Lihat ke Halaman Asli

Antara Tulisan Penting atau Tulisan Menarik

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Ruh dari sebuah tulisan yang banyak mengundang minat baca orang lain adalah informasi yang terkandung di dalamnya. Dua parameter utama sebuah tulisan dikatakan layak dibaca bergantung kepada informasi yang bersifat penting dan menarik. Tulisan yang berisi informasi penting dan dikemas dengan menarik tentu akan mendatangkan pembaca yang jauh lebih banyak, atau sering dikatakan sebagai tulisan yang layak jual. Tentu saja apabila kedua unsur tersebut tidak terpenuhi sekaligus, minimal salah satu diantaranya harus ada. Apakah parameter penting dan menarik itu sudah dapat memastikan dihasilkannya sebuah tulisan yang berkualitas? Kemudian bagaimana peran ataupun pengaruh penggunaan ragam bahasa di media online, baik di media mainstream maupun yang bersifat personal seperti yang ditulis oleh para citizen journalist, terhadap perkembangan bahasa?

Pertanyaan di atas barangkali menjadi tantangan kita bersama sebagai pengguna bahasa, dalam hal ini tentu saja bahasa Indonesia. Untuk mencoba membuka ruang diskusi dan pemikiran bersama, Harian Kompas menyelenggarakan seminar dengan tema “Merumuskan Bahasa dalam Media Online dan Jurnalisme Warga”, pada hari Sabtu, 20 Oktober 2012, bertempat di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta. Hadir selaku narasumber dalam acara tersebut Masmimar Mangiang (Dosen Komunikasi UI), Pepih Nugraha (Manajer Redaktur Kompas), dan Ivan Lanin (Wikipedia Indonesia).

Kang Pepih Nugraha yang mendapatkan giliran pertama untuk menyampaikan presentasinya, memancing pemikiran bahwa dinamika bahasa sangat dipengaruhi perkembangan sarana dan media komunikasi yang digunakan saat ini. Media online memberikan peluang penyampaian informasi secara lebih cepat. Meskipun demikian, dari pengalaman dan pengamatannya, terdapat segmentasi pembaca yang berbeda antara Kompas cetak dengan Kompas.com. Hal inilah yang seringkali menyebabkan penyajian dan pengemasan bahasa yang digunakan di kedua media itupun berbeda.

Dalam catatan Kang Pepih sifat atau kriteria tulisan yang diturunkan di Kompas cetak diantaranya resmi, intelek, melipir, tanpa infotaiment, dan selalu penting. Adapun tulisan yang di-upload di Kompas.com lebih mendekati sifat informal, smart, lugas, penuh infotainment, dan menarik. Pembedaan sifat di kedua media tersebut tentu saja tidak mutlak karena kenyataannya di Kompas cetak banyak terdapat tulisan yang penting dan dikemas dengan sangat menarik, serta tidak selalu kaku. Sebaliknya di Kompas.com-pun banyak dimuat tulisan yang tidak saja menarik, namun memang isinya juga penting.

Lebih lanjut Kang Pepih memberikan tips dan trik pemilihan judul untuk membuat sebuah tulisan yang menarik. Tulisan akan membangkitkan rasa penasaran jika judulnya dikemas sedemikian sehingga mengandung unsur rahasia (membangkitkan pertanyaan), dramatis, lugas, unik, menonjolkan kontes, lebih deskriptif, dan “sedikit lebay atau bombastis”. Tulisan dengan judul yang menarik tentu akan jauh lebih memberikan peluang sebuah tulisan menjadi layak dijual.

Sudut pandang pembuatan tulisan yang “layak jual” dengan memprioritaskan sifat penting dan menarik saja, tentu saja sedikit banyak akan mengurangi kualitas tulisan yang sesuai dengan kriteria tulisan yang baik dan benar menurut Ejaaan Yang Disempurnakan (EYD). Menurut Masmimar, secara prinsip bahasa yang digunakan oleh media tradisional (media cetak), media online, ataupun berita dari jurnalis warga tidak ada bedanya. Selain penting dan menarik, sebuah berita seharusnya ditulis dengan memperhatikan kriteria lain, seperti faktual, aktual, obyektif, akurat, lengkap menjawab 5 W +H, berimbang, tidak berprasangka, menggunakan bahasa dengan jelas dan efisien, tidak melanggar kaidah hukum, dan taat pada etika. Perbedaan sifat media online dibandingkan cetak terletak pada kecepatan penyampaian dan kemampuan penyajian informasinya.

Sebuah tulisan dikatakan baik jika pengungkapan informasi yang dipikirkan oleh penulis dapat diterima oleh pembaca tanpa menimbulkan kesalahan pemahaman ataupun persepsi. Sebuah tulisan berita jelas bukan fakta yang ingin diberitakan, tetapi hanyalah merupakan pendekatan penggambaran fakta yang terjadi di lapangan. Meskipun tidak dapat sepenuhnya dapat tunduk atau taat dengan ketentuan bahasa yang baik dan benar, setidaknya setiap penulis berita di media massa harus memperhatikan kaidah bahasa, logika bahasa, dan rasa bahasa.

Ivan Lanin selaku praktisi jurnalisme warga menjadi pembicara ke tiga dengan pemaparan pengertian jurnalisme warga dan beberapa contohnya. Media seperti blog pribadi, situs independen ataupun kolaboratif, forum, milis, mikroblog, hingga komentar blog memberikan media yang seluas-luasnya bagi semua orang untuk menyampaikan pikiran dan pendapatnya. Hal tersebut terdorong lebih pesat dengan kemudahan dan kecepatan akses internet yang semakin tinggi, teknologi penerbitan internet yang semakin mudah dan praktis, popularitas jejaring sosial yang tinggi, dan dorongan kebutuhan informasi yang bergerak sangat cepat.

Peranan jurnalis warga memiliki keunggulan dalam hal kecepatan pemuatan informasi dan independensinya. Namun demikian, karena di media jurnalis warga, terutama yang personal, tidak memiliki filter redaksional tersendiri, maka penggunaan kaidah bahasa yang baik dan benar dikembalikan kepada kesadaran moral masing-masing penulis. Oleh karena itu ke depan perlu dikembangkan tulisan yang obyektif dalam pengertian menaati etika dan metode penulisan, berkualitas dari sisi isi informasi dan penggunaan ragam bahasanya, serta tidak melanggar ketentuan hukum. Di sampin itu perlu ditanamkan juga kesadaran mengenai penghargaan terhadap hak cipta pihak lain karena seringkali kita menggunakan atau merujuk data ataupun informasi dari pihak lain yang harus dihormati originalitas ide serta kreativitasnya.

Jadi apakah hanya kriteria penting dan menarik sudah cukup untuk membuat sebuah postingan di media online? Nampaknya kita harus belajar dan menggali kembali ketentuan bahasa yang telah kita sepakati bersama sebagai bahasa yang baik dan benar, dengan tetap memenuhi dinamika kemajuan jaman. Dengan demikian bahasa Indonesia akan berkembang terus tanpa kehilangan esensi dan jatidiri para penuturnya.

Ngisor Blimbing, 20 Oktober 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline