Lihat ke Halaman Asli

"Grasi Corby": Semakin Melemahnya Moralitas Hukum di Indonesia

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Obral grasi oleh Presiden? Inilah isu hangat bidang hukum yang banyak dibicarakan berbagai kalangan minggu ini. Jangankan para praktisi hukum yang sangat memahami seluk beluk pasal per pasal aturan hukum sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan, kalangan bawah, tukang becak, tukang ojek, sopir angkot hingga kusir andong, kalau baca koran atau mendengar berita tentang pemberian grasi alias kortingan masa tahanan kepada Corby “Ratu Narkoba” dari Australia, pasti merasa geram dan gregeten luar biasa. Bagaimana tidak?

Negara ini katanya negara hukum yang tengah berperang melawan penyalahgunaan narkoba. Kejahatan narkoba adalah kejahatan sangat berat karena merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Shabu, cimeng, ganja, dan psikotropika yang disalahgunakan lainnya telah menjerumuskan anak bangsa, khususnya kalangan remaja dan pemuda, ke jurang kecanduan yang sangat gelap gulita. Generasi pecandu dan pemabuk merupakan generasi yang menyia-nyiakan umur, otak, tubuh, akal pikiran hingga masa depannya yang berujung kepada masa depan bangsa yang suram.

Indonesia tidak lagi hanya sebagai negara tujuan pemasaran narkoba, tetapi negeri ini sudah menjadi produsen narkoba yang haram jadah itu. Jika kecenderungan penyalahgunaan narkoba di seluruh dunia mengalami tren penurunan, justru di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat pesat! Narkoba tidak lagi hanya menjadi lampu kuning, harusnya tidak ada tawaran lagi untuk memeranginya sacara kaffah hingga sampai ke akar-akarnya. Kejahatan narkoba merupakan kejahatan pidana berat disejajarkan dengan tindak pidana korupsi dan pembunuhan. Narkoba adalah bahaya laten yang jauh lebih berbahaya dibandingkan komunisme yang sebelumnya menjadi musuh bangsa.

Dampak dan pengaruh kejahatan narkoba mendorong pemerintah melakukan gerakan untuk memberantasnya hingga tuntas. Tak tanggung-tanggung, sistem perundangan ditelah diberlakukan dengan penerapan hukuman pidana yang berat. Di luar itu, bahkan kelompok atau golongan masyarakat tertentu mengharapkan para pelaku kejahatan narkoba dihukum seberat-beratnya, hingga hukuman mati atau seumur hidup. Hal ini diharapkan dapat menjadi efek jera dan pembelajaran berharga agar masyarakat tidak main-main dengan penyalahgunaan narkoba.

Namun segala tekad, segala komitmen tinggi untuk memberantas penyalahgunaan narkoba itu seakan dikandaskan, bahkan kembali oleh Presiden, pimpinan tertinggi negara ini. Dengan alasan demi kepentingan negara “yang lebih tinggi”, khususnya dalam hubungan diplomatik antara RI-Australia, hukuman Corby yang semestinya 20 tahun di-korting dengan potongan hukuman 5 tahun. Masyarakat begitu terkejut! Ada apa gerangan? Apakah ini bentuk intervensi negara asing terhadap pemerintah kita?

Alasan keputusan Presiden sebagaimana dijelaskan oleh para pembantu-pembantunya terkesan ngalor-ngidul dan sekedar hanya ngeles semata. Apakah yang dimaksud kepentingan negara yang lebih tinggi itu, tidak pernah bisa dijelaskan dengan terang dan tuntas. Bisa jadi memang karena alasan yang dibuat sekedar mengada-ada, tanpa landasan kajian yang mendalam, argumentatif, cerdas, dan tepat!

Bagaimanapun, rakyat sebagai pemberi amanah kekuasaan negara kepada Presiden, berhak tahu ada apa di balik pemerian grasi kepada Corby. Rakyat semakin cerdas dan tidak lagi mudah dibohongi oleh pemerintah. Sesungguhnya pemerintah tidak perlu khawatir untuk blak-blakan menyampaikan argumentasi dan segala pertimbangan hukum keputusan yang tidak populer tersebut. Seandainya alasan Presiden benar-benar tepat, cerdas, dan tidak melukai perasaan keadilan rakyat, pastilah rakyat akan dapat menerimanya dengan sepenuh hati. Namun bila pemerintah sekedar waton suloyo, jangan marah bila kemudian rakyat menjadi lebih marah!

Memang kita memahami sepenuhnya bahwa grasi adalah hak prerogatif Presiden. Segala prosedural penetapan grasi konon juga sudah dilaksanakan. Akan tetapi apakah hukum hanya sekedar penegakan administrasi prosedural semata? Hukum hanya dimaknai pasal per pasal hukum formal sebagaimana terumuskan di dalam peraturan perundangan-undangan kita? Padahal jauh hari di masa silam, para senior pakar hukum telah menekankan betapa hukum tidak bisa dipahami hanya sekedar sebagai aturan formal legal (rule of law). Hakekat hukum adalah tegaknya keadilan (rule of justice), bahkan tegaknya moralitas (rule of morality). Salah satu tokoh pakar hukum yang menyatakan rumusan demikian adalah Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, Guru Besar Emeritus dari Universitas Diponegoro.

Hukum adalah proses mencapai keadilan dengan rambu-rambu rumusan aturan formal peraturan perundang-undangan. Peraturan hanya sebagai panduan dan batas-batas wilayah kreativitas seorang hakim. Hakim, dengan pengerahan “ijtihad” akal pikiran yang dilandasi kesucian nuraninya, berwenang menetapkan hukum. Akal dan pikiran hakim inilah yang harus mengacu kepada semangat pencapaian nilai keadilan dan tegaknya moralitas masyarakat. Hakim adalah “hukum” itu sendiri.

Namun di negara yang katanya negara hukum ini, segala hal yang berkaitan dengan penegakan hukum selalu menuai rapot jeblok, bahkan semakin terpuruk, kalau tidak bisa dibilang sudah ambruk. Hukum sudah beralih menjadi permainan politik. Tidak ada lagi kedaulatan hukum. Negara hukum tinggalah jargon omong kosong untuk sekedar membohongi rakyat karena tidak ada lagi komitmen penegakan hukum yang adil dan bermoral.

Jika para penegak hukum sudah terbeli oleh uang dan kekuasaan, polisi, pengacara, jaksa, hakim, dan birokrat sudah sontoloyo dalam memanipulasi hukum, adakah masa depan gemilang bagi bangsa ini? Apabila hukum telah memudar, moralitas semakin melemah, dan keadilan semakin sirna, kemana lagi rakyat kecil mesti bergantung? Untungya masih ada Tuhan Yang Maha Hakim!

Ngisor Blimbing, 27 Mei 2012




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline