Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Yunus

Kemandirian Pilar Dalam Kebersamaan Saling Berpadu

Sapa Dulu, Baru Komentar Bos

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan harian seorang pedagang 7

Mr. Komentator adalah gelar yang disematkan atas seseorang yang memiliki budaya memberikan komentar terhadap apapun, kapanpun. Bertemu pagi, bukan ucapan salam dan selamat pagi, namun mendapat sarapan komentator tentang perbaikan ini, kerjakan ini dan lakukan itu, kenapa ini begini dan itu begitu. Komentar yang terkadang salah tempat, salah alamat menjadikan seseorang sebagai bahan hangat perbincangan diantara kalangan dalam satu komunitas.

***

Relasi kerja dan pola komunikasi dalam dunia kerja atau usaha banyak menjadi perhatian peneliti, praktisi. Beberapa disiplin ilmu lahir mengupas tentang relasi kerja, membangun hubungan antara atasan dan bawahan. Disiplin ilmu berkomentar, memberi respin berhimpun dalam ilmu komunikasi. Sedangkan dalam pembahasan dalam dunia kerja biasanya dikupas dalam perilaku organisasi.

Banyak kasus, pembangkangan tersembunyi, budaya ambil muka dan juga berhenti kerja mendadak dan kompak, dimulai dari pola komunikasi dari atasan kepada bawahan. Pada kontek pembangkangan tersembunyi karyawan atau pekerja dimulai dari tidak memberikan seluruh kapasitas kemampuan bagi perusahaan, menahan peluang dan terkadang memberikan kepada kompetitor. Penyabab utama hal ini terjadi, dimulai dari minimnya apresiasi dari pencapaian kinerja. “Udah capek kerja yang bagus, malah dimarahin”, üdah banyak yang kita berikan, bos ngak ngasih bonus”dalan masih banyak ungkapan lainnya.

Selanjutnya, efek dari diskriminasi dalam memberikan apresiasi dan komentar, muncul dan berkembang budaya ambil muka. Bila atasan atau bos berada ditempat, maka semua sibuk melakukan pekerjaan. Bila atasan tidak ada maka pekerjaan ditunda untuk kegiatan yang lain. Budaya ambil muka, biasanya untuk mendapatkan perhatian khusus, menjadi tangan kanan bos, posisi ini menguntungkan untuk mampu memberikan tekanan kepada bawahan. Peribahasanya Injak bawah, sikut samping, manis muka.

Terakhir adalah berhenti mendadak dan kompak. Pilihan ini sering diambil oleh karyawan yang teramat jenuh dan burn out (stess berat). Dimana budaya kerja, relasi kerja dan pola komunikasi yang tidak adil dan humanis menjadi budaya atasan dan perusahaan. Kerugian bagi perusahaan dan bos, kehilangan mereka yang memiliki kinerja, kemampuan dan tidak bisa mengambil muka terhadap atasan. Biasanya mengakibatkan kelimbungan dan kehancuran, diakibatkan hal negatif yang membudaya.

Terkait dengan tiga pilihan yang dilakukan oleh karyawan, maka persoalan memberikan komentar mesti memiliki etika dan seni penyampaian. Pertama, Dimulai dari niat baik untuk memberikan nasehat untuk peningkatan kualitas dan kapasitas pekerja atau bawahan. Niat baik akan melahirkan kenyamanan dalam relasi kerja yang tidak hanya sekedar transaksi tenaga dengan uang, keterampilan dengan uang. Kedua, Menyampaikan komentar dengan memulai dengan fakta dan data serta kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dari melakukan kesalahan. Ketiga, memberikan arahan dan cara yang benar. Hal ini perlu untuk melakukan koreksi kesalahan dan harapan perbaikan perilaku dan tindakan dalam bekerja. Keempat, penghargaan non material dan material. Senyuman yang tulus, tepukan bahu, jabat tangan dengan ucapan selamat. Memberikan pujian dan ucapan terima kasih atas pencapaian perbaikan dan kinerja. Dan lebih menyenangkan memberikan sesuatu berupa hadiah yang mampu meningkatkan kapasistas dan kualitas karyawan. Kelima, Menyampaikan komentar tidak didepan umum dan didepan mitra, konsumen atau kawan kerja. Hal ini menjatuhkan harga diri dan juga menghinakan seseorang di depan umum. Sebaiknya menyampaikan pribadi kepada pribadi. Keenam, Menggunakan bahasa yang baik dan benar. Tidak menggunakan bahasa kasar apalagi caci maki. Sebab relasi kerja antara atasan dan bawahan adalah relasi hubungan manusia dengan manusia. Sejajar dan sama baik dalam hukum maupun agama, hanya peran dan kesempatan yangberbeda.

Enam tahap menyampaikan komentar adalah bagian dari dinamika perbaikan budaya kerja dan budaya usaha. Komentar yang lahir dari kepakaran mampu memberikan perbaikan baik bagi personal maupun organisasi, termasuk usaha. Biasanya dari hasil dedikasi dan integritas keilmuan dan pengalaman puluhan tahun, komentar ini mendatangkan kebaikan timbal balik baik yang memberikan komentar dan penerima komentar.

Sedangkan komentar yang ala kadar menjadi obrolan dan canda tawa, biasanya dinamakan dengan parodi. Ruang ini secara baik dijadikan acara seperti stand up comedy, negri ½ demokrasi dan berbagai acara lainnya yang mendatangkan pendapatan bagi berbagai pihak.

Dalam dunia sosial media, semakin banyak komen dari sebuah status atau kejadian, maka ia menjadi popular dan digandrungi. Maka berbagai aktivitas didokumentasikan untuk mendapatkan komentar baik, bagus, dan terkadang mencoba untuk mendapatkan simpati. Maka mulai dari pesohor, selebritis, kepala negara, orang biasa ikut nimbrung dalam media sosial untuk mendapatkan komen dari berbagai kalangan.

Sedangkan dalam dunia kerja dan relasi atasan dan bawahan menyampaikan komentar erat hubungannya dengan kekesalan, bila komentar yang mengabaikan etika dan seni berkomunikasi. Bila menggunakan etika dan seni berkomunikasi ditambah dengan sikap empati maka, komentar dan masukan menjadi sesuatu yang berharga dan bermanfaat bagi karyawan dan atasan sama-sama membesarkan usaha atau perusahaan.

Sapa dulu, baru komentar Bos.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline