Lihat ke Halaman Asli

Kalau Bisa Dipersulit, Kenapa Dipermudah ?

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini saya mengalami kekesalan bin jengkel dan dongkol luar biasa sangat (jengkel sesuatu banget). Kekesalan ini disebabkan oleh oknum PNS yang tidak mau mepermudah masyarakat dalam memberikan pelayanan. Pelayanan pun dipending karena ada beberapa syarat yang belum terpenuhi, salah satu syarat itu adalah surat kuasa.

Padahal jika ditelaah dengan seksama, sebenarnya pelayanan itu bisa saja dilaksanakan. Karena pelayanan yang diberikan hanya berupa validasi pajak yang tidak menghilangkan hak, mengambil hak atau mengalihkan hak orang lain. Pada Pasal 1793 KUH Perdt. dijelaskan bahwa kuasa bisa saja diberikan secara lisan maupun secara diam-diam.

"Kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu surat di bawah tangan, bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan LISAN. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dari disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi kuasa itu." (Pasal 1793 KUH Perdt.)

Disamping itu berdasasarkan Pasal 1798 KUH Perdt. anak-anak pun yang nota bene belum cakap hukum diperkenankan untuk menerima dan melaksanakan kuasa. Simak bunyi pasal dibawah ini:

"Orang-orang perempuan dan anak yang belum dewasa dapat ditunjuk menjadi kuasa; tetapi pemberi kuasa tidaklah berwenang untuk mengajukan suatu tuntutan hukum terhadap anak yang belum dewasa, selain menurut ketentuan-ketentuan umum mengenai perikatan-perikatan yang dibuat oleh anak yang belum dewasa, dan terhadap orang-orang perempuan bersuami yang menerima kuasa tanpa bantuan suami pun ia tidak ber-wenang untuk mengadakan tuntutan hukum, selain menurut ketentuan-ketentuan Bab V dan VII Buku Kesatu dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini."

Seperti kita ketahui bahwa pemberian kuasa kepada anak-anak sering terjadi pada masyarakat kita, contohnya saat seorang ibu menyuruh anaknya untuk berbelanja. Ketika sang ibu menyuruh anaknya membeli sesuatu barang, maka pada saat itu telah terjadi perbuatan hukum yang dinamakan pemberian kuasa. Nah pemberian kuasa merupakan salah satu bentuk perjanjian atau persetujuan yang diatur didalam buku III KUH Perdata. Pada Pasal 1792 diterangkan bahwa Pemberian kuasa ialah suatu persejutujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.

Jika pemberian kuasa itu mesti melulu menggunakan surat kuasa, alangkah tidak bijaknya orang yang membuat aturan itu. Berarti anak-anak yang disuruh berbelanja diwarung pun untuk kedepannya mesti menggunakan surat kuasa bermatrai, apabila pemberian kuasa itu selalu dibuktikan dalam bentuk tertulis. Padahal KUH Perdata sendiri memperkenankan pemberian kuasa dengan lisan ataupun diam-diam (tanpa dinyatakan secara tegas).

Menurut hemat saya, kuasa tertulis itu menjadi suatu hal yang urgen dalam hal pengambilan hak atau memindahkan hak pemberi kuasa kepada orang lain. Untuk hal yang semacam ini memang sangat dibutuhkan adanya surat kuasa yang bila perlu dibuatkan dalam bentuk akta otentik agar memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna (tidak membutuhkan alat bukti pendukung lainnya). Sehingga kepentingan penerima kuasa dan pihak ke tiga mendapatkan kepastian hukum.

Sekedar diketahui saja, dalam sidang pelanggaran kedaran bermotor di Pengadilan Negeri. Banyak para pelanggar yang menguasakan sidangnya pada orang lain bahkan tanpa surat kuasa. Persidangan bisa dilalui dan SIM atau STNK pun bisa diambil tanpa surat kuasa. Ini adalah praktek di dunia peradilan yang notabene adalah lembaga yang mengerti dengan hukum, lalu kenapa hanya untuk memvalidasi pajak saja harus menggunakan surat kuasa ? hmmmh... "Kalalu bisa dipersulit, kenapa dipermudah", agaknya kalimat ini telah menjadi azas dalam pelayanan bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline