Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yunus

Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Potensi Wisata Halal di Minangkabau

Diperbarui: 24 November 2018   15:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Biduak Nelayan Danau Maninjau

Selesainya rangkaian Tour de Singkarak (TdS) ke 10 tepatnya dari tanggal 3-11 November 2018 adalah sebuah prestasi event skala internasional di Sumatera Barat. Melintasi indahnya kelok 44, kelok sembilan, jalan berlikunya lintau, lintasan lurus tajam tanjung gadang, tanjung lolo sampai ke Dharmasraya. Dan menanjaknya sitinjau laut, berkelok dan meliuk memberikan tantangan bagi siapapun yang mau menempuh.

Disambut hawa dingin di ladang padi, Tahura sebelah kiri menggoda untuk singgah. Berlanjut ke solok dengan Gunung Talang sebagai wisata adventure dengan kawah barunya. Hamparan menghijau kebun teh jejak kolonial VOC Belanda. Dua danau kembar Danau di atas dan Danau di bawah yang siap menanti siapapun untuk menikmati keindahan bentangan alam.

Bila diteruskan ke alahan panjang dan sampailah kita di Pantai Cermin tempat 1001 Rumah Gadang. Di mana salah satu rumah gadang menjadi tempat Syafruddin Prawiranegara memimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Anugerah alam nan elok rupawan, Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah sebagai sumpah alim ulama, cadiak pandai, niniak mamak menjadi kerangka acuan pengembangan wisata halal di minangkabau.

Surau Bingkudu di Nagari Canduang Koto Laweh

Industri Wisata Halal bergerak dengan iringan perkembangan kesadaran untuk tetap memelihara keImanan anak kemenakan. Pembangunan Bandara Internasional Minangkabau (BIM) dengan menggunakan nama Minangkabau adalah upaya memasarkan nama dan menjadi pintu masuk dan keluar siapapun yang ingin menikmati elok senyum rumah gadang dengan arsitektur penuh filosofis.

Selain, guratan senyum rumah gadang, wisata religus dan sejarah para tokoh alim ulama beserta suraunya sayang untuk tidak dinikmati. Mulai dari kampung halaman Buya Hamka dan Ayahnya di Sungai Batang, Maninjau. 

Surau Jembatan Besi yang berubah menjadi Perguruan Thawalib Padangpanjang. Jangan lupa dengan nikmatnya Sate Saiyo dan Mak syukur. Berlanjut ke Surau inyiak Jambek di Bukittinggi. Bila ingin mengenal surau Syekh Sulaiman Arrasuly dan Madrasah Tarbiyah Islamyyah (MTI) Canduang dan Madrasah Ulumu Syariah (MUS) dan melihat masjid tua Bingkudu yang masih terpelihara.

Berlanjut perjalanan, ke arah Suayan dan melipir ke Suliki, maka kita akan bertemu dengan surau Ibrahim Dt. Tan Malaka dan rumah gadang di Nagari Suliki. Bila ingin beristirahat dan bercerita tentang luhak 50 Koto dan langgam adatnya, beristirahat di Villa Kurao yang dikelola oleh mantan Bupati Kab. 50 Kota dr. Alis Marajo Dt. Sori Marajo. Dan bertanya tentang sejarah tarikat dan surau suluk.

dr. Alis Marajo dan Ahmad Gazali di Vila Kurao Taeh Bukik

Perjalananpun dapat berlanjut ke Nagari Padang Jopang, tempat salah satu Guru dari Ir. Soekarno untuk merumuskan Pancasila dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Di sana surau Syeikh Abbas Abdullah dan sekarang menjadi Pondok Pesantren. Dan bila hendak melanjutkan maka kita akan sampai di daerah Bonjol. Sampai saat ini jalan tembus ini belum bisa dilalui kendaraan roda empat. Semoga Gubernur Baru nantinya membuka jalan ini untuk banyak keperluan masyarakat nagari.

Surau Tuanku Imam Bonjol dengan alquran tulisan tangan bergandengan dengan wisata equator bonjol. Bila pernah mendengar supir Medan dengan mobil ALS, maka jalan Bukittinggi sampai dengan Madina adalah trek yang membutuhkan skill tinggi. Di antara perjalanan meliuk menurun ada nagari Palupuah yang menjadi bagian dari Kabupaten Agam. 

Tuanku Rao dan Rimbo Panti dengan air hangatnya adalah satu kesatuan destinasi wisata halal untuk wilayah Lubuk Sikaping dan sekitarnya. Maka untuk menelusuri wisata sejarah, wisata tokoh agama, bangsa, dan juga keelokan alam dan keramahan sumatera barat. Maka minimal waktu yang dihabiskan 15 hari sampai dengan 30 hari. 

Menjadikan Sumatera Barat dengan Wisata Halal berbasis Nagari dan potensinya bagian dari kerjasama diapora rantau dan kampuang. Mochtar Naim mengulas anak minang laki-laki dipaksa untuk merantau dan menjelajahi luasnya hamparan bumi yang Allah SWT bentangkan. Jejak ini telah ada dan menjadi inspirasi bagi siapapun.

Tour de Singkarak adalah momentum bagi perangkat nagari, pemerintahan kabupaten, kota dan Provinsi Sumatera Barat untuk pemetaan wisata halal dalam sebuah roadmap atau cetak biru. Panduan bagi anak nagari untuk menjadi pelaku wisata hahal berbasis nagari. Dengan falsafah Pinjaik dapek kapak tak hilang (Penjahit dapat, Kapak tidak Hilang).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline