"Jalan di tempat merupakan istilah yang diberikan kepada seseorang, yang di dalam kehidupan sehari-harinya tidak mengalami perkembangan karir. Atau ketika orang itu memiliki sebuah usaha, usahanya tidak berjalan. Begitu-begitu saja. Tidak ada kemajuan signifikan."
Istilah itu tentu saja tak diinginkan siapa pun, termasuk saya. Tapi pada kenyataannya, istilah jalan di tempat itu, ya memang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Salahkah seseorang jalan di tempat? Jawabannya pasti salah. Karena bagaimana pun orang yang sukses bukanlah orang yang berjalan di tempat. Akan tetapi mereka bergerak maju ke depan, dan sedapat mungkin tidak menoleh lagi ke belakang, atau kembali ke masa lalu.
Boleh saja melihat masa lalu sebagai bagian pengalaman. Bukan dijadikan penyebab bahwa kita pernah gagal.
Seseorang berjalan di tempat memang memiliki alasan dan sebab. Alasan dan sebab pertama, karena orang itu memang malas untuk melangkah ke depan. Dia tetap asik dengan kondisinya saat ini, dan tak menyadari bahwa zona nyaman yang diciptakannya telah mengekang dirinya untuk maju.
Alasan dan sebab kedua adalah, orang tersebut langkahnya dihalangi atau sengaja dihambat untuk melangkah ke depan. Kondisi itu tentunya beralasan. Biasanya di dunia kerja, hal semacam itu terjadi.
Orang-orang yang tak suka dengan orang yang memiliki skill bagus, biasanya kerap membuat orang-orang seperti itu melangkah di tempatnya saja.
Berbagai cara dilakukan orang-orang yang tak suka dengan orang yang punya kemampuan lebih dari mereka. Ironisnya, cara mereka sangat rapih dan terkesan tak dibuat-buat.
Seharusnya kalau mau jujur, kompetisi yang sehat menjadi hal yang relevan dilakukan, baik kepada orang yang menghambat langkah orang lain dan orang yang dihambat langkahnya. Pertanyaannya, siapa yang mau begitu?
Seseorang kenapa berjalan di tempat, dalam skala lebih luas, bisa berdampak negatif. Mereka secara tidak langsung telah mematikan rejeki orang lain yang mungkin saja orang itu sudah memiliki istri dan anak-anak.