Lihat ke Halaman Asli

A. Randi Purnama Putra

Ayah Dua Anak, Menyukai Resonansi Keteladanan Tokoh Negarawan

Memaafkan dan Meminta Maaf, Sebuah Sikap Teladan dari SBY

Diperbarui: 30 September 2018   19:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: www.merdeka.com

Kasus Asia Sentinental yang menjadi fitnah terhadap SBY. Tudingan yang menusuk sisi manusiawi sebagai makhluk beradab. Dan beberapa pemberitaan, argumentasi, opini baik dari berbagai "opinion leader" maupun masyarakat yang tidak melakukan klarifikasi adalah kejahatan.

Sikap memaafkan adalah sikap kelapangan berfikir dan keluasan hati SBY. Sikap pribadi yang telah dewasa. Sikap seorang negarawan dan seorang Ayah dan kakek, dan seorang politisi lintas negara.

Sedangkan disisi hukum yang dilanggar, maka hukum tetap berlaku. Kedaulatan hukum menjadi panglima penegakan keadilan bagi pelanggar. Tidak memakai helem bagi pengendara mesti ditilang oleh Polisi lalu lintas.

Permainan isu, ujaran kebencian, hoaks, kampanye hitam. Apakah ini menjadi pembelajaran baik bagi demokrasi yang berideologikan Pancasila?. Mari kita bertanya kepada diri kita sendiri dan juga ajaran agama yang kita anut dan yakini.

Adakah ini termasuk suruhan, atau larangan. Kenapa pikiran dan tangan bersepakat? Pertanyaan ini butuh kejujuran dalam diri kita. Kejujuran yang mesti menjadi benteng bagi setiap manusia Indonesia.

Demokrasi yang kita gunakan hari ini, bukanlah demokrasi bebas sebebasnya. Tanpa memperdulikan hak orang lain. Berbeda pilihan adalah keniscayaan. Sedangkan menebar fitnah dan membongkar aib dan menjadi ladang pencarian adalah memelihara dan mengajarkan kerusakan akal budi yang menjadi ketidakelokan demokrasi yang menjadi budaya bangsa.

Sikap seseorang pemimpin, setidaknya dapat didengar dari ucapan langsung, kebijakan yang digulirkan melalui UU, Peraturan Pemerintah, Program dan keberpihakan.

Sikap kejujuran mengakui keadaan diri dan realitas masyarakat adalah modal pemimpin untuk memandu masyarakat ke arah yang lebih baik, lebih elok. Resonansi pikiran dapat dirasakan dan dimegerti bila nurani dan akal budi masih hidup.

"Di negara manapun, termasuk di negara kita pemilihan umum sering melahirkan jarak. Ada kompetisi yang kadang-kadang keras, kadang-kadang saling menyerang dalam tanda kutip untuk kemenangan pemilihan umum."

Inilah kejujuran membaca realitas dari Presiden Republik Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.

Dari kejujuran, maka menggerakkan kesadaran untuk melakukan banyak hal dalam perbaikan berkesinambungan. Tuntunan yang secara sadar menjadi pemimpin masyarakat atau dianggap pemimpin oleh masyarakat melalui mekanisme politik, sosial mesti menyiapkan kelapangan hati, keluasan berfikir dan cita-cita yang menginspirasi lintas generasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline