Menjadi orang Indonesia adalah satu kebanggaan tersendiri buat saya. Bukan karena hebatnya Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain, tapi memang karena saya mencintai negara sendiri. Tapi menjadi orang Indonesia yang tinggal dan bekerja di negara orang ada kisah tersendiri.
Dalam percakapan saya dengan sopir taxi di Johor Malaysia, saya bertanya kepada sang sopir, "Pak cik sudah pernah ke Batam?" Apa jawabnya: "belum bang, saya pikir-pikir kalau mau pigi tempat tak aman".
Jawaban ini mengejutkan saya, saya sudah lama tinggal di Batam, tapi baru kali ini saya dengan orang bilang Batam tidak aman. Dibandingkan dengan Malaysia, bukan berarti Indonesia tidak aman. Kali kedua saya ke Malaysia, saya dirampok habis-habisan oleh penjahat di Kota Kuala Lumpur. Waktu itu saya kehilangan banyak benda dan uang.
Tapi karena Batam adalah Indonesia, maka image tak aman itu sudah otomatis keluar dari pikiran mereka. Pada kesempatan lain, saya bertanya kepada teman malaysia saya, "Bro sudah pernah ke Indonesia?" Jawabnya:" Malas pergi Indonesia, Imigresennya katanya banyak rasuah (red:korupsi)." Ini hanya katanya...tapi mereka tentu akan percaya 100% bahwa pejabat Indonesia itu banyak korupsinya.
Hal lain, di kantor tempat saya bekerja, saya sedang buka berita-berita di internet berbahasa Inggris, lalu satu orang teman baru saya (orang malaysia) lewat dari belakang saya dan melihat apa yang saya baca. Dia terkejut luar biasa melihat artikel berbahasa Inggris yang saya baca,"Awak mengerti bahasa Inggriskah?". Dalam hati saya, "belum tau dia"
Lebih hebat lagi, dalam satu meeting bersama beberapa leader dalam komunitas kerja saya, tuan rumah-nya mengajak saya untuk mengambil minuman sendiri sesuai kebiasaan mereka. Karena ini kali pertama saya ikut meeting seperti ini. Sang tuan rumah ini bawa saya mendekat ke sebuah dispenser air minum di dekat ruang pertemuan itu dan menerangkan begitu detail tentang tombol-tombol yang ada di dispenser tersebut,"Awak kalau nak minum air sejuk, tekan warna biru, kalau nak minum panas tekan warna merah, kalau nak hangat saja, boleh campur. Cara tekannya seperti ini." Saya manggut-manggut saja dan meng-iyakan isntruksinya.
Ini hanyalah sebagian yang saya ceritakan. Bagi sebagian mereka, Indonesia adalah jelek, miskin, negara pembantu (pembantu rumah tangga), korupsi, tidak aman, bodoh, dan lain-lain. Tidak mengatakan bahwa semua orang Malaysia mempunyai pandangan seperti itu, tapi ada beberapa yang saya jumpai seperti itu sesuai cerita diatas.
Pernah terlintas dalam pikiran saya, alangkah baiknya kalau Indonesia menghentikan pengiriman tenaga kerja pembantu rumah ke negara ini. Boleh kirim tenaga kerja untuk bidang lain, tapi untuk pembantu rumah lebih tak usah. Bagi pemerintah ini adalah dilema, sebab pembantu rumah menyumbangkan devisa yang tidak sedikit bagi negara. Tapi untuk harga diri saya kira tidak apap-apa bayar harga. Sebuah bangsa perlu ada harga diri(martabat bangsa). Bangsa yang bermartabat akan mengundan penghargaan yang besar dari negara-negara luar dalam bentuk investasi, turis, dan kerjasama-kerjasama lainnya.
Secara pribadi saya sangat mendukung isu redenominasi mata uang rupiah. Besaran nilai tukar rupiah ke mata uang asing juga turut menyumbang image jelek tentang bangsa kita. Bayangkan 1 Ringgit Malaysia = rp.2700! Seolah-olah ekonomi Indonesia terus dilanda krisis, padahal bukan sebenarnya.
Maksud tulisan ini, bukan sedang merendahkan negara sendiri, tapi kiranya menjadi bahan renungan untuk maksud pembenahan dan kebaikan semata-mata. Maju terus Indonesia. Indonesia bisa!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H