Lihat ke Halaman Asli

Makrifat Kasing Sayang Es Doger

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sebagai orang tua, adalah sebuah kewajaran jika tidak lelahnya untuk berpesan kepada anak-anaknya yang masih bocah untuk tidak sembarangan jajan. Di tengah jaman edan saat ini, tidak hanya sekali dua kali kita mendengar pemberitaan mengenai aneka jajanan anak yang tidak higienis. Entah yang makanan kadaluarsa lah, yang menggunakan pewarna berbahaya, yang berpengawet bahan kimia, bahkan daging celeng atau babi.

Untuk para penjaja makanan anak di sekolah si Ponang, menurut saya belum pernah terdengar isu-isu yang menghebohkan sebagaimana yang pernah diungkap di media tivi ataupun koran di atas. Akan tetapi sebagai sekedar nasehat untuk anak-anaknya, tentu saja setiap orang tua selalu menyampaikannya. Setidaknya terhadap jajanan macam apapun harus diingatkan untuk memperhatikan setidaknya standar kebersihan dan pengemasan makanan. Hal ini penting karena tak jarang bersumber dari makanan jajanan bisa menganggu kesehatan, meskipun sekedar pilek atau batuk-batuk.

Nah, suatu ketika si Ponang memperlihatkan gejala batuk-batuk yang tak kunjung sembuh. Sayapun menjadi sedikit curiga. Batuk memang bisa disebabkan beberapa faktor, seperti alergi, debu, mengkonsumsi makanan atau minuman yang terlalu manis, atau bisa jadi dari es. Dari sinilah kecurigaan saya timbul. Meskipun sudah seringkali diwanti-wanti untuk tidak jajan es doger secara berlebihan, ndilalah namanya bocah, selalu saja melanggar pesan orang tua. Selidik punya selidik, usut punya usut, setelah sempat saya tanya secara hati-hati, memang pada beberapa hari berturut-turut si Ponang memang selalu jajan es doger.

Es doger memang lezat. Siapapun yang pernah menikmati santapan pelega rasa haus di kala panas menyengat tersebut mungkin akan senantiasa ketagihan. Yang justru menjadi kekhawatiran saya terhadap sajian es doger ini adalah kemungkinan penggunaan air mentah yang belum dimasak hingga mendidih, alias banyu antah. Bukankah jika demikian sangat dimungkinkan bakteri ataupun virus pengganggu tidak mati dan akan terkonsumsi ke dalam tubuh? Demikian halnya dengan kebiasaan jajan es doger setiap hari ini, bagaimanapun juga sesuatu yang dikonsumsi terlalu berlebihan tentu saja akan berakibat kurang baik bagi kesehatan tubuh kita.

Sebenarnya kami tidak pernah sama sekali melarang si Ponang untuk jajan es doger. Sekali dua kali sehabis pelajaran olah raga ataupun pelajaran tambahan di siang hari yang terik tidak terlalu masalah lah. Akan tetapi kok bisa batuk-batuknya tidak sembuh-sembuh dan seolah semakin menjadi-jadi. Dan ketika didesakkan pertanyaan, ternyata si bocah memang mengakui bahwa beberapa hari terkahir ia selalu jajan es doger.

Tentu saja kembali saya menasehati mengenai kurang baiknya jajan es doger setiap hari, termasuk efek kesehatan yang bisa menyebabkan batuk pilek tadi. Akan tetapi saya justru menjadi tersentak dengan jawaban si Ponang, "Habisnya kan mesake Pak! Kasihan sama ibu-ibu penjual es dogernya. Ia kan menggendong bayi kecil. Kalau nggak ada yang beli es dogernya, darimana ia dapat uang dan memberi makan bayi itu. Lagian saya batuk-batuk sedikita nggak apa-apa lah Pak!"

Gubrakkk....saya benar-benar bagai tersambar geledek di siang terang matahari. Dari mana si Ponang sempat-sempatnya berpikir semacam itu. Siapa yang membisikkan pemikiran janggal itu ke relung otaknya? Bagaimana seorang bocah SD berpikir tentang sebuah pengorbanan diri seperti itu? Apakah ini sebuah tabir makrifat kasing sayang maha luas dari seorang bocah yang belum terlumur debu dosa yang merasa iba melihat sesamanya dalam balutan derita?

Pada satu sisi kekagetan jawaban si Ponang menumbuhkan keheranan sekaligus kesadaran bahwa sayapun harus belajar tentang sebuah mutiara nilai tiada tara di balik peristiwa sederhana es doger dan batuknya si Ponang ini. Seringkali manusia membeli sesuatu, entah makanan yang dikonsumsi, baju yang dikenakan, kendaraan yang ditumpangi atau apapun yang bernama barang atau jasa adalah atas dasar suatu kebutuhan yang seringkali dan kebanyakan daripadanya justru didorong oleh hasrat dan nafsu. Intinya tindakan tersebut dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan atau kepuasan diri sendiri. Kita membeli bakso ya karena kita lapar dan ingin kenyang. That's all!

Akan tetapi dari pernyatan si Ponang Kecil kita bisa berkaca, bahkan ada seorang bocah yang berani berpikir ia membeli karena rasa iba dan kasihan terhadap penjualnya. Ia memang menyukai es doger, tetapi masih dalam batas kewajaran. Ia memang sering kehausan di sela waktu sekolahnya, akan tetapi tidak harus setiap hari ia membeli es doger kan? Rupanya tindakan borong es doger setiap hari itu didorong oleh rasa kasihan melihat penjualnya yang berjualan sambil menggendong bocah bayi. Meskipun sudah berungkali dinasehati untuk tidak berlebihan membeli es doger yang bisa menyebabkannya batuk ataupun pilek, namun risiko itu justru dilanggarnya secara sadar demi mengutamakan rasa iba terhadap sesama. Kepentingan orang lain harus diutamakan daripada kepentingan diri sendiri.

Saya pastinya tidak tahu apakah ini hanya akal-akalan si Ponang untuk tidak dipersalahkan membeli es doger terus-terusan. Akan tetapi sayapun tidak percaya jika hal tersbeut hanya akal-akalan akan tetapi mampu memberikan argumen yang belum senalarnya muncul dari benak seorang bocah kecil. Atau justru mungkin Tuhan tengah berkirim sebuah pesan penting kapada kita. Monggo kita renungkan lebih dalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline