Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yunus

Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Memelihara Kopi dan Kakao, Serupa tapi Tak Sama

Diperbarui: 7 November 2015   11:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pohon Kakao"][/caption]Indonesia adalah negara yang Allah Swt karuniakan tanah subur, curah hujan yang cukup, dan beberapa gunung berapi yang terus mengeluarkan bahan utama perbaikan tanah pertanian. Dari sabang hingga merueke berbagai komoditi mampu untuk mencukupi kebutuhan dasar masyarakat Indonesia.

Namun, persoalan dasar kenapa dinegri yang gemah ripah loh jiawi (kultur agraris) masih bergelayut ketidakmampuan berdaulat secara pangan? terbentang kemiskinan dan berbagai kekurangan gizi? Persoalan ini bukan persoalan seorang presiden beserta kabinet dan aparatur sipil negara. Ini persoalan pribadi dan kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Satu demi satu, persoalan memang telah terselesaikan. Beberapa orang dengan langkah yakin, mewujudkan kesejahteraan dan  dalam udaha pertanian. Sebut Masrizal koto yang melahirkan contoh sukses mengelola pertanian organik dan melahirkan lembaga keuangan pertanian sebagai pendukung usaha.

Kemudian, masih banyak inspirator lainnya. Salah satunya adalah putri dari pasangan Bapak Khudri dan Ibu Fitri. Putri pertama beliau yang menyelesaikan pendidikan magister politik saint di Universitas Aligarh India. Berkomitmen untuk mengabdi kepada Ayah dan Bunda dan masyarakat.

Pilihan mengabdi dan menggerakkan masyarakat untuk mengembangkan usaha pertanian secara bersama adalah tekad. Tekad untuk menjadikan pertanian mampu melahirkan anak bangsa yang mampu menuntut ilmu sampai ke mancanegara. Ia belajar gerakan Swadesi dari Mahatma Ghandi dan beberapa inspirator lainnya. Sebelum melanjutkan pendidikan di India, beliau belajar di Universitas Indonesia dengan jurusan Filsafat. 

Kesadaran bahwa pengetahuan tentang filsafat dan juga politik saint tidak bisa terlepas dari ketahanan pangan. Bila suatu bangsa masih menggantungkan kebutuhan dasar kepada bangsa lain. Maka tiada kedaulatan. Dimana Indonesia masih mengimpor berbagai komoditi untuk kebutuhan dalam negri. Itulah beberapa fragmen pembicaraan ketika bertemu di beberapa kesempatan.

Bertempat di Kampung Sibarasok, Jorong Sigiran, Nagari Tanjuang Sani, Kec. Tanjung Raya. Nur Sa'adah Khudri memulai gerak kedaulatan usaha pertanian, terutama untuk tanaman kopi dan kakao. Langkah pertama adalah belajar membuat Pupuk Organik Majemuk Lengkap dengan menggunakan Bioteknologi NT 45, kemudian pengendalian hama dengan pendekatan organik. Selanjutnya membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUBe) bernama ANKE. 

[caption caption="proses membuat POML NT 45"]

[/caption]

Sibarasok memiliki sejarah panjang perkebunan. Dimulai dari zaman VOC Belanda. Komoditi yang dikembangkan adalah Kopi Arabika dan Robusta. Sejarah ini tinggal warisan sejarah lisan. Sedangkan secara tulisan mesti ditelusuri sampai ke beberapa Universitas di Belanda.

Proses selanjutnya adalah peremajaan kakao. Penggunaan POML yang merupakan hasil usaha dari KUBE ANKE. Peremajaan ini membutuhkan pendekatan menyeluruh. Mulai dari tata cara pemupukan dengan membuat lubang diantara empat batang kakao. Memasukkan gulma, daun kakao, memberikan POML. Termasuk menyemprotkan pengendali hama organik. Hal ini berguna untuk memaksimalkan hasil kakao.

Beberapa tahun sebelumnya. Kakao adalah sandaran ekonomi masyarakat Sibarasok. Kemudian beralih ke komoditi Kopi. Apa penyebab? Penyebab utama adalah ketiadaan keterampilan mengelola perkebunan Kakao. Kemudian disisi lain harga komoditi kopi membaik. Bekerjasama dengan Pak Johan Alamsyah (Pak Cik). Beliau adalah petani kopi dari Aceh Gayo, Takengon, Aceh. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline