Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yunus

Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Kemanakah Tagis Langit Mengalir?

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Perlahan matahari kembali untuk bersinar di sisi dunia lain. Setelah sholat ashar berkumandang, angin berhembus pelan membawa pesan bahwa hari telah petang. Beberapa burung terbang melayang beriringan membentuk sebuah kelompok yang memiliki sistem kerja sama nan apik. Beberapa petani pulang dari sawah yang telah mulai terbelah seperti gempa yang kuat.

Langkah gontai penuh harap akan hasil panen tahun ini tetap membawa harapan sekaligus ketakutan bahwa awan enggan singgah dan menurunkan bawaan yang berat diatas langit. Bila hujan datang dengan lebat dengan kurun waktu yang tidak melebihi 5 jam maka sawah dan semua ekosistem akan hidup berdampingan. Jika hujan melebihi maka danau sementara akan terbentuk. Alamat tanaman tahun ini kembali menjadi pupuk dan tidak menghasilkan bagi petani.

Ketikak musim panas matahari dengan kekuatan penuh menyinari setiap milimeter sudut-sudut tersembunyi. Kalau tidak pagi maka dapat bagian kala sore. Kali dan bandar sawah seakan ikut berhenti dan bersimpati bahwa tangis langit tak bisa dialiri lagi.

Inilah masalah utama pertanian di sawah rawang, dan sekitarnya di Jorong Pakan Sinayan, Nagari Kamang Mudiak. Sedangkan alternatif lain belum berkembang maksimal. Jenis tanaman ubi kayupun belem skala ekonomis untuk dibudidayakan.

Disisi lain, terdapat tanaman tua yang telah ditanaman oleh nenek moyang dahulu 2 sampai 5 generasi keatas. Inilah penyambung sikulus ekonomi masyarakat. Apakah ini menjadi sebuah tumpuan untuk tetap merdeka secara ekonomi? Bincang-bincang dikala Pembuatan Pupuk Organik Majemuk Lengkap bersama Mirda Syawal Ketua Kelompok Tani Sawah Rawang mengatakan bahwa pendapatan masyarakat untuk pertanian semakin menurun dan terkadang merugi.

Nagari Kamang memang dikelilingi oleh perbukitan. Namun perbukitan mengandung zat kapur dan juga kars. Berapapun air yang mengalir dari langit turun ke kali akan cepat berlalu. Bukit mengalami kekurangan jenis tanaman penahan air. Hal ini mengakibatkan muncul persoalan selain kekurangan air kala kemarau, kelebihan air kala musim hujan.

Air menjadi sumber konflik ekonomi yang berlanjut menjadi konflik sosial kemasyarakatan yang telah lama berlalu seiring langgam banjir kala hujan, kering kala kemarau. Sedangkan untuk hamparan persawahan tidak digarap mencapai 10 hektar. Tumbuhan gulma seakan mendapatkan tempat maksimal untuk tumbuh dan berkembang. Apakah solusi dari persoalan ini?

Jawaban demi jawaban banyak mucul baik dari masyarakat, maupun pemerintah yang memiliki kewajiban memberikan solusi tidak menemukan titik alur yang baik. Ibarat kata kala ada ia menjadi banjir dan menjadi bencana. Kala tidak ada ia menjadi nestapa karena tiada. Salah satu solusinya adalah pembuatan sumur bor dengan kedalaman 150 meter. Kapasitas mesin memompakan air dari bawah tanah 7,1 kubik dalam rentang 5,5 m. Menghabiskan biaya untuk satu hektar 50.000. Dan ini pun bukan sebuah jawaban, karena akan menambah ongkos produksi. Problem lain adalah tentang pembagian air dan kemauan masyarakat untuk berinvestasi atau swadaya untuk menyelesaikan masalah sendiri.

Kemudian melihat kondisi tanah pesawahan ada beberapa jenis bentuk tanah, ada tanah rawa yang memiliki kadar asam tinggi, ada tanah liat berwarna merah, ada tanah liat berwarna putih dan sedikit tanah yang memiliki humus yang baik untuk tanaman padi. Kemudian kondisi kesuburan tanahpun telah kurus. Dari beberapa percobaan memasuki sawah petani yang masih memiliki air. Kaki hanya mampu masuk sampai 10 cm diatas betis kaki. Kala petani ingin hasil seperti biasa maka mesti membeli pupuk dengan harga yang sering mendaki naik dari pada meluncur turun.

Menyelesaikan masalah ini  ibarat menarik benang didalam tepung dan mengurai benang kusut, karena memang dimulai dari kumpuran benang. Disetiap sisi gelap ada terang yang akan datang. Begitulah matahari datang pagi dengan fajar yang menyapa warga Pakan Sinayan yang selalu mendorong untuk tetap optimis. Kemudian bergerak ke Barat untuk terbenam untuk mempelajari tentang apa yang telah dikerjakan.

Berangkat dari permasalahan ini maka dimulailah fajar baru pertanian dengan Total Organik dan Manajemen Tanam serta pemilihan jenis tanaman yang bisa menjadi tumpuan perekonomian masyarakat. Langkah awal adalah langkah berat, namun dari satu langkah akan berlanjut langkah selanjutnya. Hanya berhenti yang mengakibatkan tujuan tidak sampai. Penghenti ini adalah kemalasan dan keputusasaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline