Lihat ke Halaman Asli

Doa Tiga Hamba #2

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Adikku Sayang

Aku beranjak ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Basah oleh air wudhu membuat pikiranku fresh, seolah ada buhul-buhul yang dilepaskan dari otak. Dan usai menunaikan shalat tahajjud, perasaanku terasa lebih lapang seperti ada barang-barang tak penting yang dikeluarkan dari ruang hati. Aku kembali ke peraduanku yang dialasi karpet plastik supaya kasurnya tidak bersentuhan langsung dengan lantai. Ego masih terlelap. “Ya Allah, jaga adikku,” bisikku dan kuusap rambutnya.

Ya, dia adikku sejak kami bertemu di kota Padang ini. Di Universitas Negeri Padang.

Aku mematikan lampu. Lampu yang menyala semalaman, lupa dimatikan karena ketiduran, membuat badanku tidak istirahat secara total. Masih penat-penat rasanya tubuh ini. Jam di hapeku menunjukkan pukul 04.10 dan itu artinya masih ada beberapa menit lagi menunggu subuh sambil tidur-tiduran.

Antara sadar dan tidak, alarm yang kupasang di hape berdering mengejutkan. Cepat-cepat kumatikan karena bunyinya sangat menyakitkan telinga. Azan subuh sekitar sepuluh menitan lagi. Aku bangkit mengambil wudhu ke kamar mandi. Saat aku kembali, Ego masih terbaring di kasurnya tanpa tanda-tanda ingin bangun. Kudekati ia. Mula-mula kupijat bahunya karena aku tahu begadang semalaman itu membuat otot-otot pundak kaku-kaku. Entahlah, mungkin ia merasa keenakan dan malah semakin tidak ingin bangun, tapi biarlah. Ketika azan subuh pertama  berkumandang dari masjid—sebelum ramai disusul oleh azan dari masjid-masjid lainnya, aku berbisik ke telinganya, “Bangun, Go. Sudah subuh.”

Ego bergeming. Tapi aku tahu dia mendengar.

“Go,” aku mulai mengguncang tubuhnya.

“Iya, Mas. Sebentar lagi…” sahutnya tanpa mengubah posisi tidur.

Kutarik tubuhnya dengan kedua tanganku. Berat karena ia tidak dengan suka rela menyerahkan diri. Setelah dia terduduk, kupegangi tubuhnya biar tidak roboh lagi lantas melanjutkan tidur. Sebenarnya ia merasa terganggu, tetapi tetap tersenyum kepadaku dengan mata yang bercahaya.

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline