Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yunus

Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Hijrah ke Petani Organik: Catatan Perkenalan dengan Mirda Syiwal

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perkenalan awal dengan Da Al (Mirda Syiwal) waktu masih berada di bangku kuliah dulu. Ketika saya masih menjadi mahasiswa di fakultas ekonomi Univeristas Bung Hatta. Sedangkan beliau adalah mahasiswa teknik kompoter di Politeknik Unand.

Kehidupan membawa nasib kami masing-masing. Saya lebih banyak berada di luar Sumatera Barat dan sempat berkelana hampir 1 tahun keliling nusantara dengan tema Menapak Nusantara. Sedangkan Da Al perjalanan hidupnya tetap berada di dusun kampuang baru, jorong pakan sinayan nagari kamang magek, Agam.

Jika kita tidak mengenal beliau dengan baik. Maka kesan pendiam, kaku dan tidak banyak bicara adalah penampakan harian. Tubuhnya yang tinggi semampai dengan badan yang tegap. Menjadikannya sangat ditakuti.

Aktivitas beliau sesudah menyelesaikan kuliah adalah bekerja sebagai bagian team pengaman di perpustakaan universitas bung hatta. Jika tulisan saya masuk pada malam hari diatas jam 11.00 malam. Maka saya ikut dengan beliau menjaga patung bung hatta dan juga pemikiran orang-orang hebat lainnya. Sebuah pekerjaan yang sangat mulia.

Pekerjaan yang tidak membutuhkan waktu banyak. Sekali sift pekerjaan 12 jam. Seringkali mendapatkan tugas sift malam. Sedangkan tugas masuk 3 kali seminggu. Maka ia memiliki banyak waktu luang untuk bekarya.

Pilihannya adalah menjadi petani. Karena beliau berasal dari keluarga petani tulen. Ayah dan ibu beliau adalah petani dengan hamparan sawah yang luas dan juga beberapa tempat untuk perkebunan.

Bincang-bincang tentang perjalanan hidup masing-masing dan juga suka duka yang pernah dihadapi. Memberikan pembelajaran bahwa butuh orang yang punya kemauan dan kemampuan untuk menyelesaikan benang kusut masalah masyarakat. Karena hampir nagari disumatera barat ditinggal oleh pemuda dan pemudi yang memiliki kemauan dan kemampuan.

Ranah rantau adalah pilihan. Bagi anak minang setelah menyelesaikan kuliah maka tanah jawa atau jakarta adalah tempat untuk menempa diri. Sedangkan yang hanya menamatkan sampai SMP atau SMA, jakarta tetap menjadi pilihan selain Batam, Pekan baru dan Medan.

Untuk mendapatkan perantau muda minang sangat mudah. Lihatlah karyawan rumah makan padang, penjual bumbu di pasar tradisional, pedagang baju. Rata- rata adalah anak muda minang yang merantau. Persoalan nasib bagaimana dirantau cukup ditelan sendiri. Sedangkan bagaimana sukses mencari hidup di rantau maka saksikanlah ketika pulang kampuang di hari lebaran.

Namun, da al tidak memilih merantau. Karena memiliki prinsip, siapa lagi anak muda yang mampu untuk menjaga nagari dari kemusnahan pemuda. Siapa lagi yang mewariskan budaya ranah minang.

Maka diantara sela pekerjaan sebagai security perpustakaan bung hatta. Ia memilih untuk menjadi petani. Selama ini beliau menjadi petani dengan metode biasa. Dan untuk sekarang beliau memilih untuk menjadi petani menggunakan pure organic.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline