Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yunus

Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Dendang Mandeh jo Harmoni Riak Maninjau

Diperbarui: 20 Oktober 2015   06:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selesainya tour the Singkarak, dengan rute kelok 44 yang sangat fenomenal. Menghadirkan sebuah tantangan bagi setiap pembalap untuk mampu menguasai medan dan juga sampai di puncak tertinggi pendakian bagian dari etape tour the singkarak.

Di ambun pagi, kawasan danau maninjau tidak terlihat jelas. Asap bertebaran bak permadani putih. Sejenak pikiran berlari jauh kemasa depan. Kemudian kembali ke masa lalu tentang sejarah yang panjang dan terkadang belum dimaterialisasikan dalam dokumen dan penelitian sejarah yang komprehensif.

Memang, sejarah bila ditelisik terkadang menghadirkan kebanggaan, dan kesombongan. Kemudian secara perlahan kebanggaan itu menghilangkan kerealitasan saat ini dan apa yang dapat diperbuat untuk menyelesaikan persoalan demi persoalan saat ini dan tidak terulang dimasa depan. 

Danau maninjau, adalah karunia Yang Maha Pencipta. Danau yang memiliki kekhasan berupa ikan rinuak, bada, pensi. Sumber protein dan omega 3,9 bagi masyarakat sekitar danau maninjau dan Kab. Agam. Bila menelisik nun jauh ke belakang, dalam legenda danau maninjau pada awalnya adalah gunung aktif yang meletus.

Gunung yang menghancurkan peradaban masyarakat minangkabau pada abad ke-12. Hal ini membutuhkan penelitian lintas disiplin ilmu untuk membuktikannya. Sebab cerita legenda terkadang menjadi mitos, seperti kisah bujang sembilan.

Sebuah kisah perebutan dan konflik persaudaraan. Melahirkan kebencian, pengkhianatan, dendam dan termasuk pembunuhan saudara sendiri. Dalam tradisi lisan urang minangkabau, cerita dari sebuah kejadian fenomena alam menjadi kaba.

Kaba mengandung pembelajaran akhlak (akal budi) bagi generasi selanjutnya. Dalam istilah Syekh Mulyadi Ketinggian Cerita ka Kancia. Yang hari ini kembali dipopulerkan lewat televisi dari negeri tetangga. Kaba Bujang Sembelilan dan kenyataan kejadian ini membutuhkan penelusuran dan penemuan dari sisi kajian historis, sastra maupun arkeolog.

Masih berada dalam masa lalu, tidak jauh. Masa pra kemerdekaan antara 1880 sampai 1945. Terdapat ulama besar yang lahir dari rahim bundo Kanduang urang Sungai Batang. Yakni Dr. Abdul Hamid Hakim atau populer dipanggil dengan inyiak DR. Beliau adalah guru surau jembatan besi dan sungai batang.

Hasil ijtihad beliau adalah mendirikan Sumatera Thawalib Padangpanjang dan juga menginisiasi para alim ulama atau tuanku surau lainnya mendirikan Thawalib. Maka lahirlah Thawalib Parabek, Thawalib Sungai Limau. Salah satu surau Inyiak Dr (Buya Abdul Hamid Hakim) berada di Nagari Sungai Batang.

Disisi lain, para alim ulama juga mendirikan jaringan pendidikan moderen Diniyyah dan Madrasah Tarbiyyah Islamiyyah. Ijtihad pendidikan agama Islam ini lahir sebagai bentuk perlawanan penjajahan intelektual, aqidah, ekonomi, sosial dan politik VOC Belanda.

Dan di sini juga Buya Haji Abdul Karim Amarullah (HAMKA) mengaji dan dibesarkan. Menikmati kekayaan danau maninjau dengan protein dan omega yang melimpah. Mengaji di surau ayah dan inyiak parabek sebelum berangkat ke tanah suci belajar diberbagai tempat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline