Lihat ke Halaman Asli

BIAS MEDIA MASSA: SEBUAH GAMBARAN UMUM

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dalam kegiatan jurnalistik ada sebuah kaidah yang disebut independent dan objektif, dua kata ini menjadi kata kunci yang menjadi dasar setiap jurnalis di seluruh dunia. Berdasarkan kaidah tersebut setiap jurnalis selalu menyatakan dirinya telah bersikap objektif, seimbang, dan tidak berpihak kepada kepentingan apapun kecuali keprihatinan dan hak masyarakat untuk mengetahui kebenaran (Eriyanto, 2012: V). Rumusan tersebut menjadi sebuah pemahaman umum di kalangan jurnalis, bahkan harus dipegang sebagai sebuah ideologi. Dalam sebuah acara pendidikan dan pelatihan (diklat) jurnalisitik, jamak didoktrinkan bahwa sebagai seorang jurnalis, perlu ditanamkan sikap skeptis dalam menyikapi informasi yang hendak ditulis. Sikap skeptis adalah sikap kritis atas informasi yang diterima, tidak asal menelan atau percaya begitu saja. Lalu dituangkan dalam bentuk laporan jurnalistik. Sikap skeptic menuntut seorang jurnalis melakukan upaya klarifikasi dan konfirmasi kepada pihak-pihak yang terkait dengan berita tersebut (Mohammad, 2009: xi).

Faktanya, sikap indepen dan objektif yang menjadi dasar setiap jurnalis tidak banyak dipraktikan oleh para jurnalis. Kejadian pemberitaan dan wacana yang dibuat oleh jurnalis beranekaragam dan menjadi bias. Berita yang dibuat oleh jurnalis mempunyai bentuk konstruksi yang berbeda antara media yang satu dengan media yang lainnya. Berita yang sama, media tertentu membuat bentuk konstruksi dengan menonjolkan sisi atau aspek tertentu. Sedangkan media lainnya meminimalisir, memelintir, bahkan menutup sisi/aspek tersebut dan sebagainya (Eriyanto, 2012). Hal tersebut akan berpengaruh terhadap pehaman khalayak tentang berita dan wacana yang dibuat. Khalayak cenderung menerima sebuah berita dan wacana sesuai dengan apa yang telah diberitakan oleh media. Meskipun kebebasan sudah dianut media, namun sejatinya kebebasan itu tidak utuh dan terbatas dengan adanya kepentingan (Zein, 2009: 3).

Menganalisis dan membandingkan bermacam berita dari beberapa media, kemungkinan khalayak dapat menemukan sebuah kesimpulan yang hampir sama mengenai netralitas media. Setiap wacana dan berita yang dibuat oleh media cenderung bias dan tidak menuliskan fakta dengan benar. Bias berita dipilih berdasarkan keinginan setiap jurnalis untuk tujuan dan maksud tertentu. Bias berita yang dibuat media diwakili oleh jurnalis berkaitan dengan ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya bahkan pertarungan agama (Eriyanto, 2011). Menguti pendapat (Sobur, 2009), bias berita muncul Karena media massa tidak berada di ruang yang vakum. Meskipun, media massa adalah industri yang berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. (Sobur, 2009) mengutip pendapat Louis Althusser dan Zastrow menjelaskan bahwa ketika berhubungan dengan kekuasaan, mempunyai poisi strategis, terutama karena anggapan akan kemampuannya sebagai sarana legitimasi. Ketika dikaitkan dengan alat legitimasi kekuasaan, media merupakan sarana strategis untuk kepatuhan khalayak terhadap para penguasa. Walaupun hakikatnya media masa, merupakan insitusi yang dapat digunakan sebagai sarana pendidikan, agama, seni, dan pembangunan kebudayaan dalam masyarakat.

Mengutip pendapat (Zein, 2009: 3-4), ada tiga pendekatan yang digunakan media dalam menyajikan berita. Pendekatan tersebut memiliki korelasi kuat dengan independsi media itu sendiri. Pertama, pendekatan ekonomi politik. Dalam pendekatan ini, isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelola media itu sendiri. Faktor-faktor inilah yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaan. Kenapa media memberitakan dengan cara seperti itu dan mengabaikan berita yang lain? Jawabnya dicafi dengan melihat kepentingan ekonomi, kepentingan politik, dan kepentingan modal di balik media.

Kedua, pendekatan organisasi. Pendekatan ini bertolak belakang dengan pendekatan ekonomi-politik. Dalam pendekatan ekonomi politik, isi media diasumsikan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan eksternal di luar pengelola media. Pengelola media dipandang bukan sebagai entitas yang aktif, dan ruang lingkup pekerjaan mereka dibatasi berbagai struktur yang mau tidak mau memaksanya untuk memberikan fakta dengan cara tertentu. Fakta-fakta yang didesain agar audience mengikuti irama berita yang disajikan. Sebaliknya, kekuatan eksternal di luar konteks pengelolaan medialah yang menentukan apa yang seharusnya diwartakan dan diwacanakan.
Ketiga, pendekatan kulturalis. Pendekatan ini merupakan gabungan antara pendekatan ekonomoi politik dan organisasi. Proses produksi berita di sini dilihat sebagai mekanisme yang rumit yang melibatkan faktor internal media. Sekaligus juga faktor eksternal di luar media itu sendiri. Mekanisme yang rumit itu ditunjukkan dengan bagiamana perdebatan yang terjadi di dalam ruang pemberitaan. Media pada dasarnya memang memiliki mekanisme untuk menentukan pola dan aturan organisasi, tetapi berbagai pola yang dipakai untuk memaknai peristiwa tersebut tidak lepas dari kekuatan-kekuatan ekononomi politik di luar dirinya.

Dalam perkembangannya, media meninggalkan satu sisi dari sebuah artikel, atau serangkaian artikel selama periode waktu, mengabaikan fakta-fakta yang cenderung untuk menyangkal klaim liberal atau konservatif, atau yang mendukung keyakinan liberal atau konservatif (Baker, 2005). Dalam beberapa hal khalayak sering menjadi budak berita dan terus berkembang tanpa mempunyai daya kritis terhadap berita. Tapi ada beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai pendengar teliti, pengamat, dan pembaca berita sehingga dapat membuat lebih efektif dan berpengetahuan tentang dunia jurnalistio. Ini disebut media literasi dan menggambarkan seperangkat keterampilan khalayak untuk mengakses, menganalisis , mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi dari berbagai media. Hal tersebut adalah kemampuan untuk membedakan fakta dan informasi dari hiburan (White, 2013).

Daftar Pustaka:

Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan

Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik. Yogyakarta: LKiS, 2012.

Zein, Fadhilah Mohammad. Kezaliman Media Massa Terhadap Umat Islam. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2013.

Mohammad, Herry. “Pengantar: Menghimpun Informasi, Menghidangkan Berita”, dalam Zein, Fadhilah Mohammad. Kezaliman Media Massa Terhadap Umat Islam. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2013

White, Thomas, “Media Literacy: Learning Not to Hate the News”, diakses 01 November 2013 dari http://www.huffingtonpost.com/

Baker. Brent H. “Types of Media Bias”, diakses 01 November 2013 dari http://www.studentnewsdaily.com/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline