Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yunus

Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Segi Empat Kawasan Ekonomi Industri Berkeadilan dan Ironinya

Diperbarui: 30 Desember 2015   10:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - geliat pertumbuhan ekonomi di pelabuhan (ABC)

Kebijakan Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Jusuf Kalla menghantarkan berbagai terobosan. Menggunakan pendekatan nawacita warisan pemikiran ideologis Ir. Bung Karno untuk menjadikan Indonesia bangsa yang berdaulat, mandiri serta memiliki integritas bersama nilai gotong royong.

Proses pemikiran idologis konsepsional adalah rumusan para pemikir ideolog untuk membawa masyarakat kepada tatanan peradaban unggul dan disegani kawan dan lawan. Hal ini telah dimulai tapak-tapak peradaban oleh deklarator Negara Kesatuan Republik Indonesia IR. Soekarno dan Muhammad Hatta.

Indonesia yang masih berada dalam struktur masyarakat agraris harus melakukan lompatan peradaban. Lompatan ini dengan indah digambarkan oleh Yasraf Amar Piliang dalam bukunya sebuah dunia yang dilipat. Kultur agraris yang ditandai dengan masyarakat petani, berhadapan dengan generasi yang terdidik, melek industri dan juga digital. Maka meminjam istilah penulis dari Mesir dengan judul Harmoni Peradaban, perlu penyelarasan kemajemukan untuk masyarakat Indonesia.

Lompatan perubahan terasa dalam kehidupan kota, terutama kota yang merupakan kawasan industri berikat, seperti Cibitung, Cikarang, Bekasi, Tanggerang dan beberapa kawasan ekonomi industri baru yang dikembangkan 5 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Beberapa persoalan akan muncul ke permukaan. Beberapa areal tambang mineral sebagian masih menyisakan persoalan kerusakan lingkungan, kerusakan struktur ekonomi dasar dan perubahan sosial masyarakat. Bagi kaum akademis, kajian demi kajian hadir untuk mengurangi dampak kerusakan dan perubahan mendadak.

Sedangkan bagi masyarakat, perubahan ini terasa berat dan butuh penyesuaian ritme dan tradisi. Penulis pernah beberapa bulan tinggal di Cibitung, Bekasi. Denyut kehidupan masyarakat yang bekerja sebagai buruh pabrik memiliki sebuah ritme yang berbeda dengan masyarakat yang sebelumnya berkehidupan agraris.

Bila sebuah kawasan Ekonomi Industri terbentuk, akan terjadi urbanisasi besar-besaran dari berbagai pelosok. Magnet ekonomi kawasan industri menggiring pekerja berpendidikan untuk ikut serta terlibat dalam sebuah siklus ekonomi. Dan tidak tertinggal pemerintah daerah mendapatkan pajak yang signifikan dari berbagai elemen pajak.

Salah satunya adalah pajak penghasilan dan juga pajak lainnya terhadap pengusaha. Pada tulisan ini, akan dilihat bagaimana sebuah kawasan ekonomi industri memiliki sebuah siklus berkeadilan antara Pengusaha yang membangun kawasan industri, masyarakat sekitar kawasan, buruh industri dan termasuk pemerintah daerah yang menikmati pendapatan PAD dari Pajak.

Di mana ada gula, di sanalah semut berkerubung. Maka jangan sampai terjadi perebutan dan perampokan yang mengakibatkan hilangnya gula dari peredaran. Pepatah melayu ini menjadi acuan pemikiran kritis konstruktif untuk menjadikan Kawasan Ekonomi Industri dinikmati oleh seluruh elemen masyarakat.

Pengusaha membangun pabrikasi membutuhkan sumber daya manusia terlatih dan terampil. Kebutuhan ini mengikuti siklus produksi dan juga kapasitas industri. Kebutuhan ini tidak terpenuhi dengan masyarakat lokal tempat keberadaan kawasan ekonomi industri. Maka dibutuhkan tenaga kerja buruh dari berbagai tempat di Indonesia. Pilihan lain bagi pengusaha adalah ketersediaan infrastruktur dasar, seperti jalan yang memiliki daya tampung tinggi. Ketersediaan listrik dengan kapasitas besar. Dan beberapa kajian lainnya menyangkut daya dukung kawasan untuk membangun pabrik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline