Membaca berbagai kisah dan tragedi masyarakat Indonesia yang menjadi buruh migran dan juga korban dari perdagangan manusia membuat siapapun marah. Buruh migran dan pekerja diluar negri adalah penghasil devisa bagi Indonesia. Beberapa perbankan besar ikut serta dalam menikmati manisnya aliran uang para pekerja buruh migran diluar negri.
Pilihan untuk berangkat ke luar negri adalah ikhtiar untuk mampu hidup layak bagi keluarga. Karna di negri sendiri tidak menemukan jalan keluar dari kungkungan pemiskinan sistematis dan terstruktur. Pekerjaan yang tersedia berdasarkan kemampuan dan pendidikan masih sesak oleh tamatan perguruan tinggi dan akademi. Sedangkan masyarakat yang termiskinkan tidak mendapatkan pendidikan, maka pilihan adalah menjadi buruh migran dan bekerja di sektor rumah tangga.
Beberapa negara telah mempunyai sistem dan aturan hukum jelas. Yang mampu menjadi payung bagi pekerja buruh migran untuk mendapatkan keadilan dan sistem kerja yang manusiawi. Sedangkan diberbagai negara buruh migran menjadi budak yang dimiliki.
Akar ini berasal dari proses rekrutmen dan jasa penempatan TKI, perjanjian kerja yang tidak jelas. Belum lagi permasalahan keterampilan dan juga sikap dari majikan. Bagi bangsa arab saudi buruh migran adalah budak. Yusuf Qordhawi memberikan pandangan buruh migran sebagai bagian dari jahiliah modren dengan perbudakan manusia.
Pembelaan masyarakat Indonesia yang bekerja di negri orang tidak cukup hanya dengan bantuan pemerintah untuk membebaskan dari jeretan hukum. Butuh kebijakan dari sisi hukum dalam bentuk perlindungan undang-undang dan peraturan pemerintah. Kemudian diterjemahkan dalam bentuk persiapan tenaga kerja profesional Indonesia. Hal ini butuh kebijakan dari pemegang amanah Indonesia untuk lima tahun kedepan.
Sedangkan dalam kontek zakat dan pembagian zakat ada bagian dari zakat untuk human trafiking. Karena efek dari jual beli manusia adalah perbudakan. Hak ini diatur dalam alquran Q.S Attaubah ayat 71. Ada bagian untuk pembebasan budak. Dalam konteks ini Badan Amil Zakat Nasional dan Lembaga Amil Zakat bukan sekedar menjadi pengumpul Zakat, Infak dan Sedekah semata. Namun alfa memberikan hak-hak yang jelas bagi yang berhak.
Membaca sebaran sumber pedagangan manusia akibat kemiskinan terstruktur dan sistematis, maka dibutuhkan konsentasi penuh dan sistematis dalam 5 tahun untuk memberdayakan masyarakat untuk keluar dari jebakan sistematis kemiskinan. Kemiskinan bersumber dari ketiadaan keterampilan, akses keuangan yang susah dengan terbatasnya peredaran uang, dan serangan produk luar daerah.
Disinilah peran Lembaga dan Badan Amil Zakat untuk mengurangi sumber kemiskinan lewat program pemberdayaan masyarakat lewat keunggulan alam dan pendidikan. Dana tambahan bisa diakses dari CSR perbankan syariah dan juga perusahan lainya.
Pola bagi recoveri buruh migran ada dua pendekatan. Pertama pendekatan preventif berupa ZISWAF Community Development pada daerah sumber buruh migran dan perdagangan manusia. Pendekatan ini bisa menggandeng pemerintah daerah tingkat dua khususnya Dinas PErtanian, Peternakan dan UKM sebagai partner kerjasama dalam pengelontoran dana APBD. Kedua pendekatan curatif, setiap buruh migran yang pulang diberikan pelatihan keterampilan hidup dan kewirausahan terpadu dengan dana zakat, infak dan sedekah. Pada tahap ini juga bisa dalam bentuk pemberian uang untuk pembebasan buruh migran atau korban dari perdagangan manusia.
Hal ini mutlak dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat baik pemerintah maupun swasta untuk melindungi umat Islam yang juga adalah warga Indonesia. Bila tidak maka lembaga amil zakat terkhusus amil telah melakukan kezhaliman dengan menumpuk hak orang lain dan salah dalam distribusi karena kealfan atau kekurangpahaman persoalan esensi zakat sebagai hak mutlak asnaf yang delapan.
Perjuangan ini butuh waktu lama dan konsisten dari berbagai pihak terutama pemerintah daerah dan nasional. Hiruk pikuk pemilu legislatif yang telah usai dan persiapan pemilu presiden tidak menjadikan kealfan bagi masyarakat Indonesia yang berjuang diluar negri mencari sesuap nasi dan memperbaiki nasib keluarga Indonesia.