Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yunus

Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Subsidi Premiun, Sebenarnya untuk Siapa?

Diperbarui: 10 Desember 2018   13:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: www.kompas.com

Egi teman saya di Jakarta bercerita bahwa yang mendapatkan subsidi BBM adalah orang miskin, bukan orang kaya. Bila orang kaya masih menggunakan BBM yang disubsidi berarti ia orang miskin penampilannya sok kaya.

Penjualan Premium bersubsidi yang dikonsumsi oleh masyarakat, terutama pemilik sepeda motor mesti tetap dipertahankan. Sebab keperluan adalah untuk melakukan aktivitas ekonomi, seperti menjadi ojek pangkalan maupun ojek online. Hal ini mengurangi biaya usaha.

Dengan hitungan sederhana, setiap pembelian Premium di SPBU seharga Rp. 6.550, maka pemerintah mensubsidi sebanyak Rp. 2.050/liter. Sebab acuan harga keekonomian Premium, menurut Pertamina adalah Rp. 8.600 perliter. Bila Pertamina memproduksi dan menjual sebanyak 1,5 juta liter maka Pemerintah mesti mengeluarkan dana APBN sejumlah Rp. 3.075.000.000 atau 3 milyar 75 juta rupiah.

Maka pendapatan Pertamina berasal dari Subsidi dari APBN dan penjualan,  setelah dipotong PPN 10% perliter, dan keuntungan bagi pemilik SPBU. Dalam laporan keuangan Pertamina akan muncul PSO untuk subsidi BBM oleh pemerintah. 

Pengurangan subsidi Premiun secara baik,  dan mengalokasikan pada program tepat sasaran seperti PKH dan Bantuan Lansia pada satu sisi membantu masyarakat golongan ekonomi lemah dan kebijakan ini telah dilaksanakan oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) .  

Subsidi yang membengkak dengan menunda kenaikan BBM mengakibatkan beban berat anggaran pemerintah. 

Kebijakan pengalihan subsidi BBM oleh Pemerintahan untuk PKH atau Bantuan Lansia lebih adil dan mampu menggerakkan ekonomi masyarakat. 

Secara data, Pemerintahan sekarang menjanjikan kenaikan uang PKH pada tahun 2019. sedangkan Bantuan lansia lebih sedikit dari Pemerintahan SBY. Efek berantai dari kebijakan penundaan kenaikan Premium adalah sedikitnya program yang mendukung kesejahteraan masyarakat.

Maka kebijakan untuk mengurangi subsisi Premium. Menjadikan program bantuan langsung dan tidak langsung, bagi masyarakat miskin dan kurang berdaya adalah lebih tepat sasaran. Maka terjadi aliran uang ditengah masyarakat untuk mengkonsumsi berbagai jenis produk untuk kebutuhan hidup. Otomotis menggerakkan UMKM.

Contoh sederhana, jika dalam satu Kabupaten ada 1.000 orang yang mendapatkan bantuan PKH sejumlah Rp. 400.000/bulan. Dana yang beredar adalah Rp. 400.000.000. Dan anggaran pengalihan subsidi Premium yang dialihkan pemerintah dari Pertamina kepada PKH mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Semoga aliran uang pajak masyarakat dan kekayaan bangsa Indonesia, tidak hanya mengalir di pusaran atas pemerintahan. Masyarakat pra sejahtera tidak menikmati hasil kebijakan pemerintah yang berpihak bagi masyarakat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline