Lihat ke Halaman Asli

Inspirasi Para Petarung

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam hidup ini, saya selalu terinspirasi dengan mereka yang saya sebut sebagai petarung. Mereka yang saya maksud petarung adalah orang-orang yang punya konsistensi dan usaha keras dalam meniti kehidupan. Mereka adalah manusia-manusia ulet dan tahan banting. Tidak mudah mundur, apalagi putus asa dan menyerah.Mereka adalah orang-orang yang gigih dan teguh dengan prinsip atau keyakinannya.

Inilah manusia petarung. Kedengarannya biasa dan sederhana. Tetapi manusia-manusia jenis ini amat jarang diketemukan dalam realitas kehidupan. Mereka bukan jenis manusia pada umumnya, yang usaha dan kerjanya sudah jamak.Mereka adalah manusia-manusia yang usaha-usaha dan kerjanya out of the box. Mereka adalah manusia-manusia yang semangatnya menyala-nyala dan siap tempur menerjang arus kehidupan.

Para petarung adalah manusia-manusia yang memulai sesuatu dari bawah lalu bertransformasi dan melejit maju. Mereka lalu berjaya. Mereka kemudian unggul. Berjaya dan unggul melalui karya nyata, hasil nyata, bukan sekedar dari prestasi angka (rapor/IPK) atau perolehan titel pendidikan (master/doktor). Mereka adalah manusia yang menghasilkan karya dan hasil kerja nyata.Mereka juga adalah manusia-manusia yang taat pada nilai-nilai moralitas, kemanusiaan dan keagamaan.

Untuk memperjelas bagaimana sesungguhnya manusia petarung itu, saya akan mengelompokkan manusia petarung ini ke dalam dua bidang kehidupan. Pengelompokkan ini didasarkan pada pengalaman saya melihat langsung adanya manusia-manusia petarung. Mereka ada dan hadir dalam kehidupan. Namun keberadaannya lebih sering saya jumpai pada dua bidang kehidupan.

Pertama, petarung dalam bidang intelektualitas-akademik. Petarung di lapangan intelektualitas-akademik menurut saya bukanlah orang-orang genius yang punya IQ di atas rata-rata. Mereka bukan pula bekas siswa atau mahasiswa yang kerap jadi juara kelas atau punya nilai IPK tertinggi. Mereka adalah orang-orang biasa di sekolah. Mereka nampak sederhana. Tetapi di balik kebiasaan dan kesederhanaan itu, terselip semangat, tekad, dan daya juang yang selalu menerabas gelombang kehidupan.

Inilah petarung-petarung intelektual-akademik. Mereka unggul dan dominan karena semangat, usaha dan kerja kerasnya yang konsisten. Bukan sekedar karena ber-IQ tinggi. Bukan sekedar punya prestasi akademik segudang. Dan bukan sekedar punya titel akademik yang melangit. Mereka adalah manusia-manusia yang konsisten berusaha dan bekerja keras hingga mampu melahirkan karya-karya intelektual. Karya-karya yang mencerahkan orang banyak. Karya-karya yang menginspirasi banyak pembaca. Bukan karya ilmiah yang hanya bisa digudangkan di rak-rak perpustakaan atau tersimpan tertutup dalam website jurnal yang sulit diakses oleh publik.

Sang petarung di lapangan intelektualitas-akademik adalah manusia-manusia yang terus berkarya menghasilkan ide dan gagasan. Buah pikirannya lalu tersebar dimana-mana melalui karya buku, tulisan artikel/opini di media cetak atau media-media online. Mereka bukan tipe intelektual yang cepat onani. Intelektual yang puas dengan prestasi atau titel akademiknya. Mereka bukan pula intelektual atau akademikus yang gemar mengejar proyek penelitian. Berkarya dan meneliti karena motivasi proyek yang menawarkan puluhan dan ratusan juta rupiah. Sang petarung bukan juga intelektual tukang yang setiap saat siap bekerja dan mengabdi untuk kepentingan kuasa atau penguasa. Intelektual yang mudah dibayar untuk menjustifikasi dan melegitimasi kebenaran kuasa atau penguasa.

Sang petarung di ranah intelektualitas-akademik adalah sosok intelektual yang punya idealisme untuk menyuarakan kebenaran empiris, hati nurani dan kemanusiaan. Mereka hanya mau bekerja untuk proses pencerahan publik, keadilan dan kesejahteraan umum. Uang dan segala fasilitas kekayaan hanya dampak bawaan, bukan tujuan dasar atau motif yang mendasarinya berkarya dan bekerja.

Kedua, petarung yang meniti kehidupan dalam bidang bisnis-ekonomi. Menurut saya petarung di lingkup bisnis-ekonomi ini bukanlah orang-orang yang sudah melewati jenjang pendidikan tinggilalu terjun ke dunia bisnis-ekonomi. Petarung di lapangan bisnis-ekonomi bukan pula orang-orang yang mewarisi harta kekayaan dan perusahaan besar orang tua atau keluarga. Menurut saya petarung bisnis-ekonomi ini adalah manusia-manusia yang merintis usaha bisnisnya dari bawah lalu berkembang pesat memiliki usaha bisnis yang besar.

Hanya saja perlu digaris bawahi bahwa manusia petarung di bidang bisnis-ekonomi bukanlah pengusaha-pengusaha sukses yang bisnis usahanya sering menindas dan merugikan rakyat dan negara. Mereka bukan pula pengusaha-pengusaha hitam yang sering kongkalikong dengan elit pemerintah untuk menjalankan proyek-proyek milyaran atau triliunan rupiah. Petarung bisnis-ekonomi ini adalah pengusaha-pengusaha atau pedagang-pedagang yang membangun usaha bisnisnya di atas nilai kejujuran dan garis kebenaran. Sehingga usaha bisnisnya tidak merugikan banyak orang apalagi merampas hak dan menindas kepentingan rakyat dan negara.

Petarung dalam bisnis-ekonomi ini juga adalah pengusaha atau pebisnis yang memiliki rasa kemanusiaan. Karena itu sang petarung merupakan manusia yang gemar menderma. Ringan tangan membantu kaum lemah. Sang petarung bukan manusia kikir dan serakah yang tidak punya jiwa sosial. Sang petarung bisnis-ekonomi bukan manusia serupa Qarun dalam cerita sejarah Islam. Sang petarung bukan juga manusia serupa Malin Kundang yangarogan dengan status sosial ekonominya hingga merendahkan orang lain atau sanak keluarganya. Sang petarung bukan manusia pongah dengan hasil kekayaannya. Sang petarung bisnis-ekonomi adalah manusia dermawan yang rendah hati dan penuh kasih terhadap sesama lebih-lebih pada sanak familinya.

Beginilah ciri manusia-manusia petarung yang saya jumpai di ranah intelektualitas-akademik dan bisnis-ekonomi. Sejauh ini saya hanya bisa menyaksikan sang petarung eksis dalam ranah-ranah tersebut. Saya seringkali mendengar, istilah petarung disematkan pada sejumlah politisi yang dinilai piawai dan berani mengambil tindakan dalam praksis politik. Bagi saya politisi-politisi tanah air adalah para demagog dan pemburu kuasa dan harta. Politisi-politisi Indonesia era reformasi adalah manusia-manusia oportunis, pragmatis dan korup. Saya tidak menilai politisi-politisi demikian sebagai petarung.

Petarung dalam ranah politik tidak cukup dinilai hanya dengan kepiawaian dan keberanian bertindak dalam politik praktis. Sang petarung di lapangan politik sudah sejatinya memiliki prinsip dan sikap moral yang tinggi. Sang petarung di gelanggang politik adalah politisi-politisi yang konsisten dengan nilai-nilai idealogi yang dianutnya. Sang politisi petarung adalah manusia-manusia yang konsisten berjuang di atas nilai-nilai idealisme. Sang petarung politik bukan politisi-politisi yang mudah disetir oleh kepentingan-kepentingan uang dan kuasa. Sang petarung politik bukan pula politisi-politisi yang berpolitik tanpa idealisme apalagi sampai korup.

Politisi-politisi petarung merupakan manusia-manusia yang punya mentalitas pemenang sekaligus teguh dengan idealismenya. Mereka hanya hendak memenangkan dunia politik untuk sebuah idealisme. Jabatan dan kuasa baginya hanyalah alat untuk merealisasikan gagasan-gagasan idealismenya.

Politisi petarung adalah orang-orang yang punya prinsip kuat pada urusan rakyat dan negara. Politisi petarung hanya mau bekerja untuk kepentingan rakyat. Politisi petarung hanya mau berjuang untuk kepentingan negara. Kepentingan rakyat dan negara merupakan harga mati baginya. Politisi petarung tidak akan melacurkan kepentingan rakyat dan negara demi harta dan kuasa.

Inilah ciri politisi petarung yang nampaknya masih amat sangat langkah di jagad politik lokal maupun nasional. Namun kita mengharapkan lahirnya manusia-manusia petarung di gelanggang politik. Kehadiran para petarung politik nantinya bisa membingkai dunia politik kita yang terlanjur kotor, busuk, dan buruk. Kehadiran mereka nantinya akan melahirkan struktur dan tatanan politik yang sehat dan bermoral. Semoga.

Sabah, 2 Oktober 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline