3. fakirnya tradisi menulis. Setelah miskin membaca yang bertambah dengan senyap diskusi menjadi hasil fakir dalam menulis. Tiada lagi kemampuan untuk mewujudkan ide menjadi sebuah gagasan yang dapat tersusun secara baik dan sistematis.
Apakah tradisi menulis merusak organ lain? Pertanyaan ini menggelitik dan menjadi bahan perenungan mendalam untuk di kupas dan dibahas dalam tubuh organisasi berperan sebagai organisasi perjuangan dan berfungsi sebagai organisasi kader. Jawabannya adalah:
- Ya sangat merusak organ lainnya. Kehilangan tradisi menulis, berdiskusi dan membaca merusak secara sistematis organ organisasi yang dimulai dari sel demi sel anggota yang membentuk organ. Organ pertama yang rusak adalah lapisan organisasi terbawah yakni komisariat. Komisariat tidak lagi menjadi tempat menuai benih-benih intelektual cerdas. Hadir hanya sebagai pelengkap keberadaan organisasi. Kerusakan ini terlihat dari semakin tidak populer HMI sebagai organisasi intelektual, namun menjadi organisasi perebut kekuasaan, organisasi senang berdemonstrasi dan berbagai sebutan lainnya.
- Ya sangat merusak organ intelektual di wilayah kampus. Kampus sebagai tempat pembelajaran bagi mahasiswa dengan segala sumber ilmu pengetahuan terasuki oleh penyakit kronis. Tradisi jual beli skripsi, mengupahkan penulisan skripsi dengan uang adalah bukti nyata di depan mata.
- Ya sangat merusak organ intelektual di wilayah generasi muslim. rentetan keberadaan para insan akademis yang fakir menulis bertambah sepanjang tahun dan terus tumbuh. Pertumbuhan ini menjadi penyakit kanker intelektual dan mulai mengganas.
- Ya sangat merusak organ pemimpin masa depan. Karena anggota HMI adalah calon pemimpin di masa depan, berlatih kepemimpinan di mulai dari komisariat berlanjut ke jenjan lebih tinggi dan juga di ranah publik, sosial kemasyarakatan.
Kemudian langkah apakah yang menjadi penyelamat dan obat atas perusakan ini? Bagaimanakah menjadikan tradisi menulis menyembuhkan penyakit yang bersumber dari sel-sel yang terus membelah diri dengan cepat? Mengambil pepatah cina, lebih baik menyalakan lilin dari pada menggerutui kegelapan.
- Apresiasi dan publikasi atas karya tulis. Bentuk apresiasi ini telah ada di Ahmad Wahib Award yang dilaksanakan oleh Freedom Institute. Namun jangkauannya belum merata di seluruh organ organisasi HMI. Apresiasi selanjutnya tidak berakar di tingkatan cabang atau Badko, sebagai media penjaga tradisi intelektual dalam bidanga karya tulis.
- Pembinaan berkelanjutan. Pembinaan ini masuk dalam program pengembangan kader di tingkatan komisariat dan Cabang.
- Dukungan penuh alumni dalam membina tradisi intelektual. Bentuk ini bisa dilakukan dengan pendekatan kajian dan penghargaan atas karya tulis anggota HMI
- Penerbitan buku bersama. Pendekatan ini mutlak di lakukan untuk menjadikan sebuah torehan sejarah untuk masing-masing anggota dalam sepanjang karir berorganisasi. Komunitas Cinta Menulis Unversitas Bung Hatta menyanggupi hal ini untuk menerbitkan kumpulan tulisan dengan judul 6.000 Kata Membentuk Sejarah yang di targetkan rampung akhir Maret 2012. Dan begitu juga dengan Komunitas Klinik Menulis Universitas Azzahra memiliki komitmen bersama untuk terus berkarya merangkai kata minimal 300 kata perhari, pembinaan skill penulisan setiap minggu. Target mereka adalah menerbitkan secara berkala 15 hari sekali kumpulan tulisan di kampus sebagai bentuk apresiasi karya.
Apakah ini cukup?
Jawabannya memiliki rentang kemungkinan cukup pada awalnya dan belum cukup dalam proses dan akhirnya. Masih di butuhkan konsistensi pembinaan bertahap dan berkala. Dari dua Komunitas kembar akan bersaing secara sehat untuk mewujudkan tradisi menulis d kalangan keluarga HMI, semoga.
Tulisan yang dipersiapkan dalam diskusi mingguan HMI Komisariat Azzahra 5 Januari 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H