisa mengikuti cerita Pilkada Kaltara yang sebentar lagi akan memasuki babakan klimaks, diperlukan ingatan yang agak kuat dan mendalam. Pasalnya, Pilkada Kaltara menyimpan komplikasi yang agak rumit, yang berjalin berkelindan dengan sejarah kelahiran Provinsi Kaltara. Karena itu tulisan ini tidak ditujukan untuk konsumsi publik secara luas, melainkan kalangan tertentu yang sangat concern pada masalah Pilkada saja. Khususnya Provinsi Kaltara. Tapi untuk tetap menyederhanakannya kita harus memulainya dengan menceritakan dua pasangan tokoh yang kini berhadapan: Jusuf SK dan Marthin Billa (Pasangan PEJUANG) berhadapan dengan Irianto Lambrie dan Udin Hianggio (IRAU).

TOKOH-TOKOH

Jusuf SK mudah diidentifikasi. Ia adalah tokoh utama di balik kelahiran Provinsi Kaltara. Ketua organisasi Masyarakat Kaltara Bersatu (MKB) yang berjuang secara sistematis dan terorganisasi sejak tahun 2009 sampai berhasil melahirkan Provinsi Kaltara pada 25 Oktober 2012. Cita-cita perjuangannya sederhana, “Demi menjaga marwah NKRI, menyejahterakan masyarakat, dan percepatan pembangunan di daerah perbatasan,” katanya kala itu.

Jusuf SK juga adalah tokoh yang terbukti telah berhasil memajukan Kota Tarakan hingga dinobatkan sebagai tokoh pertama dari 10 tokoh perubahan tahun 2008 versi Majalah TEMPO. Banyak terobosan yang telah dilakukannya dalam memajukan Kota Tarakan, yang terlalu banyak jika disebutkan satu per satu dalam tulisan ini.

Irianto Lambrie juga mudah diidentifikasi. Ketika dilantik menjadi Pj Gubernur Kaltara, Irianto masih menjabat Sekretaris Provinsi Kaltim (2013). Tiga hari setelah pelantikannya, ia menegaskan tidak akan maju dalam Pilkada Kaltara yang akan datang. Irianto tidak mau jadi bahan pembicaraan macam-macam di kemudian hari.

“Secara etika kan harusnya memang seperti itu, tidak boleh. Dan saya harus katakan itu sejak awal, kalau saya tidak akan maju dalam Pilgub Kaltara nanti. Karena tugas saya sebagai Pj Gubernur yang diamanahkan Mendagri, mempersiapkan proses Pilgub untuk terpilihnya Gubernur nantinya. Setelah ada Gubernur definitifnya, saya kembali ke Kaltim lagi menjadi Sekretaris Provinsi (Sekprov)," kata Irianto, Kamis (25/4/2013) di sela acara syukuran di rumah jabatan Sekprov. (http://www.tribunnews.com/regional/2013/04/25/pj-gubernur-kaltara-irianto-lambrie-komitmen-tak-ikut-pilgub)

Irianto juga teridentifikasi pernah menjadi tersangka berkaitan dengan jabatan yang dipegangnya sebelum menjadi Sekprov, yaitu Kepala Dinas Perindagkop dan UMKM Kalimantan Timur. Irianto Lambrie juga pernah diperiksa jaksa penyidik Kejati terkait kasus dugaan korupsi pengucuran dana bergulir sebesar Rp 1,3 miliar tahun 2004 silam. (http://nasional.tempo.co/read/news/2010/08/11/179270576/sekretaris-kalimantan-timur-jadi-tersangka)

Jika Jusuf SK, sejak meletakkan jabatan Walikota Tarakan pada 2009, terlibat dalam perjuangan melahirkan Provinsi Kaltara dan berhasil. Lalu sesudahnya ia tidak menduduki jabatan apapun, namun tetap teguh memegang cita-cita perjuangan berdirinya Provinsi Kaltara; sementara Irianto Lambrie melepaskan jabatan PJ Gubernur demi bisa mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Kaltara pada Pilkada 2015 ini. Secara administrasi politik tentu sah saja Irianto mencalonkan diri. Namun jelas ia sudah melanggar etika yang diyakininya sendiri.

MANEUVER

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline